Tag Archives: Ustadz Nefri

Iman kepada hari berbangkit adalah salah satu aqidah dasar dan rukun Iman yang enam, dimana belum dikatakan beriman seorang muslim jika tidak beriman kepada adanya hari kiamat. Siapa yang mengingkari adanya kebangkitan, maka dia telah kafir kepada Allâh ﷻ hal ini salah satu bagian keyakinan pokok dalam Islam. Diantara sebab kekufuran orang-orang musyrik Qurays adalah mereka tidak percaya akan adanya hari berbangkit.

Iman kepada hari akhir selalu disandingkan dengan iman kepada Allâh ﷻ, ini menunjukkan pentingnya iman kepada hari akhir.

“Orang-orang yang kafir mengatakan, bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan.” (QS. At-Taghabun: 7)

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 18:

اِنَّمَا يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللّٰهَ ۗفَعَسٰٓى اُولٰۤىِٕكَ اَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ

“Sesungguhnya yang (pantas) memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, mendirikan salat, menunaikan zakat, serta tidak takut (kepada siapa pun) selain Allah. Mereka itulah yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.”

💡 Definisi beriman kepada hari berbangkit: Meyakini segala sesuatu tragedi atau kejadian-kejadian yang akan berlaku setelah kematian seseorang sampai masuknya ke dalam surga atau neraka.

Cakupan iman kepada hari berbangkit ada tiga pokok:
1. Mengimani kejadian setelah kematian dan nikmat dan adzab di dalam kubur.
2. Tanda-tanda hari kiamat.
3. Mengimani proses hari berbangkit di padang mahsyar sampai masuknya manusia ke dalam surga atau neraka.

Tafsir Surat As-Syura ayat 38-41

📖 Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat As-Syura ayat 38:

وَالَّذِيْنَ اسْتَجَابُوْا لِرَبِّهِمْ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَۖ وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْۖ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۚ

dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka,

Dan orang-orang yang menerima seruan Tuhan dan mendirikan shalat, dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka.

Ibnu Zaid berkata: Meraka adalah orang-orang Anshar yang berada di Madinah. Mereka adalah 12 orang delegasi dari kota Madinah sebelum hijrah Nabi ﷺ. Yang mereka berbaiat kepada Nabi ﷺ dan siap menolong Nabi jika berhijrah ke Madinah. Sebelumnya Nabi ﷺ pernah mengutus Mus’ab bin Umair Radhiyallahu’anhu untuk berdakwah di Madinah. Beliau sahabat yang kaya dan masih muda.

Ayat ini merupakan lanjutan penjelasan ayat-ayat sebelumnya, tentang kesempurnaan Islam dalam mengisi kehidupan, bahwa hidup adalah milik Allâh ﷻ untuk akhirat , akhlak Muslim adalah beriman dan bertawakkal kepada Allâh ﷻ, menjauhi dosa-dosa besar dan maksiat. Ayat ini berisi sifat mereka yang menyambut segala seruan Allâh ﷻ.

Mereka tunduk untuk menaatiNYa, memenuhi seruanNYa dan tujuan mereka pun adalah keridaanNYa dan tujuan akhir mereka adalah meraih kedekatan denganNYa. termasuk memenuhi seruan Allah adalah menegakkan shalat dan menunaikan zakat.

Shalat terbaik adalah shalat yang mendekati sunnah-sunnah Rasulullah ﷺ. Baik yang lahir dan yang batinnya, yang fardhu dan yang sunnahnya.

Dan mereka menginfakan sebagian dari izki yang kami berikan kepada mereka, ” infak yang wajib seperti zakat, infak terhadap kerabat dekat dan yang semisal mereka, dan infak yang Sunnah seperti bersedekah kepada masyarakat awam.

Sifat Kematian: Dibenci Dan Menakutkan

Tidak diragukan dunia ini adalah negri sementara, semua yang ada didalamnya akan berujung kebinasaan. Adapun akhirat adalah negri keabadian, semuanya akan berada dalam kekekalan, apakah kekal dalam kenikmatan atau azab yang menakutkan. Dan kita didunia bagaikan seorang pejalan kaki yang terus menuju sebuah kepastian yaitu kematian.

Namun tabi’at asal setiap manusia membenci kematian, bahkan mereka ingin kekal dalam kehidupan ini. Seperti halnya orang kafir, mereka begitu mencintai dunia dan segala gemerlapnya, mereka berangan-angan andai bisa hidup 1000 tahun lagi. Allah mengungkap angan-angan orang yahudi yang begitu benci kematian dan ingin hidup lama didunia. Allâh ﷻ berfirman:

وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَىٰ حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا ۚ يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَنْ يُعَمَّرَ ۗ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ

“Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masingmasing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekalikali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan”. (QS. Al-Baqarah: 96)

Hal yang paling mendasar membuat seseorang benci kematian adalah dosa, maksiat, kecintaan berlebihan kepada dunia, dan itu dominan ada pada orang kafir secara umum, yahudi secara khusus dan sebagian orang muslim yang keimanan mereka rapuh, berlebihan mencintai dunia.

Allâh ﷻ berfirman terkait perangai watak orang Yahudi:

قُلْ إِنْ كَانَتْ لَكُمُ الدَّارُ الْآخِرَةُ عِنْدَ اللَّهِ خَالِصَةً مِنْ دُونِ النَّاسِ. فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ. وَلَنْ يَتَمَنَّوْهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ

“Katakanlah: “Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar. Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selamalamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri), dan Allah Maha Mengetahui siapa orang-orang yang aniaya”. (QS. Al-Baqarah: 94-95)

Bentuk Penyimpangan Keimanan Kepada Para Nabi dan Rasul

Pertama : Tidak beriman kepada salah satu Nabi Allâh ﷻ, tidak membenarkan risalahnya, maka dia kafir keluar dari Islam.

Mendustai satu orang rasul, sama dengan mendustai seluruh Rasul. Seperti orang Yahudi dan Nasrani. Allâh ﷻ berfirman:

كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوْحِ ِۨالْمُرْسَلِيْنَ ۚ

“Kaum Nuh telah mendustakan para rasul”. (QS. As-Syu’ara: 105)

Kata الْمُرْسَلِيْنَ sebagai maf’ulun bih (objek) yang merupakan jamak dari Rasul. Allâh ﷻ mengatakan bahwa umat Nabi Nuh alaihissalam telah mendustakan para Rasul, padahal Rasul yang didustakan hanya Nabi Nuh saja. Kata para ulama, ini dalil yang menunjukkan bahwa mendustai seorang nabi atau rasul, seakan mendustai semua para Rasul. Umat Islam satu-satunya umat yang beriman kepada para nabi dan rasul. Umat Islam beriman kepada Nabi Isa bin Maryam alaihissalam. Karena sebagian umat Nasrani meyakini bahwa kita umat Islam tidak beriman kepada Nabi Isa alaihissalam. Kita katakan, bahwa keimanan seorang muslim tidak sempurna sampai ia beriman kepada Nabi Isa bin Maryam alaihissalam.

Kedua: Mengolok, menyakiti dan memberi nama, sifat yang tidak baik terhadap para nabi Allâh ﷻ.

Seperti orang Yahudi dan Nasrani, mereka menuduh para nabi berbuat Zina, minum khamar dan lainnya. Dengan tujuan untuk memuluskan perbuatan dosa dan syahwat mereka, dalihnya kalau para nabi saja mabuk dan berzina, apalagi umatnya. Demikian juga memberi nama atau gelar kepada salah seorang nabi dengan konotasi negative seperti “Preman”. Sungguh menyakiti utusan sama dengan menyakiti Zat Yang Mengutus. Allâh ﷻ berfirman:

اِنَّ الَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ لَعَنَهُمُ اللّٰهُ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ وَاَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُّهِيْنًا

Sesungguhnya (terhadap) orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan azab yang menghinakan bagi mereka. (QS Al-Ahzab : 57).

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ اٰذَوْا مُوْسٰى فَبَرَّاَهُ اللّٰهُ مِمَّا قَالُوْا ۗوَكَانَ عِنْدَ اللّٰهِ وَجِيْهًا ۗ

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu seperti orang-orang yang menyakiti Musa, maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka lontarkan. Dan dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah. (QS Al-Ahzab : 69).

Tafsir Surat As-Syura ayat 30-37

🏷️ Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat As-Syura ayat 30::

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).

Ayat ini memberikan penjelasan bahwa setiap orang akan ditimpa musibah yang tidak disukai orang, namun memiliki hikmah yang besar.

Ayat ini di awali dengan sighat nakirah yang bermakna umum, apapun musibah yang menimpa kita adalah karena kesalahan kita sendiri. Setiap perbuatan yang dilakukan akan ada konsekuensinya.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8)

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Al Zalzalah: 7-8)

Dan orang yang paling berat ujiannya adalah para nabi. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الأنبياء ثم الأمثل فالأمثل فيبتلى الرجل على حسب دينه فإن كان دينه صلبا اشتد بلاؤه وإن كان في دينه رقة ابتلى على حسب دينه فما يبرح البلاء بالعبد حتى يتركه يمشى على الأرض ما عليه خطيئة

“(Orang yang paling keras ujiannya adalah) para nabi, kemudian yang semisalnya dan yang semisalnya, diuji seseorang sesuai dengan kadar agamanya, kalau kuat agamanya maka semakin keras ujiannya, kalau lemah agamanya maka diuji sesuai dengan kadar agamanya. Maka senantiasa seorang hamba diuji oleh Allah sehingga dia dibiarkan berjalan di atas permukaan bumi tanpa memiliki dosa.” (HR. At-Tirmidzy, Ibnu Majah, berkata Syeikh Al-Albany: Hasan Shahih).

Maka dunia adalah tempatnya ujian. Hasan Al-Bashri Rahimahullah berkata “Dunia adalah tempat kerja bagi orang yang disertai perasaan tidak senang dan tidak butuh kepadanya; dan dunia merasa bahagia bersamanya atau dalam menyertainya. Barangsiapa menyertainya dengan perasaan ingin memilikinya dan mencintainya, dia akan dibuat menderita oleh dunia serta diantarkan pada hal-hal yang tidak tertanggungkan oleh kesabarannya.”

Sesuatu Yang Pasti

Dua hal yang pasti adalah rezeki dan kematian. Keduanya sudah ditetapkan kepada masing-masing insan.

Semua manusia yakin dan sepakat akan adanya kematian, tidak seorangpun yang mengingkarinya, bahkan orang kafir atheis sekalipun. Namun sebagian orang kafir hanya ragu dan mengingkari adanya hari berbangkit dan hari pembalasan.

{ وَقَالُواْ مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا ٱلدُّنۡيَا نَمُوتُ وَنَحۡيَا وَمَا يُهۡلِكُنَآ إِلَّا ٱلدَّهۡرُۚ وَمَا لَهُم بِذَٰلِكَ مِنۡ عِلۡمٍۖ إِنۡ هُمۡ إِلَّا يَظُنُّونَ }

Dan mereka berkata, “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” Tetapi mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka hanyalah menduga-duga saja.  (QS. Al-Jatsiyah: 24)

{ زَعَمَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ أَن لَّن يُبۡعَثُواْۚ قُلۡ بَلَىٰ وَرَبِّي لَتُبۡعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلۡتُمۡۚ وَذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٞ }

Orang-orang yang kafir mengira, bahwa mereka tidak akan dibangkitkan. Katakanlah (Muhammad), “Tidak demikian, demi Tuhanku, kamu pasti dibangkitkan, kemudian diberitakan semua yang telah kamu kerjakan.” Dan yang demikian itu mudah bagi Allâh. (QS: At-Taghabun: 7)

Berkata Umar bin Abdul Aziz rahimahullah:  “Aku tidak pernah melihat sesuatu yang pasti dan yakin kecuali keyakinan manusia akan datangnya kematian, namun sangat disayangkan sedikit dari mereka yang mau mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Seakan mereka orang yang ragu”. ( Al-Jaami’ Liahkami Al-Quran 10/64 Imam Al-Qurtubi).

Hamid Al-Qusairi Rahimahullah berkata:  “Setiap kita benar-benar yakin dengan adanya kematian, namun kita tidak melakukan persiapan untuk menghadapinya. Setiap kita yakin dengan adanya surga, namun kita tidak melakukan amal kebaikan untuk mendapatkannya. Setiap kita yakin dengan adanya neraka, namun kita tidak merasa takut terhadapnya. Lantas apa yang membuat kalian berbangga? Apa yang kalian harapkan dari dunia? Kematian, dia yang pertama kali datang kepada kalian dengan membawa berita dari Allah, kebaikan atau berita buruk. Wahai saudaraku! Persiapkanlah perjalanan menuju Allah dengan sebaikbaiknya”. (Mukhtasar Minhaj Al-Qosidin 1/384, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi).

Allâh ﷻ adalah Zat Yang Maha Ghaib, manusia tidak akan mampu melihatNya karena keagungan dan kebeasaran-Nya. Maka untuk mengenalkan tentang ZatNya, apa yang diinginkan Allâh ﷻ dan apa yang dibenci-Nya, maka Allâh ﷻ mengutus para nabi dan rasul sebagai penyampai dan penjelas risalah kepada para hamba-Nya. Allâh ﷻ berfirman:

اَللّٰهُ يَصْطَفِيْ مِنَ الْمَلٰۤىِٕكَةِ رُسُلًا وَّمِنَ النَّاسِۗ اِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌۢ بَصِيْرٌ ۚ

Al-Hajj ayat 75: Allah memilih para utusan(-Nya) dari malaikat dan dari manusia. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.

Salah satu rukun iman yang wajib bagi setiap muslim adalah beriman bahwa Allâh ﷻ telah mengutus para nabi dan rasul untuk manusia, ada yang Nama dan kabarnya dikisahkan kepada kita ada yang tidak diceritakan.

Iman kepada Para Nabi dan Rasul meliputi beberapa perkara pokok:

Pertama: Iman keberadaan dan nama-nama Para Nabi dan Rasul yang dikabarkan Al-Quran dan As-Sunnah.

Nama-nama Para Nabi dan Rasul dalam Al-Qur’an berjumlah 25. Jumlah Para Nabi dan Rasul sangat banyak, dalam satu riwayat disebutkan jumlah mereka 124.000 Nabi dan Rasul. Jumlah Rasul 315. Yang disebutkan dalam Al-Quran 25 Nabi dan Rasul. 5 Rasul Ulul ‘Azmi.

▪️ Secara urutan zaman nama-nama Nabi dan Rasul sebagai berikut: Adam, Idris, Nuh, Hud, Sholeh, Syu’aib, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Ya’qub, Yusuf, Yunus, Ayyub, Zulkifli, Harun, Musa, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa’, Zakariyya, Yahya, ‘Isa bin Maryam, Muhammad ﷺ.

▪️ Ulul ‘Azmi dari mereka hanya 5 Rasul, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad ﷺ.

▪️Khalilan (dua kekasih Allah k)) adalah Ibrahim dan Muhammad ﷺ.

▪️ Nama-nama Nabi yang disebutkan dalam sebagian atsar diantaranya adalah Nabi Syist, Yusya bin Nun, Nabi Daniyal, Samu’il, Thalut.

Kematian yang kita kenal adalah berpisahnya ruh dengan jasad. Kematian akan menghampiri siapapun tanpa tebang pilih. Ia tidak akan membedakan antara simiskin atau orang kaya, tua atau muda, pejabat atau buruh, jika takdir dan rezki telah sempurna, maka ajal akan menjemputnya. Ketika ruh sudah berpisah meninggalkan badan maka disaat itulah kematian telah menyampari seorang insan.

Kematian ada tiga: Kematian kecil, Kematian besar dan Kematian sebenarnya.

• Pertama : Kematian kecil, bersifat sementara yaitu tidur. Karena tidur adalah saudara maut.

Dari Huzaifah bin Al-Yaman Radhiyallahu’anhu berkata:  “Nabi ﷺ jika hendak beranjak tidur beliau membaca: “Dengan nama-Mu aku wafat dan hidup”. Jika telah bangun dari tidur beliau membaca: “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kita setelah mewafatkan kita, dan kepada Allah kita akan berkumpul”. (HR. Bukhari (no. 6312).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:  “Apabila salah seorang dari kalian ingin tidur maka hendaklah ia mengibas kasurnya dengan ujung sarungnya, karena ia tidak tahu apa yang menempati tempat tidur itu sepeninggalnya, kemudian hendaklah ia membaca: “Dengan Nama-Mu wahai Rabb-ku aku meletakkan punggungku, dan dengan Nama-Mu aku bangun. Jika engkau mewafatkan ruhku maka rahmatilah ia, jika engkau kembalikan kejasadku maka jagalah ia sebagimana engkau menjaga hamba-hamba-Mu yang shaleh”. (Sahih Bukhari (no. 6320) Muslim (no. 2714).

Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu’anhu, seseorang bertanya kepada Nabi ﷺ  “Apakah penduduk surga tidur?” Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidur adalah saudara kematian, dan penghuni surga tidak tidur dan tidak akan wafat”. (HR. Al-Baihaqi dalam Al-Ba’tsu wa An-Nusyru 1/257 (no. 439).

• Kedua: Kematian besar, yaitu berpisahnya jasad dengan ruh, dan itu merupakan perpindahan dari alam dunia menuju alam barzakh, sifatnya sementara.

Karena setelahnya manusia akan hidup di alam berikutnya. Allâh ﷻ berfirman: ِ

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”. (QS. Ali-Imran: 185)

Para ulama memberi defenisi tentang Al-Qur’an:

“Kalamullah (firman Allah) yang diturunkan dari langit kepada Nabi Muhammad ﷺ penutup para nabi dan rasul, melalui perantaraan Jibril alaihissalam dengan suara dan huruf, sebagai Mu’jizat lafazh dan maknanya, ditulis dalam mushaf, beribadah bagi yang membacanya, mudah dihafal dalam dada, di riwayatkan dengan cara Mutawatir, dimulai dari surat Al-Fatihah, dan di akhiri surat An-Nas”.

Lihat kitab Mabaahist fii ‘Ulumi Al-Quran 1/325, syaikh Manna’ Al-Qattan. Bayaanu Al-Ma’aanii 2/294, karya Abdul Qadir Ali Ghazii. Mausu’ah ‘Uluumi Al-Quran 1/26 karya Abdul Qadir Muhammad Mansur Ad-Da’wah ilaa At-Tamassuk bi Al-Quran 1/11 Dr. Abdurrahim bin Muhammad.

💡 Dalil-dalil definisi di atas:

“Dan sesungguhnya Al Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas”. (QS. As-Syu’ara: 192-195)

“Alif laam miim. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa”. (QS. Al-Baqarah: 1-2)

Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhu , Rasulullah ﷺ bersabda: “Siapa saja yang membaca satu huruf dari Kitabullah (Al-Quran), maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dilipatkan menajdi sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan Alif Laam Miim itu satu huruf, akan tetapi Aliif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf”. (HR. At-Tirmizi (no. 2910).

Diriwayatkan dari Hafs ibnu ‘Inan Al-Hanafi Rahimahullah, bahwa sahabat Abu Hurairah radhiallahu’anhu berkata:

“Sungguh rumah yang dibaca Al-Quran didalamnya akan terasa luas bagi penghuninya, dihadiri Malaikat, syaithan akan lari darinya, akan banyak kebaikan. Sebaliknya rumah yang tidak dibaca Al-Quran didalamnya maka akan terasa sempit bagi penghuninya, Malaikat akan lari dari rumahnya, syaithan akan hadir didalamnya, dan sedikit kebaikannya”. (Hadits Mauquf, perkataan Abu Hurairah diriwayatkan oleh Imam Ad-Darimi (w. 255 H) dalam sunannya 4/2085 (no. 3325). Dishahihkan oleh Syaikh Husain Salim Asad Ad-Daarini).

Malaikat Maut dan Hakikat Kematian

Malaikat yang ditugaskan oleh Allah untuk mencabut nyawa setiap hamba disebut dengan Malakul Al-Maut. Malaikat maut ketika mencabut nyawa seorang muslim yang beriman mereka akan perlakukan dengan lemah lembut, adapun orang kafir diperlakukan dengan kasar. Allâh ﷻ berfirman:

وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ ۖ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ

Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. (QS. Al-An’am: 93)

وَٱلنَّٰزِعَٰتِ غَرْقًا وَٱلنَّٰشِطَٰتِ نَشْطًا

“Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut”. (QS. An-Nazi’at: 1-2)

Imam Ibnu Jarir At-Tabari Rahimahullah berkata: “Mereka adalah para Malaikat yang bertugas mencabut nyawa anak Adam, dan yang dicabut adalah ruh-ruh manusia”. (Tafsir Ibnu Jarir At-Tabari 24/185)

Berkata Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu’anhuma: “(Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras) yaitu ruh orangorang kafir yang dicabut kemudian ditarik dengan keras, kemudian dibenamkan kedalam neraka”. (Tafsir Ibnu Katsir 8/312).

Berkata Sa’id bin Jubair Rahimahullah:  “Ruh mereka dicabut dengan kuat, kemudian dibenamkan, kemudian dibakar, kemudian dicampakkan ke dalam api neraka”. (Tafsir Ibnu Jarir At-Tabari 24/185, Tafsir Al-Qurtubi 19/190).

Berkata Imam Al-Baghawi Rahimahullah: “Dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut” yaitu para Malaikat yang mencabut nyawa orang beriman dengan lembut dan kasih sayang”. (Ma’alimu at-Tanzil 5/204).

Berkata Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu’anhuma: “Yaitu ruh orang beriman begitu bahagia untuk keluar dari badan dikala kematian, karena kemuliaan yang dilihatnya. Karena Allah memperlihatkan surga kepadanya sesaat sebelum kematian”. (Ma’alimu at-Tanzil 5/204).