بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Daurah Al-Khor Sabtu Pagi – Masjid At-Tauhid
Syarah Riyadhus Shalihin Bab 46 – 2
🎙️ Ustadz Abu Hazim Syamsuril Wa’di, SH, M.Pd 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
🗓️ Alkhor, 24 Jumadil Akhir 1445 / 6 Januari 2024
باب فضل الحب في الله والحث عَلَيهِ وإعلام الرجل من يحبه، أنه يحبه، وماذا يقول لَهُ إِذَا أعلمه
Bab 46. Keutamaan Dan Anjuran Cinta Karena Allah, Orang Yang Mencintai Dan Memberitahukan Cintanya Kepada Orang Yang Dicintai Dan Jawabannya Untuknya Bila Dia Memberitahukannya
📖 Hadits 1:
– وعن أنسٍ – رضي الله عنه – عن النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: «ثَلاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاوَةَ الإيمانِ: أَنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سَوَاهُمَا، وَأنْ يُحِبَّ المَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إلاَّ للهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ في الكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ الله مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ في النَّارِ». مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.
374. Dari Anas Radhiyallahu’anhu dari Nabi ﷺ , sabdanya: “Ada tiga perkara, barangsiapa yang tiga perkara itu ada di dalam diri seorang, maka orang itu dapat merasakan manisnya keimanan yaitu: (1) jika Allah dan RasulNya lebih dicintai olehnya daripada yang selain keduanya, (2) jika seorang itu mencintai orang lain dan tidak ada sebab kecintaannya itu melainkan karena Allah, dan (3) jika seorang itu membenci untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah dari kekafiran itu, sebagaimana bencinya kalau dilemparkan ke dalam api neraka.” (Muttafaq ‘alaih)
📝 Syarah Hadits:
Hadits ini memiliki makna yang agung, dimana mengajarkan kepada kita nilai rasa (الذَّوْقُ) dalam beribadah. Karena banyak yang beribadah dengan jenis dan waktu yang sama, tetapi memiliki rasa dan nilai yang berbeda, itulah manisnya nilai dalam beribadah.
Maka, orang yang berwudhu di rumah, berdo’a dan berjalan serta menunggu di masjid akan berbeda nilainya dengan orang yang berangkat tergesa-gesa dan berwudhu di masjid. Keduanya berbeda dalam merasakan manisnya iman.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menangis dan mengatakan pada Ibnu Mas’ud ‘cukup, cukup’ saat membaca ayat berikut ini.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku,
“Bacalah Al Qur’an untukku.”
Maka aku menjawab, “Wahai Rasulullah, bagaimana aku membacakan Al Qur’an untukmu, bukankah Al Qur’an diturunkan kepadamu?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku suka mendengarnya dari selainku.”
Lalu aku membacakan untuknya surat An Nisaa’ hingga sampai pada ayat (yang artinya), “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)” (QS. An Nisa’: 41).
Beliau berkata, “Cukup.”
Maka aku menoleh kepada beliau, ternyata kedua mata beliau dalam keadaan bercucur air mata.” (HR. Bukhari no. 4582 dan Muslim no. 800).
Maka nilai ibadah tergantung kepasrahan, ketundukan dan keikhlasan masing-masing pelakunya.
Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Yang dimaksud manisnya iman di sini yaitu bukan seperti manisnya gula atau madu, tetapi manis yang lebih besar dari semua rasa manis. Rasa manis yang didapati oleh seseorang di dalam hatinya, kelezatan yang tidak setara dengan apa pun, ia mendapati kelapangan dalam dadanya, cinta kepada kebaikan, dan cinta kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Jika rasa cinta tertanam di hati manusia, maka akan timbul kecintaan di dalam masyarakat.
1️⃣ Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا
Allâh dan Rasûl-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya.
Dalam hadits ini tidak dikatakan “Kemudian Rasulnya”, karena kecintaan kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikuti dan timbul dari kecintaan kepada Allâh Azza wa Jalla.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih dicintainya melebihi kecintaannya pada orang tuanya, anaknya, bahkan seluruh manusia. (HR. Bukhari Muslim).
Kecintaan manusia kepada Allâh dan Rasûl-Nya wajib didahulukan daripada semua kecintaan manusia kepada apa saja.
Berbeda mencintai Rasul bersama dengan Allâh ﷻ dan mencintai Rasul karena Allâh ﷻ. Karena banyak yang mencintai Rasulullah lebih besar dari pada cintanya kepada Allâh ﷻ. Inilah orang-orang yang ghuluw dalam mencintai Rasulullah ﷺ.
2️⃣ Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَأنْ يُحِبَّ المَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إلاَّ للهِ،
Jika seorang itu mencintai orang lain dan tidak ada sebab kecintaannya itu melainkan karena Allah.
Mencintai di sini bukan karena pangkat, kedudukan atau hal dunia lainnya. Kecintaan bersifat umum seperti halnya kepada binatang. Seperti seekor kucing yang selalu merawat anaknya di musim dingin dia merawatnya di tempat hangat.
Kecintaan di sini bukan karena kecintaan ada maksud dunia atau dalam sisi tabiat, tetapi cinta karena Allâh ﷻ pada orang yang taat menjaga agamanya dan kita mencintai karena Allâh ﷻ.
3️⃣ Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ في الكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ الله مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ في النَّارِ
Jika seorang itu membenci untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah dari kekafiran itu, sebagaimana bencinya kalau dilemparkan ke dalam api neraka.
Dalam teks hadits ini menjelaskan benci kepada kafir setelah dia masuk Islam. Akan tetapi kebanyakan kaum muslimin, lahir langsung dalam keadaan Islam, maka dia termasuk dalam hadits ini, jika dalam hatinya benci kepada kekufuran dan tidak menjerumuskan diri kedalamnya.
Maka, sungguh kasihan, saudara kita yang menjadi kafir karena dunia, dengan mengikuti program kristenisasi.
Beberapa perbedaan cinta karena Allâh ﷻ dan cinta tabiat:
1. Cinta karena Allâh ﷻ menambah ketaatan. Dan berkurangnya cinta sebanding dengan berkurangnya keimanan. Bila semakin taat orang itu, maka dia semakin mencintainya, demikian juga sebaliknya.
Cinta yang biasa tidak ada kaitannya dengan ketaatan. Seperti cinta kepada anak, orang tua dan lainnya. Akan tetapi
2. Cinta kepada Allâh ﷻ ada kelapangan dalam hatinya, bertambah keimanannya.
Cinta yang biasa bisa menjadikan sakit pada dadanya, lemahnya hati dan serasa hatinya dalam genggaman (terikat).
3. Cinta kepada Allâh ﷻ mencintai orang lain sesuai dengan keimanan dan ketakwaan.
Cinta yang biasa tidak melihat sisi ketakwaan. Tetapi atas dasar faktor lainnya.
📖 Fawaid Hadits:
1. Manisnya iman itu dapat dirasakan melalui ketaatan dan kesukaan padanya serta mendahulukannya atas hawa nafsu.
2. Seseorang harus mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih daripada cintanya kepada kedua orang tua, anak, dan bahkan dirinya sendiri serta manusia secara keseluruhan.
3. Hubungan antar orang-orang mukmun itu didasarkan pada kecintaan karena Allah.
4. Kebencian kepada kekufuran itu terwujud dengan menjauhkan diri darinya dan dari berbagai sebabnya serta segala yang mendekatkan diri kepadanya berupa kemaksiatan maupun bid’ah.
Hadits ini mencakup beberapa dasar cinta hakiki yang darinya bercabang manisnya iman, yaitu:
1. Penyempurnaan cinta tersebut, di mana Allah dan Rasul-Nya harus lebih dicintai daripada yang lain, karena kecintaan kepada keduanya tidak cukup hanya dengan dasar cinta, tetapi keduanya harus lebih dicintai dari yang lainnya baik itu harta, orang tua, anak, bahkan dirinya sendiri.
2. Bercabangnya cinta tersebut, yakni dengan mencintai pihak lain karena Allah dan juga membenci karena Allah. Maka, dia harus mencintai apa yang dicintai Allah dan mencintai orang yang dicintai Allah, serta membenci apa yang dibenci oleh Allah dan membenci orang yang dibenci-Nya.
3. Menolak kebalikan dari kecintaan ini, yakni dengan membenci lawan dari keimanan melebihi kebenciannya dilemparkan kedalam Neraka.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلمُ