Tag Archives: Ustadz Wadi

Hadits 12:

وعن أَبي هريرة – رضي الله عنه – عن النَّبيِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: «النَّاسُ مَعَادِنٌ كَمَعَادِنِ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ، خِيَارُهُمْ في الجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ في الإسْلاَمِ إِذَا فَقهُوا، وَالأرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ، فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ، ومَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ». رواه مسلم. وروى البخاري قوله: «الأَرْوَاحُ … » إلخ مِنْ رواية عائشة رضي الله عنها

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Nabi ﷺ sabdanya: “Para manusia ini adalah bagaikan benda logam, sebagaimana juga logam emas dan perak. Orang-orang pilihan diantara mereka di zaman Jahiliyah adalah orang-orang pilihan pula di zaman Islam, jikalau mereka menjadi pandai -dalam hal agama. Ruh-ruh itu adalah sekumpulan tentara yang berlain-lainan, maka mana yang dikenal dari golongan ruh-ruh tadi tentulah dapat menjadi rukun damai, sedang mana yang tidak dikenalinya dari golongan ruh-ruh itu tentulah berselisihan -maksudnya ruh baik berkumpulnya ialah dengan ruh baik, sedang yang buruk dengan yang buruk.” (Riwayat Muslim)

Imam Bukhari meriwayatkan sabda Nabi ﷺ Al-Arwah dan seterusnya itu dari riwayat Aisyah radhiallahu ‘anha.

Keterangan: Dalam menafsiri pengertian perihal ruh itu ada yang saling kenal mengenal yakni ‘Ta’aruf dan ada yang tidak saling kenal-mengenal yakni Tanakur, maka Imam Ibnu Abdissalam berkata sebagai berikut: “Hal itu yakni kenal atau tidak kenal, maksudnya adalah mengenai keadaan sifat. Artinya andaikata Anda mengetahui seorang yang berlainan sifatnya dengan Anda, misalnya Anda seorang yang berbakti kepada Allah dan yang dikenal itu orang yang tidak berbakti atau mengaku ketiadaan Allah, sekalipun kenal orangnya, tetapi tidak saling kenal mengenal jiwa, ruh ataupun faham yang dianutnya. Sebaliknya jika orang itu sama dengan Anda perihal keadaan sifatnya, sama-sama berbaktinya kepada Allah, sama-sama berjuang untuk meluhurkan kalimat Allah, sama-sama membenci kepada kemungkaran dan kemaksiatan, maka selain kenal orangnya, juga sesuai jiwanya, sesuai ruhnya dan sejalan dalam faham yang dianutnya. Oleh sebab itu dalam sebuah hadis lain disebutkan bahwa seorang yang merasa jiwanya itu masih lari atau enggan mengikuti ajakan orang yang mulia dan utama amalannya, pula bagus kelakuannya, hendaknya segera mencari sebab-sebabnya, sekalipun ia sudah mengaku sebagai manusia muslim. Selanjutnya setelah penyakitnya ditemukan, hendaknya secepatnya diubati dan dibuang apa yang menyebabkan ia sakit sedemikian. Cara inilah yang sebaik-baiknya untuk menyelamatkan diri dari sifat yang buruk, sehingga ruhnya dan jiwanya dapat saling berkenalan dengan golongan orang-orang yang baik pula ruh dan jiwanya.”

▪️ Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Mengingat kerusakan homoseks merupakan salah satu kerusakan terbesar, maka hukumannya di dunia dan di akhirat juga merupakan hukuman terberat. Terdapat perbedaan pendapat tentang hukuman
homoseks, apakah lebih berat daripada zina, lebih ringan, ataukah sama saja? Ada tiga pendapat dalam masalah ini:

1. Abu Bakar ash-Shiddiq, ‘Ali bin Abi Thalib, Khalid bin al-Walid, Abdullah bin az-Zubair, ‘Abdullah bin ‘ Abbas, Jabir bin Zaid, ‘Abdullah bin Ma’mar, az-Zuhri, Rabi’ah bin Abdurrahman, Malik, Ishaq bin Rahawaih, Imam Ahmad (berdasarkan riwayat yang paling shahih dari dua riwayat yang datang dari beliau) dan asy-Syafi’i – dalam salah satu pendapatnya- berpendapat bahwa hukuman homoseks lebih berat daripada hukuman zina. Pendapat ini menyatakan bahwa hukuman homoseks adalah dibunuh, bagaimanapun keadaan pelakunya, baik muhshan (sudah menikah) maupun bukan.

2. Atha bin Abi Rabah, al-Hasan al-Bashri, Sa’id bin al-Musayib, Ibrahim an-Nakha’i, Qatadah, al-Auza’i, Asy-Syafi’i -berdasarkan zhahir madzhabnya -Imam Ahmad – berdasarkan riwayat kedua dari beliau–Abu Yusuf, dan Muhammad berpendapat bahwa hukuman homoseks sama dengan hukuman zina.

3. Al-Hakam dan Abu Hanifah berpendapat bahwa hukuman homoseks lebih ringan daripada hukuman zina, yaitu ta`zir (hukuman lain yang tidak ditetapkan syari’at).

Orang-orang yang menganut pendapat ketiga ini beralasan bahwa Allah dan Rasul-Nya belum menetapkan hukuman hadd tertentu dalam maksiat ini sehingga hukumannya adalah ta`zir, seperti orang yang makan bangkai, darah, atau daging babi.

Dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu’anhu bahwasanya Nabi ﷺ bersabda: “Seseorang itu beserta orang yang dicintainya.” (Muttafaq ‘alaih)

Dalam suatu riwayat lain disebutkan: Abu Musa Radhiyallahu’anhu berkata: “Nabi ﷺ ditanya: “Ada seorang mencintai sesuatu kaum, tetapi ia tidak pernah menemui mereka itu, bagaimanakah?” Beliau ﷺ lalu bersabda: “Seseorang itu beserta orang yang dicintainya.” (HR Bukhari Muslim)

وعن ابن مسعود – رضي الله عنه – قَالَ: جاء رجلٌ إلى رَسُولِ الله – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ: يَا رَسُول الله، كَيْفَ تَقُولُ في رَجُلٍ أَحَبَّ قَوْمًا وَلَمْ يَلْحَقْ بِهِمْ؟ فَقَالَ رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم: «المَرْءُ مَعَ مَنْ أحَبَّ». مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.

11. Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu’anhu katanya: “Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah ﷺ lalu berkata: “Ya Rasulullah, bagaimanakah pendapat Tuan mengenai seorang yang mencintai sesuatu kaum, tetapi tidak pernah menemui kaum itu?” [1)] Rasulullah ﷺ bersabda: “Seorang itu beserta orang yang dicintainya.” (Muttafaq ‘alaih)

1) Dalam riwayat Imam Ibnu Hibban ada tambahannya sesudah kata-kata “Walam yalhaq bihim”, sedang tambahannya itu berbunyi: Artinya: “Dan orang itu tidak dapat mengamalkan sebagaimana yang diamalkan oleh kaum yang dicintainya itu.”

Hadits ini merupakan kabar gembira bagi hamba-Nya yang beriman yang bermakna agung. Seseorang terkadang tidak bisa beramal dengan amalan yang banyak dan Allâh ﷻ menyertakan bersama orang-orang yang baik tersebut.

Ada jiwa yang tidak mendorong ke suatu amalan yang baik, maka setidaknya dia mencintai orang yang baik dan mencintai majelis-majelis mereka, jangan sebaliknya. Karena seseorang akan bersama orang yang dicintainya. Minimal kita akan terpacu untuk mengikuti jejak mereka.

Kalau yang menjadi idolanya adalah para artis atau model, atau yang serupanya, maka mereka akan diikutsertakan dengan mereka meskipun tidak ikut dengan mereka karena sebab kecintaan kepada mereka.

Namun jika para Ummahat mencintai para Ummahatul Mukminun (karena tidak bisa dinikahi sahabat Nabi ﷺ yang lain) atau dari perempuan yang bertakwa, maka dia akan dikumpulkan bersama mereka meskipun dia beramal tidak sampai sederajat dengan mereka.

BAB VIII: MENJAGA KESUCIAN DIRI

Pasal: Haramnya Zina dan Menjaga Kemaluan – Lanjutan

Kisah-kisah Su’ul Khotimah

Ustadz mengawali kajian dengan nasehat untuk selalu bersyukur,terutama bagi yang dilapangkan dadanya untuk dapat menghadiri majelis ilmu.

Syaikh Masyhur bin Hasan bin Mahmud Ali Salman Hafidzahullah: Bagi siapa yang dilapangkan dadanya untuk dapat menghadiri majelis-majelis ilmu hendaknya banyak bersyukur, agar nikmat tersebut semakin sempurna dan tidak hilang, dan segala sesuatu yang diinfakkan oleh seseorang akan berkurang kecuali ilmu, sesungguhnya ilmu itu, apabila kamu mengajarkannya atau mempelajarinya, dia akan bertambah, semakin kokoh dan diberkahi Allâh ﷻ padanya. (Kitab At-Ta’liqat Al-Atsariyyah ‘Ala Manzhumah Qowaid Dzakiyyah hal. 21)

Pada pertemuan sebelumnya, penyebab su’ul khotimah:

Hanyut pada dunia dan berangan-angan dengannya.
Berpaling dari akhirat.
Dia lancang dan berani melakukan maksiat kepada Allâh ﷻ.

▪️ Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Mungkin saja kematian mendatanginya sementara kondisinya masih demikian, sehingga ia mendengar (talqin seolah-olah) panggilan dari tempat yang jauh. Ia tidak mengerti maksudnya meskipun hal itu diulang berkali-kali.”

▪️Beliau menceritakan: “Diriwayatkan bahwa salah seorang bawahan an-Nashir” mengalami sakaratul maut. Puteranya pun berkata kepadanya: “Katakanlah: Laa Ilaha illallah”. Bawahan itu malah menjawab: ‘An-Nashir tuanku.’ Puteranya mengulangi lagi tuntunannya, namun ia juga menjawab dengan jawaban yang serupa. Setelah itu ia pingsan. Ketika sadar, ia kembali berkata: “An-Nashir tuanku.”’ Memang, ucapan seperti itu sudah menjadi kebiasaannya. Setiap kali dikatakan kepadanya: “Katakanlah: Laa Ilaha illallah,” dia justru menjawab: “An-Nashir tuanku.” Selanjutnya, dia berkata kepada puteranya tadi: “Hai Fulan, sesungguhnya an-Nashir hanya mengenalmu lewat pedangmu, bunuh, bunuh, ….’ Akhirnya, orang itu pun meninggal.”

Hadits 8:

367 – وعن أَبي هريرة – رضي الله عنه: أن النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: «الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَليَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ». رواه أَبُو داود والترمذي بإسناد صحيح، وَقالَ الترمذي: «حديث حسن».

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu bahwasanya Nabi ﷺ bersabda: “Seorang itu adalah menurut agama kekasihnya -teman atau sahabatnya-. Maka hendaklah seorang dari engkau semua itu melihat -meneliti benar-benar- orang yang dijadikan kekasihnya itu.” Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan isnad shahih dan Imam Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadis hasan.

Kata خَالِلُ bermakna teman dekat atau sahabat. Dan seseorang akan dipengaruhi agamanya oleh teman dekatnya.

Bab ini menjelaskan tentang berteman dengan orang-orang yang baik dan mencintai mereka. Karena agama pasti akan dipengaruhi oleh teman dekatnya. Dan ini tidak bisa dielakkan, sebagaimana Rasulullah ﷺ jelaskan : “Ruh yang baik berkumpulnya dengan ruh yang baik, sedang yang buruk dengan yang buruk.” (Hadits selanjutnya).

Maka jiwa yang baik akan berkumpul dengan jiwa yang baik atau yang semisal dengannya pada hal-hal yang sama. Maka, jika berkumpul dengan yang buruk, akan mempengaruhi satu dengan lainnya. Jiwa akan condong dengan yang satu kesamaan tabiat.

Hati yang memiliki kehidupan akan mampu mendengarkan kebaikan dan akan terus bersama dengan orang yang baik, dan temannya akan menunjukkan kebaikan dunia dan akhirat. Teman yang baik akan mempengaruhi tingkah laku, sikap dan kebiasaan hidupnya, dan dijauhkan dari segala penyakit hati sebab teman yang baik.

▪️ Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Allah mengampuni segala bentuk dosa. Jika taubat mampu menghapuskan seluruh dosa, sampai-sampai perbuatan menyekutukan Allah, membunuh para Nabi serta para wali-Nya, melakukan sihir, berbuat kekufuran, dan sebagainya, maka taubat juga mampu menghapuskan dosa zina tersebut.

Jadi, telah tetap hikmah Allah baginya, sebagai bentuk keadilan dan karunia-Nya, yaitu bahwasanya “Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang sama sekali tidak mempunyai dosa.” (Hadits ini hasan dengan adanya sejumlah penguat).

Allah memberikan jaminan kepada orang yang bertaubat dari Perbuatan syirik, pembunuhan, dan perzinaan berupa penggantian keburukan mereka dengan berbagai macam kebaikan. Inilah hukum umum yang berlaku bagi semua orang yang bertaubat dari dosa-dosanya.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Az-Zumar ayat 53:

۞ قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Tidak ada satu dosa pun yang keluar dari keumuman ayat di atas. Akan tetapi, hal ini khusus bagi orang-orang yang bertaubat.

📖 Hadits 6:

365 – وعن ابن عباس رضي الله عنهما، قَالَ: قَالَ النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم – لِجبريل: «مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَزُورنَا أكثَر مِمَّا تَزُورَنَا؟» فَنَزَلَتْ: {وَمَا نَتَنَزَّلُ إِلاَّ بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ} [مريم: 64]. رواه البخاري.

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma, katanya: “Nabi ﷺ bersabda -kepada- Jibril Alaihissalam: “Apakah sebabnya Tuan tidak suka berziarah pada kami yang lebih banyak lagi -lebih sering- daripada yang Tuan berziarah sekarang ini?” Kemudian turunlah ayat -yang artinya-: Dan kami tidak turun melainkan dengan perintah Tuhanmu. BagiNya adalah apa yang ada di hadapan serta di belakang kita [note 1] dan apa saja yang ada diantara yang tersebut itu.” (Maryam: 64) (Riwayat Imam Bukhari)

✍️ Note 1: Maksudnya ialah bahwa bagi Allah itu adalah semua yang ada di muka dan di belakang kita serta apa pun yang ada diantara keduanya itu, baik mengenai waktu dan tempat. Oleh sebab itu kita semua ini tidak dapat berpindah dari satu keadaan atau tempat kepada keadaan atau tempat yang lain, kecuali dengan perintah dan kehendak Allah sendiri.

📖 Hadits 7:

366 – وعن أَبي سعيد الخدري – رضي الله عنه – عن النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: «لا تُصَاحِبْ إلاَّ مُؤْمِنًا، وَلاَ يَأْكُلْ طَعَامَكَ إلاَّ تَقِيٌّ». رواه أَبُو داود والترمذي بإسناد لا بأس بِهِ.

Dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu’anhu dari Nabi ﷺ , sabdanya: “Janganlah engkau bersahabat, melainkan -dengan- orang yang mu’min dan janganlah makan makananmu itu kecuali orang yang bertaqwa.” Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan isnad yang tidak mengapa untuk dijadikan pegangan.

Hadits ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa kita diperintahkan menjadikan orang-orang beriman sebagai teman dekat. Kata pepatah Arab, as sohib sahib, sahabat itu bisa menyeret. Punya sahabat yang buruk (keadaan agamanya), terkadang kita merasa aman dari pengaruh buruknya, namun tanpa sadar kita terseret sedikit-demi-sedikit.

Yang dimaksud dengan “janganlah makan makananmu itu kecuali orang yang bertaqwa” adalah mengundang makan dan bercengkerama seperti teman dekat. Adapun memberi makan berdasarkan kebutuhan si penerima, maka tidak mengapa dengan harapan disertai dengan nasehat yang baik.

Wanita Dinikahi karena Empat Hal

📖  Hadits 5:

364 – وعن أَبي هريرة – رضي الله عنه – عن النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: «تُنْكَحُ المَرْأَةُ لأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَلِجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاك». مُتَّفَقٌ عَلَيهِ. ومعناه: أنَّ النَّاسَ يَقْصدونَ في العَادَة مِنَ المَرْأةِ هذِهِ الخِصَالَ الأرْبَعَ، فَاحْرَصْ أنتَ عَلَى ذَاتِ الدِّينِ، وَاظْفَرْ بِهَا، وَاحْرِصْ عَلَى صُحْبَتِها.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhudari Nabi ﷺ sabdanya: “Seorang wanita itu dikawini karena empat perkara, yaitu karena ada hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena teguh agamanya. Maka dari itu dapatkanlah -yakni usahakanlah untuk memperoleh- yang mempunyai keteguhan agama, tentu kedua tanganmu merasa puas -yakni hatimu menjadi tenteram.” (Muttafaq ‘alaih).

Adapun maknanya hadis di atas itu ialah bahwasanya para manusia itu dalam ghalibnya menginginkan wanita itu karena adanya empat perkara di atas itu, tetapi engkau sendiri hendaklah menginginkan lebih-lebih yang beragama teguh. Wanita sedemikian itulah yang harus didapatkan dan berlumbalah untuk mengawininya.

Hadits ini menjelaskan kriteria memilih pasangan hidup dalam perkawinan. Perempuan memiliki hak khiyar (hak dalam memilih baik fisik, pekerjaan, kesehatan, keturunan dan lainnya). Hadits ini juga menjelaskan latar belakang pernikahan dilihat dari tujuannya karena ada hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena teguh agamanya. Akan tetapi, dalam hal ini hendaknya dipilih yang sekufu (sebanding).

Syaikh Dr. Amir Bahjad Hafidzahullah menjelaskan, apabila nadzhar (melihat) dan kemungkinan besar pada dirinya akan ditolak, maka haram hukumnya untuk melihat. Karena ini termasuk mempermainkan si wanita.

Karena Hartanya…

Permasalahan saat ini segala permasalahan diawali dengan permasalahan masalah harta. Seperti bisa jadi si wanita bekerja sebagai pegawai, atau memiliki banyak harta warisan baik dari suami atau bapaknya. Dan suami yang baru biasanya terkadang terlilit hutang yang akhirnya menjadi tanggungan isteri juga. Atau di sisi lain jika si wanita bekerja, terkadang si suami tidak bertanggung jawab memberi nafkah yang menjadi kewajibannya dengan alasan si wanita sudah bekerja dan memiliki penghasilan. Allohul musta’aan.

Sampai ada calon istri yang memberikan syarat agar suami tidak berhak menanyakan harta yang ada pada isteri dari hasil jerih payahnya. Maka, hendaknya mempertimbangkan meminang seseorang karena hartanya. Jika harta ada cinta berkembang, jika harta habis maka Cinta pun lepas… Waliyadzubillah…

Fenomena Zina Merupakan Tanda Kehancuran Alam dan Tanda Kiamat

▪️ Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Dalam penyebutan dosa besar ini (zina) secara khusus seusai shalat Gerhana terdapat suatu rahasia indah, yang hanya diketahui oleh orang-orang yang mengamatinya secara saksama, yaitu fenomena zina merupakan tanda kehancuran alam, sekaligus merupakan salah satu tanda-tanda hari Kiamat.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Ash-Shahihain, dari Anas bin Malik, dia berkata: “Sungguh, aku akan menyampaikan suatu hadits yang belum pernah disampaikan kepada kalian. Aku mendengarnya dari Rasulullah ﷺ, bahwasanya beliau bersabda:

“Di antara tanda-tanda hari Kiamat adalah hilangnya ilmu, tampaknya kebodohan, ramainya peminum khamer, maraknya perzinaan, sedikitnya pria, dan banyaknya wanita. Sampai-sampai, lima puluh orang wanita diurus oleh seorang pria.” (HR. Al-Bukhari (no. 81) dan Muslim (no. 2671).

Hadits ini bukan dimaksud bolehnya menikahi 50 wanita. Tetapi banyaknya perbandingan pria dan wanita sebagai tanda-tanda hari kiamat.

▪️ Syarah oleh Syeikh Abdurrazaq Al-Badr Hafidzahullah:

Banyaknya perbuatan zina ini merupakan tanda-tanda datangnya hari kiamat. Dan ini merupakan fase kehancuran dunia. Dimana munculnya ciri-ciri hilangnya ilmu, tampaknya kebodohan, ramainya peminum khamer, maraknya perzinaan, sedikitnya pria, dan banyaknya wanita merupakan dekatnya hari kiamat.

▪️ Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Sunnatullah berlaku atas para hamba-Nya, yakni tatkala zina telah tampak, Allâh ﷻ menjadi sangat murka sehingga bumi pasti merasakan dampak dari kemurkaan-Nya, sebagai hukumannya.

“Abdullah bin Mas’ud berkata: “Tidaklah tampak zina dan riba pada suatu daerah, melainkan Allah telah mengizinkan kehancurannya.”

Salah seorang pendeta Bani Isra’il pernah melihat puteranya sedang menggoda seorang wanita, lalu ia berkata: “Tenanglah, hai anakku,” Kemudian, pendeta tadi terjatuh dari tempat tidurnya sehingga jaringan syaraf tulang punggungnya terputus, sedangkan isterinya keguguran. Maka dikatakan kepadanya: “Beginikah kemarahanmu karena-Ku? Selamanya, tidak akan ada kebaikan bagi keturunanmu!”

▪️ Syarah oleh Syeikh Abdurrazaq Al-Badr Hafidzahullah:

Pembahasan ini telah lewat diantara hukuman bagi pelaku dosa. Seperti dijelaskan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah yang menjelaskan atsar dari Ibnu Mas’ud tentang berita dari Bani Israil.

Mengetahui hukum-hukum akibat dosa akan memperingatkan orang untuk lari darinya. Dan ini dirujuk dari kitab Uqubat karya Ibnu Abi Dunya dan dicetak, satu bagian dikhususkan untuk menjelaskan hukuman dan akibatnya.

Pentingnya Teman yang Baik dalam Bergaul dan Perumpamaan Teman yang Baik 

📖  Hadits 4:

363 – وعن أَبي موسى الأشعري – رضي الله عنه – أن النبي – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: «إِنَّمَا مَثلُ الجَلِيسِ الصَّالِحِ وَجَلِيسِ السُّوءِ، كَحَامِلِ المِسْكِ، وَنَافِخِ الْكِيرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ: إمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ ريحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الكِيرِ: إمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا مُنْتِنَةً». مُتَّفَقٌ عَلَيهِ. (يُحْذِيكَ): يُعْطِيكَ.

Dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu’anhu bahwasanya Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya perumpamaan kawan yang baik dan kawan yang buruk adalah sebagai pembawa minyak misik -yang baunya harum- dan peniup perapian -pandai besi. Pembawa minyak misik ada kalanya memberikan minyaknya padamu, atau engkau dapat membelinya, atau -setidak-tidaknya- engkau dapat memperoleh wanginya -bau yang harum daripadanya. Adapun peniup perapianmu, maka ada kalanya akan membakarkan pakaianmu atau engkau akan memperoleh bau yang busuk daripadanya.” (Muttafaq ‘alaih)

📖  Hadits 5:

364 – وعن أَبي هريرة – رضي الله عنه – عن النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: «تُنْكَحُ المَرْأَةُ لأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا، وَلِحَسَبِهَا، وَلِجَمَالِهَا، وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاك». مُتَّفَقٌ عَلَيهِ. ومعناه: أنَّ النَّاسَ يَقْصدونَ في العَادَة مِنَ المَرْأةِ هذِهِ الخِصَالَ الأرْبَعَ، فَاحْرَصْ أنتَ عَلَى ذَاتِ الدِّينِ، وَاظْفَرْ بِهَا، وَاحْرِصْ عَلَى صُحْبَتِها.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhudari Nabi ﷺ sabdanya: “Seorang wanita itu dikawini karena empat perkara, yaitu karena ada hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena teguh agamanya. Maka dari itu dapatkanlah -yakni usahakanlah untuk memperoleh- yang mempunyai keteguhan agama, tentu kedua tanganmu merasa puas -yakni hatimu menjadi tenteram.” (Muttafaq ‘alaih) Adapun maknanya hadis di atas itu ialah bahwasanya para manusia itu dalam ghalibnya menginginkan wanita itu karena adanya empat perkara di atas itu, tetapi engkau sendiri hendaklah menginginkan lebih-lebih yang beragama teguh. Wanita sedemikian itulah yang harus didapatkan dan berlumbalah untuk mengawininya.