بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab At-Tibyan fi Adab Hamalat Al-Quran
Karya Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Nefri Abu Abdillah, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Al-Khor, 6 Sya’ban 1446 / 5 Februari 2025.
Kajian Ke-26 | Bab 5: Adab-Adab Pembawa Al-Qur’an.
Eksistensi Kehidupan
– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:
Tidak Mencari Penghidupan dari membaca Al-Qur’an
Yang paling penting dari yang diperintahkan kepada penghafal Al-Qur’an ialah agar berhati-hati untuk tidak menggunakan Alquran sebagai sumber pencaharian dalam penghidupannya.
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Syibil, ia berkata: Rasulullah bersabda:
“Bacalah Alquran dan jangan menggunakannya untuk mencari makan dan jangan menjauhinya dan jangan melampaui batas mengenainya.”
Diriwayatkan dari Jabir dari Nabi ﷺ :
“Bacalah Alquran sebelum datang suatu kaum yang mendirikannya seperti menegakkan anak panah dengan terburu-buru dan mereka tidak mengharapkan hasilnya di masa depan.”
Hadits riwayat Abu Dawud dengan maknanya dari riwayat Sahal bin Sa’ad.
Maksudnya mereka mengharapkan upahnya berupa uang atau ketenaran atau semacam itu.
📃 Penjelasan:
Membaca Al-Qur’an maknanya Mentadaburi makna dan mengamalkannya. Tetapi kebanyakan kaum muslimin hanya sebatas mencari pahala (meskipun ini tidak salah).
وَعَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ حَسَنَةٌ وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا , لاَ أَقُوْلُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ”
رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf, tetapi aliif itu satu huruf, laam itu satu huruf, dan miim itu satu huruf.”
(HR. Tirmidzi, no. 2910. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih). [HR. Tirmidzi, no. 2910. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih].
Tetapi jika mentadaburinya akan mendapatkan dua pahala: pahala membaca dan mentadaburi isi Al-Qur’an.
Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata bahwa tujuan diturunkan Al-Qur’an adalah untuk ditadaburi dan diamalkan, tetapi kebanyakan manusia hanya membaca dan lalai dari memahami.
– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:
Diriwayatkan dari Fudhail bin Amru: Dua orang sahabat Rasulullah masuk masjid. Ketika imam memberi salam, berdiri seorang lelaki lalu membaca beberapa ayat dari Alquran. Kemudian ia meminta upah. Maka salah seorang dari mereka berkata: Innalilahi wa Inna ilaihi Raji’uun. Aku mendengar Rasulullah bersabda:
“Akan datang suatu kaum yang meminta upah dengan bacaan Alquran. Makasih apa yang meminta upah dengan bacaan Alquran, janganlah kalian memberinya.”
Isnad ini terputus, karena Al-Fudhail bin Amru tidak mendengar dari sahabat Nabi.
Adapun mengambil upah karena mengajarkan Alquran, para ulama berbeda pendapat mengenainya:
1. Al imam abu Sulaiman Al khattabi menceritakan larangan mengambil upah karena mengajarkan Alquran dari sejumlah ulama. Di antara mereka adalah Az-Zuhri dan Abu Hanifah.
2. Diriwayatkan dari sejumlah ulama bahwa boleh mengambil upah jika tidak mensyaratkannya. Ini adalah pendapat Hasan Al bashri, Asy-Sya’bi dan Ibnu Sirin.
Atha’, Malik dan Asy-Syafii ulama lainnya berpendapat boleh mengambil upah jika disyaratkan dan memberinya upah dengan akad penyewaan yang shahih, telah diriwayatkan banyak hadis shahih yang membolehkannya.
Para ulama yang melarangnya berhujjah dengan hadits Ubadah bin Shamid bahwa ia mengajarkan Alquran kepada seorang penghuni Shuffah lalu orang itu memberinya hadiah sebuah busur. Maka Nabi berkata kepadanya: “Jika engkau ingin dikalungi dengan kalung dari api dengan pemberian itu, maka terimalah busur itu.”
Ini hadits masyhur yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya. Dan mereka berhujjah pula dengan banyak atsar dari salaf.
Para ulama yang membolehkan menjawab hadits Ubadah dengan dua jawaban:
– Pertama: Dalam isnadnya ada persoalan
– Kedua: Ia menyumbang dengan pengajarannya sehingga tidak berhak mendapat suatu imbalan. Kemudian ia diberi hadiah sebagai imbalan. Maka ia tidak boleh mengambilnya. Lain halnya dengan orang yang mengadakan akad persewaan sebelum pengajaran. Wallahu a’lam.
📃 Penjelasan:
Kesimpulan hukum mengambil upah:
1. Dilarang: mengambil upah untuk ibadah yang sifatnya untuk diri sendiri, seperti shalat, puasa dan lainnya. Asal dalam ibadah, seorang muslim tidak boleh mengambil gaji sebagai pengganti apa yang dia lakukan. Siapa yang berkeinginan ketaatannya untuk (mendapatkan) dunia. Maka dia tidak mendapatkan pahala di sisi Allah ﷻ. (QS. Hud: 15-16).
2. Boleh: jika mengambil upah pada ibadah yang bermanfaat untuk orang lain, seperti ruqyah, dakwah, belajar Al-Qur’an, dan lainnya.
Telah ada dalam sunah nabawi apa yang menguatkan pendapat jumhur.
فعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما أَنَّ نَفَراً مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم مَرُّوا بِمَاءٍ فِيهِمْ لَدِيغٌ ، فَعَرَضَ لَهُمْ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْمَاءِ فَقَالَ : هَلْ فِيكُمْ مِنْ رَاقٍ إنَّ فِي الْمَاءِ رَجُلاً لَدِيغًا ؟ فَانْطَلَقَ رَجُلٌ مِنْهُمْ فَقَرَأَ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ عَلَى شَاءٍ [أي : مجموعة من الغنم]، فَبَرَأَ ، فَجَاءَ بِالشَّاءِ إِلَى أَصْحَابِهِ ، فَكَرِهُوا ذَلِكَ ، وَقَالُوا : أَخَذْتَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْراً ؟ حَتَّى قَدِمُوا الْمَدِينَةَ فَقَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَخَذَ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ أَجْراً ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : (إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ) رواه البخاري ( 5405 ) .
“Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwa sekelompok dari para shahabat Nabi sallallahu alaihi wa sallam melewati perkampungan yang terkena sengatan. Maka salah seorang penduduk perkampungan menawarkan seraya mengatakan, “Apa ada diantara kamu semua orang yang meruqyah. Sesungguhnya ada seseorang terkena sengatan di perkampungan? Maka ada salah seorang diantara mereka pergi dan dibacakan Fatihatul Kitab (dengan imbalan) sejumlah kambing dan sembuh. Maka beliau sambil membawa kambing kembali ke teman-temannya. Sementara mereka tidak menyukainya. Seraya mengatakan, “Apakah kamu mengambil upah dari kitabullah? Sampai mereka di Madinah. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, mengambil upah dari Kitabullah. Maka Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya yang paling berhak anda mengambil upah itu dari kitabullah.” HR. Bukhori, (5405).
Para ulama yang meneruskan kerja-kerja dakwah ini adalah manusia biasa yang juga mempunyai kehidupan seperti orang lain. Mereka perlu mensupport keluarga dan keperluan lain dan semuanya memerlukan uang. Maka, mereka dapat fokus dalam berdakwah tanpa disibukkan dengan bekerja untuk menghidupi keluarga.
Di sisi lain, ada pendakwah yang mematok tarif mahal, dan tentu ini bertentangan dengan prinsip ikhlas dengan membisniskan agama, maka yang tepat adalah hal yang pertengahan. Tujuan utama adalah akhirat sementara upah hanya mengiringi jalan dakwahnya.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم