بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Ummahat Doha – Senin Pagi
Membahas: Kitab Minhajul Muslim karya Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi Rahimahullah
Bersama: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. Hafidzahullah
Doha, 17 Rabi’ul Awal 1445 / 2 Oktober 2023
Bab 13 – Ziarah ke Masjid Nabawi dan Mengucapkan Salam kepada Nabi ﷺ di Kuburannya yang Mulia
Pembahasan ini berkaitan dengan haji dan umrah, karena ziarah ke makam Nabi ﷺ biasanya dilakukan setelah melakukan kedua ibadah tersebut.
Dalam bahasa Arab, Umrah bermakna ziarah. Dan ziarah adalah bagian dari ibadah. Seperti hadits syaddur rihal.
Syaddur rihal adalah istilah agama yang memiliki makna “mempersiapkan dengan matang untuk melakukan sebuah safar/perjalanan.”
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
وَلاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ، مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى وَمَسْجِدِي
“Tidak boleh melakukan syaddur rihal kecuali ke tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjid al-Aqsha, dan masjidku.” (HR. al-Bukhari no. 1132 dari Abu Said al-Khudri radhiallahu anhu dan Muslim no. 1397 dari Abu Hurairah radhiallahu anhu)
Maka, jika seseorang bermaksud ziarah ke tiga masjid itu, akan dihitung pahala, bahkan sholatnya dihitung 1000 kali untuk masjid Nabawi dibandingkan dengan masjid lainnya.
Ini berbeda dengan niat awalnya adalah ziarah kubur, meskipun ziarah kubur adalah ibadah, tetapi khusus untuk perjalanan jauh hanya untuk ziarah, maka ini sesuatu yang dilarang seperti dhohir hadits di atas.
Maka, ziarah ke masjid bersejarah lainnya, seperti Masjid Qiblatain dengan niat untuk mendapatkan keutamaan tertentu, ini dilarang.
💡 Kesimpulannya: ziarah ke Madinah, bukan bertujuan utama ziarah ke makam Nabi ﷺ akan tetapi niatnya ziarah ke masjid Nabawi, yang otomatis akan ke ziarah kubur Nabi ﷺ.
Maka tujuan ziarah ke Madinah adalah untuk aktivitas di:
- Masjid Nabawi
- Makam Nabi ﷺ, Abu Bakar dan Umar
- Maka baqi
- Masjid Quba
- Makam perang uhud
Inilah ziarah yang disyariatkan dalam rangkaian kunjungan ke Madinah. Adapun kunjungan ke tempat-tempat lain jangan menjadikannya salah dalam niat. Karena amalan-amalan akan dinilai jika dengan niat yang ikhlas dan sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allâh ﷻ melalui Rasul-Nya.
Materi Pertama: Keutamaan Kota Madinah dan Peduduknya, serta Keutamaan Masjid Nabawi Asy Syarif
A. Keutamaan Kota Madinah
Rasulullah ﷺ yang menjadikan Madinah kota suci, tempat berhijrah, dan tempat diturunkannya wahyu. Rasulullah ﷺ menjadikan Madinah kota suci
Sebagaimana Ibrahim menjadikan Makkah Al Mukarramah kota suci. Beliau bersabda, “Ya Allah, sesungguhnya Ibrahim menjadikan Makkah kota suci. Aku menjadikan kota yang terletak di antara kawasan tak berpasir ini (Madinah) kota suci” (HR. Al Bukhari, 4/177, dan Muslim, 85).
Beliau juga bersabda, “Madinah disucikan mulai dari mulai A’ar sampai Tsaur. Maka barangsiapa membuat keonaran di sana atau melindungi pembuat keonaran, dia akan mendapatkan laknat dari Allah, malaikat, dan seluruh manusia, juga tidak diterima taubat dan fidyahnya. Tidak boleh dipotong rumput rumputnya, tidak boleh diburu hewan hewan buruannya, dan tidak boleh diambil barang temuannya kecuali bagi orang yang ingin mengumumkannya. Tidak dibenarkan bagi seseorang mengangkat senjata untuk berperang di sana. Tidak boleh memotong pohon kecuali untuk memberi makan ontanya “ (HR Ahmad 1/126).
🏷️ Catatan: bukan yang dimaksud di sini adalah larangan bagi kaum kafir untuk masuk Makkah maupun Madinah. Tapi yang dimaksud adalah seperti pada hadits di atas.
Adi bin Zaid berkata, “Rasulullah ﷺ melindungi seluruh sisi dari Madinah mil permilnya. Tidak boleh dirusak pepohonannya, tidak pula ditebang, kecuali bagi orang yang menggiring onta.” (HR Abu Daud 2036).
Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya keimanan akan berlindung kepada Madinah sebagaimana ular yang berlindung di lubangnya. Siapa yang tetap bersabar terhadap cobaan dan bencana yang ada di sana maka aku akan memberikan syafaat kepadanya dan menjadi saksi baginya pada hari Kiamat” (HR Bukhari 327, HR Muslim, Kitabul Iman 233 dan Ibnu Majah 3111).
Beliau juga bersabda, “Barangsiapa sanggup untuk meninggal di Madinah hendaklah dia melakukannya. Sebab, aku akan menjadi saksi bagi orang yang meninggal di sana.” (HR. Ibnu Majah, 3112, dan Imam Ahmad, 2/74).
🏷️ Catatan: tidak boleh memaksakan diri untuk tinggal di Madinah, terutama jika dilakukan dengan ilegal, karena tinggal di negeri Arab tentu memerlukan ijin dan syarat-syarat tertentu. Atau sengaja pergi haji disaat tua agar meninggal di Madinah. Tentu ini niat yang salah.
Beliau juga bersabda, “Sesungguhnya Madinah seperti alat peniup api yang membersihkan besi dari karat dan kotorannya, dan memunculkan kebaikan besinya”. (HR. Muslim, Kitab Al-Haji, 489)
Beliau juga bersabda, “Madinah adalah lebih baik bagi mereka seandainya mereka mengetahui. Orang yang meninggalkan Madinah karena benci terhadapnya maka Allah akan menggantikan dengan orang yang lebih baik darinya. Orang yang terus bertahan dalam cobaan dan kesukaran yang ada di sana maka aku akan memberi syafaat kepadanya dan menjadi saksi baginya pada Hari Kiamat” (HR Muslim kitab Haji, 487,497).
B. Keutamaan Penduduk Madinah
Penduduk Madinah adalah tetangga Rasulullah ﷺ dan yang memakmurkan masjidnya. Mereka adalah penduduk wilayah tersebut, para penjaga kesuciannya, dan para pelindungnya. Setiap kali mereka beristigamah dan berbuat amal shalih maka mereka adalah orang yang paling tinggi derajatnya dan paling mulia kedudukannya. Wajib untuk menghormali, mencintai,dan menolong mereka, Rasulullah ﷺ mengancam orang yang menyakiti mereka dalam sabdanya,
لَا يَكِيدُ أَهْلَ الْمَدِينَةِ أَحَدٌ إِلَّا انْمَاعَ كَمَا يَنْمَاعُ الْمِلْحُ فِي الْمَاءِ
“Tak ada seorang pun yang berbuat makar terhadap penduduk Madinah, melainkan ia meleleh seperti melelehnya garam dalam air”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab Al-Hajj (no. 1877]
Beliau juga bersabda, “Orang yang menginginkan keburukan menimpa penduduk Madinah niscaya Allah akan mencairkannya di api neraka seperti melelehnya timah, atau seperti garam larut dalam air” (HR Muslim, Kitab Al-Hajj, 85).
Nabi ﷺ mendoakan bagi mereka keberkahan dalam rezeki sebagai bentuk cinta dan penghormatan beliau kepada mereka, Beliau bersabda,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِي مِكْيَالِهِمْ وَبَارِكْ لَهُمْ فِي صَاعِهِمْ وَمُدِّهِمْ
“Ya Allah, berkahilah bagi mereka timbangan mereka, berkahilah sha’ mereka dan mud mereka” (HR. Al Bukhari, 3/89, dan Muslim, Kitab Al Haji, 462. 265).
Beliau mewasiatkan kepada seluruh umatnya untuk berlaku baik terhadap mereka, Beliau bersabda, “Madinah adalah tempat hijrahku, di sanalah tempat tidurku kelak dan dari sana pula aku dibangkitkan. Wajib bagi umatku untuk menjaga tetanggaku selama mereka tidak melakukan dosa besar. Barangsiapa menjaga mereka maka aku akan memberikan syafaatku kepadanya dan bersaksi atasnya pada Hari Kiamat.” (Ibnu Adi Al-Kamil Adh Dhuafa’ , 5/1762, dan Ath-Thabarani, Al-Mu’jam Al-Kabir, pada sanadnya ada perawi yang matruk).
💡 Meskipun Haditsnya dhaif, namun maknanya benar.
C. Keutamaan Masjid Nabawi Asy-Syarif
Masjid Nabawi adalah salah satu dari tiga masjid yang dimuliakan karena disebut di dalam Al-Qur’an, yaitu firman Allâh ﷻ,
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat. (Al-Isra ayat 1).
Sesungguhnya kata Al-Aqsha mengandung isyarat yang sangat jelas kepada Masjid Nabawi. Sebab, kata Al Aqsha dalam Bahasa Arab merupakan bentuk tafdhil dari kata Al-Qashiy (yang jauh). Menurut orang Makkah, Masjid AI-Qashiy (yang jauh) bagi mereka adalah Masjid Nabawi, sedangkan Masjid Al Aqsha (yang lebih jauh) adalah Baitul Maqdis. Jadi, Al-Qur’an menyebutkan Masjid Nabawi dengan memberi isyarat mencakup kedua masjid, karena belum diketahui secara pasti sebab dan kapan ayat ini diturunkan. Rasulullah ﷺ juga bersabda menerangkan keutamaan Masjid Nabawi.
Dari Jabir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ
“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Harom. Shalat di Masjidil Harom lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya.” (HR. Ahmad 3/343 dan Ibnu Majah no. 1406, dari Jabir bin ‘Abdillah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1173.)
Beliau juga menjadikan Masjid Nabawi masjid kedua dari tiga masjid yang tidak boleh seseorang bersusah payah melakukan perjalan kecuali ke masjid tersebut. Beliau bersabda, “Tidak boleh melakukan perjalanan jauh (safar) kecuali ke tiga masjid yaitu Masjidil Haram, masjidku ini, dan Masjidil Aqsha”.
Beliau juga mengkhususkan masjid ini dengan keistimewaan yang tidak ada di tempat lain yaitu dengan adanya Raudhah. Beliau bersabda tentang Raudhah,
“Di antara rumahku dan mimbarku adalah Raudhah (taman) dari taman-taman surga” (HR. Al-Bukhari, 2/77, Muslim, Kitab Al Hajj, 92 dan At Tirmidzi, 3915, 3916).
Diriwayatkan juga bahwa beliau bersabda,
“Barangsiapa shalat di masjidku ini sebanyak empat puluh kali shalat, dan tidak pernah tertinggal satu shalat pun maka dituliskan baginya pembebasan dari api neraka, pembebasan dari adzab, dan pembebasan dari kemunafikan” (HR. Imam Ahmad, 31155 – Al-Mundrziri mengatakan bahwa para perawinya adalah shahih. Hadits juga diriwayatkan oleh Ath Thabarani dan At Tirmidzi dengan lafazh lain).
Oleh karena itulah ziarah ke masjid ini untuk mendirikan shalat, merupakan salah satu bentuk ibadah yang bisa digunakan untuk bertawassul oleh seorang Muslim kepada Rabbnya sehingga Dia mengabulkan hajatnya dan memberi ridha Nya.
Materi Kedua: Berziarah ke Masjid Nabawi serta Memberi Salam kepada Rasulullah ﷺ dan Kedua Sahabatnya
Ketika ziarah Masjid Nabawi dinilai ibadah maka tidak bisa dilepaskan dari adanya niat seperti halnya seluruh ibadah, karena amal perbuatan tergantung dari niatnya. Seorang Muslim haruslah meniatkan ziarahnya ke Masjid Nabawi untuk bisa shalat di sana, bertaqarrub kepada Allah, mendekatkan diri kepadaNya dengan penuh rasa taat dan cinta. Apabila memasuki Masjid Nabawi hendaknya dalam keadaan suci dan mendahulukan kaki kanan, yang merupakan sunnah ketika memasuki masjid. Lalu membaca:
بِسْمِ اللهِ, واصلاة وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ ,اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ ذُنُوْبِيْ, وَافْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Dengan menyebut nama Allah. Shalawat serta salam sernoga selalu tercurah kepada Rasulullah. Ya Allah, ampunilah dosa dosaku dan bukakanlah bagiku pintu pintu rahmat Mu.”
Kemudian menuju Raudhah—jika menemukan tempat yang kosong apabila tidak maka bisa di sisi manapun dari Masjid Nabawi. Lalu shalat dua rakaat. Kemudian menuju ke kamar Nabi ﷺ yang mulia lalu berdiri menghadap kamar beliau dan memberikan salam kepada Rasulullah ﷺ, dengan mengucapkan,
َالسَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ ورحمةُ اللهِ وبركاته، اللهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صَلَّيْت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد، اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما َباركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد. أشهدُ أَنَّكَ رَسُوْلُ الله حَقاً، وأَنَّكَ قَدْ بَلَغْت َالرسالةَ، وأَدَّيْتَ الْأَمَانَةَ، ونَصَحْتَ الْأُمَّةَ، وجَاهَدْتَ في اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ، فجزاك اللهُ عنْ أُمَّتِك أَفضلُ ما جزى نَبِيُّنَا عن أمته
“Assalaamu’alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wa barakaatuhu. Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa shalayta ‘ala aali Ibrahim, innaka hamiidum majiid. Allahumma baarik ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhamamd kamaa baarakta ‘ala aali Ibrahim, innaka hamiidum majid. Asyhadu annaka Rasulullahi haqqan, wa annaka qad ballaghtar risaalata, wa addaital amaanata, wa nashahtal ummata, wa jaahadta fil laahi haqqa jihaadihi, fajazaakallahu ‘ala ummatika afdhalu ma jaza nabiyyuna ‘an ummatihi.”
Ya Allah semoga shalawat terlimpah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana shalawat terlimpah kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah semoga keberkahan terlimpah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau berkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Aku bersaksi bahwa Engkau (Muhammad) adalah Rasulullah yang haq. [Aku bersaksi bahwa Engkau] (Muhammad) telah menyampaikan risalah kenabian, telah menunaikan amanah, telah menasihati umat ini, dan berjihad di jalan Allah dengan sungguh-sungguh. Semoga Allah membalasmu atas apa yang telah Engkau perbuat untuk umatmu, lebih dari balasan para Nabi atas apa yang telah mereka perbuat untuk umatnya.
Kemudian bergeser sedikit ke sebelah kanan lalu memberikan salam kepada Abu Bakar Ash Shiddiq, sambil membaca, “Semoga keselamatan selalu tercurah kepadamu wahai Abu Bakar Ash Shiddiq sahabat Rasulullah, sahabat yang menemani beliau di goa Tsur. Semoga Allah membalasmu kebaikan atas apa yang engkau perbuat terhadap umat Rasulullah ﷺ”.
Kemudian bergeser ke kanan sedikit untuk mengucapkan salam kepada Umar, dengan mengucapkan, “Semoga keselamatan, rahmat, dan keberkahan selalu tercurah kepadamu wahai Umar Al Faruq. Semoga Allah membalas kebaikan atas apa yang telah engkau perbuat terhadap urat Rasulullah ﷺ.”
🏷️ Catatan: Tidak ada salam khusus yang panjang seperti di atas, seperti yang dilakukan Abdullah Ibnu Umar, hanya menyebut As-salaamu alaika ya Rasulullah, Asssalamu ‘alaika ya Abu Bakar dan As-salaamu alaika yaa Abati.
- Jangan berdesak-desakan dan secepat mungkin, berikan salam yang singkat seperti ucapan Abdullah Ibnu Umar.
Kemudian pulang. Apabila ingin bertawasul kepada Allâh ﷻ dengan tawassul ini maka dia harus menjauh dari arah makam beliau lalu menghadap kiblat untuk berdoa kepada Allah sesukanya dan juga memohon keutamaan yang dia mau.
Dengan ini maka selesailah ziarah seorang Muslim ke Masjid Nabawi. Bebas baginya untuk pergi atau menetap, tetapi menetap di Madinah untuk bisa shalat di Masjid Nabawi lebih baik, terlebih dengan adanya motivasi untuk shalat empat puluh kali di Masjid Nabawi Asy Syarif.
Materi Ketiga: Berziarah ke Tempat-Tempat Mulia di Madinah Al-Munawwarah
Sangat baik bagi seorang Muslim yang dimuliakan Allah dengan menziarahi Masjid Nabawi, dan berada di dekat makam Nabi ﷺ. Dia juga dimuliakan dengan memasuki negeri yang makmur—semoga Allah selalu memakmurkan negeri ini – dengan mengunjungi Masjid Ouba’ untuk shalat di sana. Sebab, dahulu Nabi ﷺ berziarah dan shalat di sana, begitu pula dengan para sahabat. Beliau bersabda,
“Barangsiapa bersuci di rumahnya dengan baik, kemudian datang ke Masjid Quba ‘ dan hanya menginginkan shalat, maka baginya pahala seperti pahala umrah”. (HR. Ibnu Majah, 1412).
Nabi ﷺ datang ke Masjid Quba’ dengan berkendaraan atau berjalan kaki untuk shalat dua rakaat.’ (HR. Muslirn, Al Hajj, 97).
Begitu pula dianjurkan menziarahi makam para syuhada Uhud, karena dahulu Nabi ﷺ pergi menziarahi mereka dan mengucapkan salam di makam mereka. Dengan ziarah kepada para syuhada Uhud ini memungkinkannya untuk melihat gunung Uhud yang disebut-sebut oleh Rasulullah ﷺ , “Uhud adalah gunung yang mencintai kita dan kita juga mencintainya” (HR. Al Bukhari, 2/152).
Beliau juga bersabda, “Uhud adalah salah satu gunung dari gunung-gunung Surga.” (HR. Ath-Thabarani dengan lafazh, “Salah satu tiang dari tiang-tiang surga,” namun hadits ini dhatf sekali).
Pernah sekali gunung Uhud bergetar di bawah kaki Rasulullah ﷺ, saat itu beliau bersama dengan Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Beliau bersabda, “Tenanglah wahai Uhud (dengan menghentakan kakinya) karena di atasmu ada Nabi, Ash Shiddiq, dan dua orang syahid.” (HR. Al-Bukhari, 5/19).
Begitu pula dianjurkan berziarah ke makam Bagi, karena dahulu beliau Nabi ﷺ berziarah kepada penghuninya dengan mengucapkan salam kepada mereka, dan ini ada di dalam hadits yang shahih. Begitu pula karena di dalam kuburan ini terdapat ribuan sahabat, tabi’in, dan hamba hamba Allah yang shalih. Datanglah dengan mengucapkan,
“Semoga keselamatan selalu tercurah kepada kalian wahai para penghuni perkampungan yang terdiri atas orang orang mukmin dan muslim. Kalian telah mendahului kami dan kami insya Allah akan menyusul kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang telah mendahului baik dari kami ataupun dari kalian juga orang-orang belakangan. Kami memohon kepada Allah ampunan bagi kami dan kalian di dunia dan di akhirat, Ya Allah, ampunilah dosa kami dan mereka, rahmatilah kami dan mereka. Ya Allah, jangan Engkau halangi kami untuk mendapatkan pahala yang mereka dapat, dan jangan Engkau uji kami dengan fitnah setelah kematian mereka. (HR. Muslim, Kitab Al Jana’iz, 104).
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم