بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Bersama – Assunnah Qatar
Doha, 12 Jumadil Awwal 1446 / 14 November 2024
Bersama: Ustadz Samsul Ahyar 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Untukmu yang Sedang Futur
Iman yang berkurang, populer dengan sebutan futur. Futur dipahami dengan arti kemalasan, suka menunda, tidak bergairah, dan tidak bersemangat untuk melakukan berbagai kebaikan atau ibadah.
Futur merupakan hal biasa dialami oleh siapa pun. Tidak memandang profesi atau orang yang berbeda. Termasuk para sahabat. Karena tidak ada sesuatu yang tetap, tidak ada sesuatu yang terus menerus seperti sebelumnya, pasti akan berubah. Dan mendawamkan sesuatu hal adalah sesuatu yang mustahil.
Tetapi, bayangkan jika kita terus menerus dalam keadaan futur. Adakah jaminan, jika tanpa segera memperbaharui iman (dengan meningkatkan ketaatan kepada Allah), kita kemudian tidak terjerumus dalam level futur paling rendah, bahkan jatuh kepada kekufuran? Wal’iyadzubillah.
Oleh karenanya, sebagai seorang mukmin kita tidak boleh membiarkan hal ini terus terjadi. Saat-saat seperti inilah, godaan setan yang mengancam keutuhan iman kita bisa datang dari berbagai arah.
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan,
لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةٌ، وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ، فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي، فَقَدْ أَفْلَحَ، وَمَنْ كَانَتْ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ
“Sesungguhnya pada setiap amalan ada masa-masa semangatnya dan saat semangat ada masa-masa futurnya, maka barangsiapa yang futurnya dilampiaskan kepada sunnahku sungguh dia telah beruntung dan barangsiapa yang futurnya dilampiaskan kepada selain sunnahku maka dia binasa.”
(HR. Ahmad 6764 dishahihkan Al-‘Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i)
Oleh karena itu, hendaknya kita tetap berpegang kepada ajaran Rasulullah ketika sedang futur. Lakukanlah aktivitas lainnya yang bervariasi asal masih dalam koridor ibadah.
Jangan sampai selama futur ini antum justru meninggalkan kewajiban dan melakukan yang haram, karena itu berakibat pada kebinasaan.
Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan, “Jika dosa semakin bertambah, maka itu akan menutupi hati pemiliknya. Sebagaimana sebagian salaf mengatakan mengenai surat Al Muthoffifin ayat 14, “Yang dimaksud adalah dosa yang menumpuk di atas dosa.” Jika hati sudah semakin gelap, maka amat sulit untuk mengenal petunjuk kebenaran. (Ad Daa’ wad Dawaa’, Ibnu Qayyim Al Jauziy ah).
Maka ketika dimasa malas seperti ini kuncinya adalah jangan ia sampai meninggalkan yang wajib, jangan sampai ia meninggalkannya.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-‘Ankabut Ayat 69:
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُوا۟ فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلْمُحْسِنِينَ
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
Yaitu orang-orang Mukmin yang berjuang melawan musuh-musuh Allah, jiwa dan setan, dan mereka bersabar menghadapi fitnah-fitnah dan gangguan di jalan Allah, Allah akan memberikan hidayah kepada mereka menuju jalan-jalan kebajikan dan meneguhkan mereka di atas jalan yang lurus. Dan orang yang bersifat demikian, maka dia merupakan orang yang telah berbuat baik kepada diri sendiri dan kepada orang lain.
Maka, tatkala kita malas untuk shalat tahajjud, bacalah kembali fadhilah sholat malam, atau amalan-amalan lainnya. Jika seseorang sadar bahwasanya dia sedang futur maka hendaknya ia segera mengobatinya. Yang menjadi masalah jika seseorang tidak sadar bahwa ia sedang terkena penyakit futur, ia menganggap itu sebagai hal yang biasa, sehingga akhirnya penyakitnya semakin kronis dan semakin sulit untuk diobati.
Kita lihat sejarah, bahwa sahabat Nabi pun terkena penyakit futur. Perhatikanlah hadits berikut:
Imam Muslim meriwayatkan tentang kisah Hanzhalah Al-Usayyidiy dan beliau termasuk di antara para penulis wahyu, pernah suatu hari beliau bertemu dengan Abu Bakar dan beliau berkata,
نَافَقَ حَنْظَلَةُ، قَالَ: سُبْحَانَ اللهِ مَا تَقُولُ؟ قَالَ: قُلْتُ: نَكُونُ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ، حَتَّى كَأَنَّا رَأْيُ عَيْنٍ، فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، عَافَسْنَا الْأَزْوَاجَ وَالْأَوْلَادَ وَالضَّيْعَاتِ، فَنَسِينَا كَثِيرًا، قَالَ أَبُو بَكْرٍ: فَوَاللهِ إِنَّا لَنَلْقَى مِثْلَ هَذَا، فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ، حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قُلْتُ: نَافَقَ حَنْظَلَةُ، يَا رَسُولَ اللهِ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «وَمَا ذَاكَ؟» قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ نَكُونُ عِنْدَكَ، تُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ وَالْجَنَّةِ، حَتَّى كَأَنَّا رَأْيُ عَيْنٍ، فَإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِكَ، عَافَسْنَا الْأَزْوَاجَ وَالْأَوْلَادَ وَالضَّيْعَاتِ، نَسِينَا كَثِيرًا فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنْ لَوْ تَدُومُونَ عَلَى مَا تَكُونُونَ عِنْدِي، وَفِي الذِّكْرِ، لَصَافَحَتْكُمُ الْمَلَائِكَةُ عَلَى فُرُشِكُمْ وَفِي طُرُقِكُمْ، وَلَكِنْ يَا حَنْظَلَةُ سَاعَةً وَسَاعَةً» ثَلَاثَ مَرَّاتٍ.
“Hanzhalah telah terjatuh kepada kemunafikan” lalu Abu Bakar berkata, “Subhanallah, apakah itu yang engkau katakan?” lalu Hanzhalah melanjutkan, “Jikalau kita bersama Rasulullah ﷺ di mana beliau mengingatkan kita akan surga dan neraka seakan-akan seperti di hadapan mata, namun ketika kita pulang dari majelis Rasulullah ﷺ dan kita bertemu dengan istri-istri kita, anak-anak kita dan kebun-kebun maka kita akan lupa banyak hal (di majelis). Lalu Abu Bakar pun berkata, “ Demi Allah, sesungguhnya aku pun mendapati hal seperti itu, maka kami pun pergi dan masuk menemui Rasulullah ﷺ lalu aku (Hanzhalah) berkata, “Hanzhalah telah terjatuh kepada kemunafikan, wahai Rasulullah” lalu Rasulullah ﷺ pun bertanya, “Mengapa demikian?” aku menjawab, “Wahai Rasulullah, ketika kami di majlis engkau dan engkau mengingatkan kami akan surga dan neraka maka seakan-akan seperti ada di hadapan mata , namun ketika kami bertemu dengan istri-istri kami, anak-anak kami dan kebun-kebun maka kita akan lupa banyak hal (di majlis). Lalu Rasulullah ﷺ bersabda, “Demi Zat Yang jiwaku berada di Tangan-Nya, seandainya keadaan kalian terus menerus sebagaimana keadaan kalian ketika di sisiku dan dalam keadaan mengingat Allah niscaya malaikat akan berjabat tangan dengan kalian di tempat tidur kalian dan di jalan-jalan kalian, akan tetapi ada saatnya wahai Hanzhalah” Nabi ﷺ mengulanginya tiga kali. ([HR Muslim no 2750])
Ketaatan Sahabat kepada Nabi ﷺ
Diantara sahabat Anshar Abu Muhammad Abdullah bin Rawahah adalah salah satu sahabat yang perlu diteladani.
Diantara pujian Rasulullah juga adalah sabda beliau:
نِعْمَ الرَّجُلِ عَبْدُ اللَّهِ بْنِ رَوَاحَة
“Sebaik-baik lelaki adalah Abdullah bin Rawahah.”
Di antara bentuk ketaatan beliau kepada Rasulullah tampak pada sebuah peristiwa, suatu saat beliau pernah hadir kepada Rasulullah yang sedang berkhutbah. Tiba-tiba Rasulullah berkata kepada yang hadir, “Duduklah kalian”, maka Abdullah bin Rawahah pun langsung duduk persis di tempat beliau yang masih berada di luar masjid sampai selesai khutbah. Maka Rasulullah berkata kepadanya, “Semoga Allah menambahkanmu semangat dalam ketaatan kepada Allah dan ketaatan kepada Rasul-Nya.”
Definisi Futur
Istilah “futur” berasal dari kata al-fatroh. Disebutkan dalam kitab Lisanul Arab :
الفَتْرَةُ: الانكسار والضعف
“Al-fatroh artinya rusak dan lemah”.
Oleh karena itu, futur didefinisikan oleh para ulama sebagai kelemahan setelah sebelumnya kuat. Dalam kitab Lisanul Arab juga disebutkan:
يَفْتُر ويَفْتِر فُتُوراً وفُتاراً: سكن بعد حدّة ولانَ بعد شدة
“yafturu – yaftiru – futuuron atau futaarron artinya: diam setelah aktif, lembek setelah kuat”.
Disebutkan dalam definisi lain:
الفتور هو الكسل، والتراخي، والتباطؤ بعد الجد
“Futur adalah malas, suka menunda, atau lambat dalam beramal, padahal sebelumnya semangat” (al-Futur Mazhahir Asbaab wa ‘Ilaj, hal. 22).
Penyebab-penyebab Futur
1. Manusia tempatnya Dosa dan Salah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.
“Setiap anak Adam adalah bersalah dan sebaik-baiknya orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertaubat.”
HR. At-Tirmidzi (no. 2499), Ibnu Majah (no. 4251), Ahmad (III/198), al-Hakim (IV/244), dari Anas z, dan dihasankan oleh al-Albani dalam kitab Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 4391).
Manusia manapun tidak akan pernah lepas dan tidak akan selamat dari kekurangan, namun setiap makhluk bertingkat-tingkat dalam kekurangan tersebut sesuai dengan takdirnya masing-masing, bahkan pada asalnya mereka pasti memiliki kekurangan. Dan hal itu ditutupi dengan taubat nashuha.
2. Hati tempatnya berubah-ubah
Pemilik hati ini akan senantiasa berubah-ubah, terkadang ia berada dalam ketaatan dan kebaikan, terkadang ia berada dalam maksiat dan dosa. Amalannya senantiasa berubah sesuai dengan lingkungannya, jika lingkungannya baik maka ia berubah menjadi baik adapun jika lingkungannya buruk maka ia akan terseret pula kepada keburukan.
Hati dalam bahasa Arab adalah merupakan bentuk masdar dari kata qalaba yang berarti membalikkan, merubah, mengganti. Kata kerja intransitif dari qalaba adalah taqallaba yang berarti bolak-balik, berganti-ganti, berubah.
Demikianlah “summiya al-qalbu litaqallubih”, dinamakan hati karena adanya kecenderungan hati selalu berubah-ubah. Dengan hati inilah ditentukan kualitas baik dan buruknya manusia.
3. Iman itu bisa naik dan Turun
Banyak terdapat nash-nash al-Qur`an dan as-Sunnah yang menjelaskan pertambahan iman dan pengurangannya. Menjelaskan pemilik iman yang bertingkat-tingkat sebagiannya lebih sempurna imannya dari yang lainnya.
Iman, ada kalanya bertambah dan berkurang. Sudah menjadi kaidah, bahwa naiknya iman karena ketaatan, berkurannya lantaran maksiat. Sebagaimana dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,
فمذهب اهل السنة المتبعون للسلف الصالح ان الايمان يزيد بالطاعة وينقص بالمعصية
Ajaran Ahlussunnah yang mengikuti para salafusshalih (meyakini) bahwa iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan (Al-Istiqamah, II/186).
Sahabat Abu ad-Dardâ` Uwaimir al-Anshâri Radhiyallahu anhu berkata:
الإِيْمَانُ يَزْدَادُ وَ يَنْقُصُ
Iman itu bertambah dan berkurang. [Diriwayatkan Abdullah bin Ahmad dalam kitab as-Sunnah 1/314 ].
Mengenal sebab-sebab bertambah dan berkurangnya iman memiliki manfaat dan menjadi sangat penting sekali. Sudah sepantasnya seorang muslim mengenal kemudian menerapkan dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, agar bertambah sempurna dan kuat imannya.
Agar tidak Futur
1. Senantiasa berdo’a memohon pertolongan dan HidayahNya
Jangan biarkan keimanan dalam hati menjadi usang. Kita sendiri tidak mampu menambah atau memperbaharui keimanan dalam hati kita kecuali dengan pertolongan Allah Ta’ala. Karena itu berdoalah kepada-Nya.
Beberapa doa yang bisa dipanjatkan antara lain:
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Fatimah (puterinya), “Apa yang menghalangimu untuk mendengar wasiatku atau yang kuingatkan padamu setiap pagi dan petang yaitu ucapkanlah:
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ أَبَدًا
“Ya hayyu ya qoyyum bi rahmatika astaghiits, wa ash-lihlii sya’nii kullahu wa laa takilnii ilaa nafsii thorfata ‘ainin abadan [artinya: Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri tidak butuh segala sesuatu, dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekali pun sekejap mata tanpa mendapat pertolongan dari-Mu selamanya].” (HR. Ibnu As Sunni dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah no. 46, An-Nasa’i dalam Al-Kubra 381: 570, Al-Bazzar dalam musnadnya 4/ 25/ 3107, Al-Hakim 1: 545. Sanad hadits ini hasan sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 227).
Ingatlah, kita butuh doa agar bisa istiqamah karena hati kita bisa saja berbolak-balik. Oleh karenanya, do’a yang paling sering Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam panjatkan adalah,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Ya muqollibal quluub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).” (HR. Tirmidzi, no. 3522; Ahmad, 6: 315. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan).
2. Melakukan Amal sesuai kemampuan.
Hadis yang bersumber dari Ibunda ‘Aisyah -radhiyallahu’anha-, beliau menyampaikan,
دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدِي امْرَأَةٌ ،
“Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam-, menemuiku saat aku sedang bersama seorang wanita. Aku sampaikan kepada beliau,
امْرَأَةٌ لَا تَنَامُ ، تُصَلِّي
“Beliau ini shalat terus tidak pernah tidur.”
Lantas Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda
عَلَيْكُمْ مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَوَاللَّهِ لَا يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا وَكَانَ أَحَبَّ الدِّينِ إِلَيْهِ مَا دَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ .
“Hendaknya kalian beramal sesuai kemampuan, demi Allah, Allah tidak akan bosan sampai kalian bosan. Ibadah yang paling Allah cintai adalah yang dilakukan dengan konsisten.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Makna hadis ini adalah, Allah tidak akan pernah bosan memberi seorang pahala atas ibadah atau amal kebaikan yang mereka lakukan, hingga ia bosan dengan amalan tersebut.
Amalan yang kontinu –walaupun sedikit- itu akan mengungguli amalan yang tidak rutin –meskipun jumlahnya banyak-. Amalan inilah yang lebih dicintai oleh Allah Ta’ala. Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya.
3. Cek keimanan kita.
Sebagaimana dikatakan oleh Abu Darda Radhiyallahu ‘anhu:
إِنَّ مِنْ فِقْهِ الْعَبْدِ أَنْ يَتَعَاهَدَ إِيمَانَهُ وَمَا نَقَصَ مِنْهُ، وَمِنْ فِقْهِ الْعَبْدِ أَنْ يَعْلَمَ أَمُزْدَادٌ هُوَ أَمْ مُنْتَقِصٌ، وَإِنَّ مِنْ فِقْهِ الرَّجُلِ أَنْ يَعْلَمَ نَزَغَاتِ الشَّيْطَانِ أَنَّى تَأْتِيهِ
“Sesungguhnya di antara tanda kefaqihan seseorang ia memperhatikan kondisi imannya ketika berkurang. Dan di antara tanda kefaqihan seseorang ia mengetahui ketika imannya sedang naik dan ketika sedang berkurang. Dan di antara tanda kefaqihan seseorang ia mengetahui kapan godaan setan datang kepadanya”. (Al-Iman Al-Kabir, II/288).
Tak hanya itu, ketika terjadi penurunan iman dalam dirinya, maka akan terdeteksi dan segera memperbaikinya. Hal ini penting, agar seorang muslim tidak terperosok pada futur yang berlarut-larut.
4. Pandai dalam memilih Sahabat.
Sahabat yang mengingatkan akhirat inilah sahabat yang terbaik. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Furqan Ayat 27:
وَيَوْمَ يَعَضُّ ٱلظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَٰلَيْتَنِى ٱتَّخَذْتُ مَعَ ٱلرَّسُولِ سَبِيلً
Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul”.
Banyak orang yang terjerumus ke dalam lubang kemakisatan dan kesesatan karena pengaruh teman bergaul yang jelek. Namun juga tidak sedikit orang yang mendapatkan hidayah dan banyak kebaikan disebabkan bergaul dengan teman-teman yang shalih.
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
“Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)
5. Tidak Merehkan Dosa-dosa Kecil.
Ibnul Mu’taz berkata: “Tinggalkanlah dosa, baik yang kecil maupun yang besar karena itulah arti taqwa dan berbuatlah seperti orang yang berjalan di atas tanah berduri. Sehingga ia berhati-hati tehadap apa yang ia lihat. Janganlah kamu meremehkan dosa kecil karena gunung itu berasal dari tumpukan kerikil kecil” (Jami’ul Ulum Wal Hikam oleh Ibnu Rajab, I/402).
Demikianlah betapa berbahayanya membiarkan berbagai dosa karena seiring berjalannya waktu, dosa itu akan kian menumpuk bahkan menjadi sebuah kebiasaan bakhkan pelakunya tak merasa berdosa.
6. Mengingat Kematian.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita agar memperbanyak mengingat mati. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺃَﻛْﺜِﺮُﻭﺍ ﺫِﻛْﺮَ ﻫَﺎﺫِﻡِ ﺍﻟﻠَّﺬَّﺍﺕِ ﻳَﻌْﻨِﻰ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕَ
“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian” (HR. Tirmidzi).
Begitu banyaknya manfaat mengingat kematian. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyebut orang yang pintar adalah orang yang mengingat kematian, lalu mempersiapkan kehidupan setelah kematian. Sebagaimana kita ketahui bahwa apabila kita ingin mempersiapkan sesuatu, pasti kita akan sering mengingatnya.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 34:
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ
Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.
Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk istiqomah dalam beribadah dan mengerjakan sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Aamiin.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم