Tag Archives: Ustadz Wadi

Mukadimah

📖 Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 58:

وَالَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوْا فَقَدِ احْتَمَلُوْا بُهْتَانًا وَّاِثْمًا مُّبِيْنًا ࣖ

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, maka sungguh, mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.

Dan orang-orang yang menyakiti kaum mukminin dan mukminat dengan ucapan maupun perbuatan tanpa adanya dosa yang mereka lakukan seperti perbuatan jahat yang mengharuskan untuk disakiti, maka sesungguhnya mereka telah melakukan kedustaan dan dosa yang jelas.

Menyakiti di sini secara umum dengan cara apapun baik itu dengan perkataan maupun perbuatan. Seperti cacian, celaan maupun pukulan dan semuanya hukumnya haram.

Tetapi, jika menyakiti karena perbuatan yang mereka lakukan seperti memotong tangan karena mencuri, rajam atau cambuk bagi pezina, maka hal ini tidak termasuk dalam larangan ini.

Imam Ibnu Katsir 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 dalam menafsirkan ayat ini menjelaskan dengan memberi contoh perbuatan ghibah. Sebagaimana hadits Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tahukah engkau apa itu ghibah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Ia berkata, “Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain.” Beliau ditanya, “Bagaimana jika yang disebutkan sesuai kenyataan?” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika sesuai kenyataan berarti engkau telah mengghibahnya. Jika tidak sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya.” (HR. Muslim no. 2589).

Hadits ke-3:

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah ﷺ mengirimkan seorang untuk memimpin sepasukan tentara ke medan peperangan. Orang itu suka benar membaca untuk kawan-kawannya dalam shalat mereka dengan Qulhu wallahu ahad -surat Al-Ikhlash- sebagai penghabisan bacaannya. Setelah mereka kembali, hal itu mereka sampaikan kepada Rasulullah ﷺ , lalu beliau bersabda: “Coba tanyakanlah pada orang itu, mengapa melakukan yang semacam itu?” Mereka sama bertanya padanya, kemudian orang itu menjawab: “Sebab itu adalah sifatnya Allah yang Maha Penyayang, maka dari itu saya senang sekali membacanya.” Maka bersabdalah Rasulullah ﷺ. -setelah diberitahu jawaban orang itu-: “Beritahukanlah padanya bahwasanya Allah Ta’ala mencintainya.” (Muttafaq ‘alaih)

Kata سَريَّةٍ bermakna peperangan yang tidak diikuti Rasulullah ﷺ di dalamnya (sekelompok kecil tentara). Jadi Nabi ﷺ hanya mengutus utusannya saja. Dalam sebuah riwayat utusan itu bernama Kultsum, meskipun ada riwayat dengan nama lain.

Dinamakan سَريَّةٍ karena diutus diam-diam, dan jumlahnya di atas seratus. Jika kurang dari seratus namanya ًبعث.

Jika jumlahnya sekitar 800 dinamakan جيش (Jaisy) atau Tentara. Jika 4000 orang dinamakan Jundun (جندن)

Di dalam hadits ini dia yang mengimami mereka yang selalu ditutup dengan Surat al-ikhlas. Yaitu menutup bacaan ayatnya dengan قل هو الله أحد.

Inilah sunnah Rasulullah ﷺ, yang menjadi imam adalah sang pemimpin atau penguasa wilayah, termasuk di rumah, meskipun sedikit hafalannya.

Dari Abu Hurairah 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾 pula dari Nabi ﷺ, sabdanya: “Jikalau Allah Ta’ala itu mencintai seorang hamba, maka Dia memanggil Jibril untuk memberitahukan bahwa Allah mencintai si Fulan, maka cintailah olehmu -hai Jibril- si Fulan itu. Jibril lalu mencintainya, kemudian ia mengundang kepada seluruh penghuni langit memberitahukan bahwa Allah mencintai si Fulan, maka cintailah olehmu semua -hai penghuni-penghuni langit- si Fulan itu. Para penghuni langitpun lalu mencintainya. Setelah itu diletakkanlah penerimaan baginya -yang dimaksudkan ialah kecintaan padanya- di kalangan penghuni bumi.” (Muttafaq ‘alaih)

Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala apabila mencintai seorang hamba, lalu memanggil Jibril kemudian berfirman: “Sesungguhnya Saya mencintai si Fulan, maka cintailah ia.” Jibril lalu mencintainya. Seterusnya Jibril memanggil pada seluruh penghuni langit lalu berkata: “Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan, maka cintailah olehmu semua si Fulan itu.” Orang itupun lalu dicintai oleh para penghuni langit. Selanjutnya diletakkanlah penerimaan -kecintaan- itu baginya dalam hati para penghuni bumi. Dan jikalau Allah membenci seorang hamba, maka dipanggillah Jibril lalu berfirman: “Sesungguhnya Saya membenci si Fulan itu, maka bencilah engkau padanya.” Jibril lalu membencinya, kemudian ia memanggil semua penghuni langit sambil berkata: “Sesungguhnya Allah membenci si Fulan, maka bencilah engkau semua padanya.” Selanjutnya diletakkanlah rasa kebencian itu dalam hati para penghuni bumi.”

Inilah asset yang terbaik!

Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad al-Badr 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 dalam al-Fawâid al-Mantsûrah membawakan beberapa hadits berikut:

Dari Anas Radhiyallahu anhu , beliau mengatakan, ” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ada tujuh hal yang pahalanya akan tetap mengalir bagi seorang hamba padahal dia sudah terbaring dalam kuburnya setelah wafatnya (yaitu) : Orang yang yang mengajarkan suatu ilmu, mengalirkan sungai, menggali sumur, menanamkan kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf atau meninggalkan anak yang memohonkan ampun buatnya setelah dia meninggal.

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam Kasyful Astâr, hlm. 149. hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam shahihul Jami’, no. 3602.

Juga hadits dari Abu Umamah al-Bahili Radhiyallahu anhu dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

Ada empat hal yang pahalanya tetap mengalir bagi pelakunya setelah meninggalnya (yaitu) orang yang meninggal saat menjaga perbatasan dalam jihad fi sabilillah, orang yang mengajarkan ilmu dia akan tetap diberi pahala selama ilmunya itu diamalkan; Orang yang bersedekah maka pahalanya akan tetap mengalir selama sedekah itu masih ada; dan orang yang meninggalkan anak shalih yang mendo’akannya [HR. Ahmad (5/260-261); ath-Thabrani, no. 7831. Hadits ini dinilai hasan Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahîh al-Jâmi, no. 877].

Bab 47. Tanda-tanda Kecintaan Allah Kepada Seorang Hamba dan Anjuran untuk Berakhlak Dengannya serta Berusaha untuk Mendapatkannya.

📖 Hadits 1:

385. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu , katanya: “Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman -dalam hadis Qudsi: “Barangsiapa yang memusuhi waliku (kekasihKu), maka Aku memberitahukan padanya bahwa ia akan Kuperangi -Kumusuhi. Tidaklah seorang hambaKu itu mendekat padaKu dengan sesuatu yang amat Kucintai lebih daripada apabila ia melakukan apa-apa yang telah Kuwajibkan padanya. Tidaklah seorang hambaKu itu mendekat padaKu dengan melakukan hal-hal yang sunnah, sehingga akhirnya Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya, maka Akulah telinganya yang ia pakai untuk mendengarkan, Akulah matanya yang ia pakai untuk melihat, Akulah tangannya yang ia pakai untuk mengambil dan Aku pulalah kakinya yang ia pakai untuk berjalan. Jikalau ia meminta sesuatu padaKu, pasti Kuberi dan jikalau ia mohon perlindungan padaKu, pasti Kulindungi.” (Riwayat Imam Bukhari)

Hadits ini adalah hadits Qudsi yakni hadits yang disampaikan Nabi ﷺ yang menyatakan firman-firman Allah selain yang tercantum dalam al-Quran.

Beberapa ungkapan yang indah yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah pada penyebutan kekhususan empat perkara pendengaran, penglihatan, tangan, dan kaki. “Aku bersama pendengarannya, yang ia mendengar dengannya, penglihatannya, yang ia melihat dengannya, tangannya, yang ia mengambil dengannya, dan kakinya, yang ia berjalan dengannya…”

Kenapa dikhususkan empat perkara ini, padahal seseorang memiliki panca indera yang lain, karena digunakan sebagai sarana – indra untuk mengetahui (pendengar dan penglihatan) dan mengerjakan perbuatan (tangan dan kaki). Masuk ke hati melalui pendengaran dan penglihatan, oleh karena itu Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 36:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا

Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.

Melalui pendengaran dan penglihatan akan masuk banyak perkara ke dalam hati diikuti gerakan tangan dan kaki. Maka kalo hati Itu bergerak maka badan bergerak, kaki melangkah dan tangan bergerak. Melangkah ke arah cinta atau benci. Gerakan badan ini mengikuti segumpal daging ini (hati).

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam Kitabnya Madarijus Salikin berkata: kecintaan kepada Allah ﷻ bagi para wali-Nya, nabi-nabiNya dan rasul-rasulNya adalah sifat tambahan dari kasih sayangNya, kebaikan-kebaikanNya dan juga pemberian-pemberianNya. Ini adalah dampak atau efek dari kecintaan tersebut. Maka tatkala Allah ﷻ mencinta mereka, mereka akan memperoleh rahmat-Nya, cintaNya dengan sempurna.

📖 Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:

قَالَ الله تَعَالَى: {قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ} [آل عمران: 31]،

Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah -wahai Muhammad-, jikalau engkau semua mencintai Allah, maka ikutilah saya, tentu engkau semua dicintai oleh Allah, serta Allah mengampuni dosamu semua dan Allah itu adalah Maha Pengampun lagi Penyayang.” (Ali-Imran: 31)

Ayat ini dinamakan ayat ujian, karena hati itu ketika mengaku cinta kepada Allâh, maka Allah ﷻ menurunkan ayat ini sebagai ujian. Untuk membedakan mana yang jujur dan yang mengaku saja.

Jika dia mengikuti Nabi ﷺ maka menunjukkan kebenaran yang ada padanya. Kalau seseorang mencintai Allah ﷻ maka Allah ﷻ akan mencintainya. Inilah buah yang sangat besar, jika kita mencintai Nabi-Nya maka Allah ﷻ akan mencintai kita.

Pada ayat ini ada isyarat tentang cinta, buahnya dan faedahnya. Maka bukti dan cinta itu adalah ittiba kepada Nabi ﷺ. Faedahnya adalah cinta Allah ﷻ pada kalian. Maka seseorang yang ingin menunjukkan cintanya kepada Allah ﷻ, dia harus mencintai Rasulullah ﷺ, konsekuensinya Allah ﷻ akan mencintainya.

Dan tidaklah seorang hamba mendekat kepada-Ku; yang lebih aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku fardhukan kepadanya. Hamba-Ku terus-menerus mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku pun mencintainya. Bila Aku telah mencintainya, maka Aku pun menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia pakai untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia pakai untuk berjalan. Bila ia meminta kepada-Ku, Aku pun pasti memberinya. Dan bila ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pun pasti akan melindunginya.” [Shahih Bukhari].

Hadits ilahi yang mulia ini—yang oleh orang bertabiat buruk dan berhati keras tidak dapat dipahami makna dan tujuannya mengkhususkan sebab-sebab cinta-Nya dalam dua perkara:

1. Melaksanakan perkara-perkara yang wajib.
2. Mendekatkan diri kepada-Nya dengan perkara-perkara yang sunnah.

Hadits 11:

وعن أنس – رضي الله عنه: أنَّ رَجُلًا كَانَ عِنْدَ النَّبيِّ، – صلى الله عليه وسلم – فَمَرَّ رَجُلٌ بِهِ، فَقَالَ: يَا رَسُول الله، أنِّي لأُحِبُّ هَذَا، فَقَالَ لَهُ النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم: «أأعْلَمْتَهُ؟» قَالَ: لاَ. قَالَ: «أَعْلِمْهُ»، فَلَحِقَهُ، فَقَالَ: إنِّي أُحِبُّكَ في الله، فَقَالَ: أَحَبَّكَ الَّذِي أَحْبَبْتَنِي لَهُ. رواه أَبُو داود بإسناد صحيح

385. Dari Anas 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾 bahwasanya ada seorang lelaki yang berada di sisi Nabi ﷺ, lalu ada seorang lelaki lain berjalan melaluinya, lalu orang yang di dekat beliau berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya mencintai orang ini.” Nabi ﷺ bertanya: “Adakah engkau sudah memberitahukan padanya tentang itu?” Ia menjawab: “Tidak -belum saya beritahukan.” Nabi ﷺ bersabda: “Beritahukanlah padanya.” Orang yang bersama beliau lalu menyusul orang yang melaluinya tadi, lalu berkata: “Sesungguhnya saya mencintaimu.” Orang itu lalu menjawab: “Engkau juga dicintai oleh Allah yang karena Allah itulah engkau mencintai aku.”

Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.

Hadits ini mengandung perintah agar memberitahukan bahwa seseorang mencintainya karena Allah ﷻ.

Tatkala Allah mengetahui besarnya kerinduan para wali-Nya untuk bertemu dengan-Nya, bahwasanya hati-hati mereka tidak mendapatkan petunjuk tanpa pertemuan dengan-Nya, maka Allah pun menetapkan janji dan waktu agar mereka dapat bertemu dengan-Nya, tidak lain supaya jiwa-jiwa mereka tenteram dengan perjumpaan itu.

Kehidupan yang paling baik dan bahagia secara mutlak adalah kehidupan orang-orang yang mencinta dan memendam rindu. Kehidupan mereka adalah sebenar-benar kehidupan yang damai. Tidak ada kehidupan hati yang lebih baik, lebih nikmat, dan lebih tenang daripadanya. Inilah kehidupan baik yang sesungguhnya, sebagaimana firman Allah ﷻ :

مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik… (An-Nahl ayat 97)