Tag Archives: Ustadz Wadi

381. Dari Mu’az Radhiyallahu’anhu, katanya: “Saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Allah ‘Azzawajalla berfirman: “Orang-orang yang saling cinta-mencintai karena keagunganKu, maka mereka itu akan memiliki mimbar-mimbar dari cahaya yang diinginkan pula oleh para nabi dan para syahid -mati dalam peperangan untuk membela agama Allah-.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadis hasan shahih.

📝 Syarah Hadits:

Hadits ini menjelaskan tentang keinginan para nabi dan syuhada terhadap Orang-orang yang saling cinta-mencintai karena Allâh ﷻ. Dimana mereka akan memiliki mimbar-mimbar dari cahaya.

Inilah sifat hasad yang diperbolehkan, dinamakan ghibthah. Ingin agar semisal dengan orang lain, namun tidak menginginkan nikmat orang lain hilang.

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

“Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.” [HR. Bukhari no. 73 dan Muslim no. 816].

Sifat hasad yang buruk kelak akan dihilangkan dari penduduk surga dan akan ditambah pada penduduk neraka.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:

“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa di hadapan mereka; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. (166)

Dari Albara’ bin ‘Azib radhiallahu’anhuma dari Nabi ﷺ bahwasanya beliau bersabda mengenai golongan sahabat Anshar: “Tidak mencintai kaum Anshar itu melainkan orang mu’min dan tidak membenci mereka itu melainkan orang munafik; barangsiapa yang mencintai mereka, maka ia dicintai oleh Allah dan barangsiapa membenci mereka, maka mereka dibenci oleh Allah.” (Muttafaq ‘alaih).

📝 Syarah Hadits:

Hadits di atas amat jelas telah mewajibkan kita untuk mencintai semua sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , baik sahabat dari kalangan Muhajirin maupun Anshar.

Asal-usul kaum Anshar

Istilah kaum ‘Anshar’ hanya melekat pada dua suku, Aus dan Khazraj yang tinggal menetap di Madinah. Sebelumnya, mereka dikenal dengan Bani Qailah. Qailah adalah ibu yang menyatukan mereka. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaih wasallam menamakan mereka dengan sebutan Anshar sebagaimana tertuang dalam hadits di atas (dan hadits lainnya) dan selanjutnya menjadi simbol nama yang melekat erat pada mereka.

377. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu pula, katanya: Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman pada hari kiamat: “Manakah orang-orang yang saling cinta-mencintai karena keagunganKu? Pada hari ini mereka itu akan saya beri naungan pada hari tiada naungan melainkan naunganKu sendiri.” (Riwayat Muslim)

378. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, katanya: “Rasulullah ﷺ bersabda: “Demi Zat yang jiwaku ada di dalam genggaman kekuasaanNya, engkau semua tidak dapat masuk syurga sehingga engkau semua beriman dan engkau semua belum disebut beriman sehingga engkau semua saling cinta-mencintai. Sukakah engkau saya beri petunjuk pada sesuatu yang apabila itu engkau semua lakukan, maka engkau semua dapat saling cinta-mencintai? Sebarkanlah ucapan salam antara engkau semua.” (Riwayat Muslim)

379. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu pula dari Nabi ﷺ bahwasanya ada seorang lelaki berziarah kepada seorang saudaranya di suatu desa lain, kemudian Allah memerintah seorang malaikat untuk melindunginya di sepanjang jalan,” kemudian diuraikannya hadis itu sampai kepada sabdanya: “Sesungguhnya Allah itu mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu itu karena Allah.” (Riwayat Muslim) hadis ini telah disampaikan dalam bab yang sebelum ini -lihat hadis no.260.

Terdapat solusi dari pokok masalahnya (penyakit homoseks ini). Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia juga menurunkan obatnya.

Pembicaraan tentang terapi penyembuhan penyakit ini berkisar pada dua jalan berikut ini:

1. Mencegah faktor-faktor pendukungnya sebelum terkena penyakit ini.
2. Menghilangkan penyakit ini setelah terkena penyakit ini.

Keduanya merupakan perkara mudah bagi orang yang dimudahkan Allah. Sebaliknya, orang-orang yang tidak dibantu oleh Dia akan terhalang darinya. Sungguh, kendali dari seluruh perkara berada di tangan-Nya.

Jalan pencegahan dari timbulnya penyakit ini meliputi dua cara…..

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu dari Nabi ﷺ sabdanya: “Ada tujuh macam orang yang akan dapat diberi naungan oleh Allah dalam naunganNya pada hari tiada naungan melainkan naunganNya [1] -yakni pada hari kiamat-, yaitu: imam -pemimpin atau kepala- yang adil, pemuda yang tumbuh -sejak kecil- dalam beribadah kepada Allah Azza wa jalla, seorang yang hatinya tergantung -sangat memperhatikan- kepada masjid-masjid, dua orang yang saling cinta-mencintai karena Allah, keduanya berkumpul atas keadaan yang sedemikian serta berpisah pun demikian pula, seorang lelaki yang diajak oleh wanita yang mempunyai kedudukan serta kecantikan wajah, lalu ia berkata: “Sesungguhnya saya ini takut kepada Allah,” -ataupun sebaliknya yakni yang diajak itu ialah wanita oleh seorang lelaki-, seorang yang bersedekah dengan suatu sedekah lalu menyembunyikan amalannya itu -tidak menampak-nampakkannya-, sehingga dapat dikatakan bahwa tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh tangan kanannya dan seorang yang ingat kepada Allah di dalam keadaan sepi lalu melelehkan airmata dari kedua matanya.” [2] (Muttafaq ‘alaih)

Notes:

[1] Naungan Tuhan ini dapat diartikan secara sebenarnya yakni naungan dari ‘arasy nya Tuhan, tetapi dapat pula diartikan sebagai kinayah yakni dalam lindungan Tuhan dan ditempatkan di tempat yang dimuliakan.

[2] Meleleh air matanya, maksudnya ialah karena ingatannya memusat betul-betul kepada Allah, merasa banyak dosa yang dilakukan, juga karena amat rindu untuk segera bertemu denganNya dalam keadaan diridhai olehNya.

Menyamakan persetubuhan sesama pria dengan perbuatan lesbi yang dilakukan oleh kaum wanita termasuk qiyas yang salah. Sebab, tidak ada peristiwa “masuknya kemaluan” pada perbuatan lesbi. Lesbi itu setara dengan percumbuan antar pria yang tanpa disertai masuknya kemaluan.

Disebutkan dalam sebagian atsar yang marfu’ “Jika seorang wanita mendatangi wanita yang lain maka keduanya adalah pezina.”

———

Penggalan hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi (VIII/233), dari Abu Musa, dan beliau mendha’ifkan hadits ini dengan ucapannya, “Muhammad bin “Abdurrahman tidak saya kenal, hadits ini munkar dengan sanad ini.”

Hal ini dikomentari oleh penulis kitab al-Jauhar an-Naqi dengan menyatakan bahwa Muhammad adalah perawi yang dikenal, tetapi berada dalam kedustaan. Al-Hafizh Ibnu Hajar menjadikan kondisi ini sebagai cacat hadits tersebut dalam at-Talkhiisul Habiir (V/55).

——–

Namun, tidak terdapat hukuman hadd atas perbuatan ini, disebabkan tidak adanya peristiwa masuknya kemaluan. Meskipun demikian, perbuatan tersebut dikategorikan ke dalam zina yang bersifat umum, seperti halnya zina mata, tangan, kaki, dan mulut.

– وعن أنسٍ – رضي الله عنه – عن النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: «ثَلاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاوَةَ الإيمانِ: أَنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سَوَاهُمَا، وَأنْ يُحِبَّ المَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إلاَّ للهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ في الكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ الله مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ في النَّارِ». مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.

374. Dari Anas Radhiyallahu’anhu dari Nabi ﷺ , sabdanya: “Ada tiga perkara, barangsiapa yang tiga perkara itu ada di dalam diri seorang, maka orang itu dapat merasakan manisnya keimanan yaitu: (1) jika Allah dan RasulNya lebih dicintai olehnya daripada yang selain keduanya, (2) jika seorang itu mencintai orang lain dan tidak ada sebab kecintaannya itu melainkan karena Allah, dan (3) jika seorang itu membenci untuk kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah dari kekafiran itu, sebagaimana bencinya kalau dilemparkan ke dalam api neraka.” (Muttafaq ‘alaih)

Hadits ini memiliki makna yang agung, dimana mengajarkan kepada kita nilai rasa (الذَّوْقُ) dalam beribadah. Karena banyak yang beribadah dengan jenis dan waktu yang sama, tetapi memiliki rasa dan nilai yang berbeda, itulah manisnya nilai dalam beribadah.

Maka, orang yang berwudhu di rumah, berdo’a dan berjalan serta menunggu di masjid akan berbeda nilainya dengan orang yang berangkat tergesa-gesa dan berwudhu di masjid. Keduanya berbeda dalam merasakan manisnya iman.

Dalam bab ini dijelaskan empat poin:

Keutamaan cinta karena Allâh ﷻ
Benci karena Allâhﷻ
Memberitahukan orang yang dicintainya
Menjawab orang yang mencintai dirinya

📖 Mukadimah

Imam An-Nawawi Rahimahullah membawakan ayat-ayat Al-Qur’an:

قَالَ الله تَعَالَى: مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ ٱللَّهِ ۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلْكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَىٰهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنًا ۖ سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ ٱلسُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى ٱلتَّوْرَىٰةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِى ٱلْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْـَٔهُۥ فَـَٔازَرَهُۥ فَٱسْتَغْلَظَ فَٱسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِۦ يُعْجِبُ ٱلزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ ٱلْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًۢا [الفتح: 29]

Allah Ta’ala berfirman: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (al-Fath: 29)

Hadits 15:

وعن ابن عمر رضي الله عنهما، قَالَ: كَانَ النَّبيُّ – صلى الله عليه وسلم – يزور قُبَاءَ رَاكِبًا وَمَاشِيًا، فَيُصَلِّي فِيهِ رَكْعَتَيْنِ. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ. وفي رواية: كَانَ النَّبيُّ – صلى الله عليه وسلم – يَأتي مَسْجِد قُبَاءَ كُلَّ سَبْتٍ رَاكبًا، وَمَاشِيًا وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَفْعَلُهُ.

373. Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, katanya: “Nabi ﷺ berziarah ke Quba'[*)] sambil berkendaraan serta berjalan, kemudian beliau bershalat dua rakaat.” (Muttafaq ‘alaih)

Dalam riwayat lain disebutkan: “Nabi ﷺ mendatangi masjid Quba’ setiap hari Sabtu sambil berkendaraan dan berjalan dan Ibnu Umar juga melakukan seperti itu.”

Keutamaan Masjid Quba

Seperti yang dijelaskan dalam hadits di atas bahwa pahalanya dihitung seperti umroh, tetapi perlu diketahui bahwa ini bisa dicapai jika seseorang bersuci dari rumahnya ketika menuju masjid quba tersebut sebagaimana yang disebutkan dalam hadits “Barangsiapa bersuci di rumahnya”.

*) Masjid Quba adalah masjid yang pertama kali yang dibangun dalam Islam. Quba’ adalah sebuah desa yang jaraknya dari Madinah ada sefarsakh atau kira-kira 5 km. Di situ ada masjidnya yang terkenal, yakni masjid yang didirikan oleh Nabi ﷺ yang pertama kali, sedang yang kedua ialah masjid Nabawi di Madinah.

Dalam riwayat lain, Dari Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَطَهَّرَ فِى بَيْتِهِ ثُمَّ أَتَى مَسْجِدَ قُبَاءٍ فَصَلَّى فِيهِ صَلاَةً كَانَ لَهُ كَأَجْرِ عُمْرَةٍ

“Siapa yang bersuci di rumahnya, lalu ia mendatangi masjid Quba’, lantas ia melaksanakan shalat di dalamnya, maka pahalanya seperti pahala umrah.” (HR. Ibnu Majah, no. 1412, An-Nasai, no. 700. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Hadits ini menjelaskan investigasi Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu yang mencari seseorang dari Yaman, berdasarkan wahyu dari Rasulullah ﷺ dan ini menunjukkan benarnya perkataan Rasulullah ﷺ.

Umar bin Khathab mencari Uwais bin ‘Amir dengan menanyakan asal yang umum sampai ke yang khusus agar tidak salah orang. Beliau memulai dengan menyebut asal dari Murad kemudian dari Qaran kemudian bekas penyakit kulit yang berbekas.

Uwais bin ‘Amir adalah orang yang mustajab do’anya karena sangat berbakti kepada ibunya. Sehingga Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebut agar Umar memohon untuk dimintakan ampun.

Uwais bin ‘Amir memiliki sifat yang qona’ah dan tawadhu, tidak mau dimuliakan dan lebih menyukai sebagai golongan masyarakat miskin pada umumnya, tidak memanfaatkan untuk dinaikkan kedudukannya padahal Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu menawarkan untuk dipermudah urusan safarnya. Dia hanya berkata “Saya lebih senang menjadi golongan manusia yang fakir miskin.”

Hadits ini juga menyebut keadaan zaman ini, dimana orang melihat seseorang dari penampilan fisiknya yang kaya agar dia menghormatinya. Hingga pada hadits kedua orang-orang mencela Uwais bin ‘Amir Al-Qarni.