Tag Archives: Ustadz Nefri

Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallohu ‘anha , katanya:

أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم: أن ننزل الناس منازلهم (رواه أبو داود في سننه والبزار في مسنده قال الحاكم أبو عبد الله في علوم الحديث هو حديث صحيح)

“Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa sallam menyuruh kami menempatkan orang-orang sesuai dengan kedudukan mereka.”

(Riwayat Abu Dawud dalam Sunnannya dan Al-Bazzar dalam Musnadnya. Abu Abdillah Al-Hakim berkata dalam Ulumul hadits, derajat hadits sahih).

Sunan Abu Dawud no. 4842, Bab “Menempatkan Orang Sesuai Dengan Kedudukannya”. Diriwayatkan pula secara ‘mu’allaq’ oleh Imam Muslim dalam Muqaddimah kitab Sahihnya.  Dalam sanadnya ada ‘inqitha’’ (terputus) dan dinilai dha’if oleh al-Albani dalam Tahqiq Riyadhus Shalihin.

Dalam hadits di atas Rasulullah ﷺ menempatkan para sahabat sesuai dengan ilmu dan kondisi setiap individu. Akan tetapi dalam hal dosa dan pelanggaran, beliau bersikap tegas. Seperti tatkala Sahabat Usamah bin Zaid 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾 yang membunuh ssseorang yang telah mengucapkan kalimat tauhid dengan tuduhan hanya berpura-pura, sementara Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa urusan hati adalah urusan Allah ﷻ sementara manusia hanya melihat dari sisi lahiriah saja. (Lihat hadits Muttafaqun alaihi).

Bahkan kepada orang kafir. Rasulullah ﷺ menyebutkan posisi sesuai dengan kedudukannya, seperti saat mengirim surat kepada para pembesar Romawi.

Demikian juga terhadap isteri-isteri beliau, selalu menempatkan mereka di atas akhlak yang baik.

Allah azza wa jalla berfirman:

ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى ٱلْقُلُوبِ

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari tetakwaan hati.” (Al-Hajj: 32).

Itulah yang Allah perintahkan berupa tauhid, memurnikan ibadah kepada-Nya, serta menjauhi berhala-berhala dan ucapan dusta. Dan barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar agama ini -diantaranya; penyembelihan hadyu dan manasik haji- maka pengagungan tersebut merupakan bentuk ketakwaan hati terhadap Tuhannya.

Terdapat bimbingan Nabi untuk senantiasa memperhatikan amalan batin/hati, berusaha untuk memperbaikinya; karena taqwa itu tempatnya di hati, dan sebagai barometer kebaikan pada diri seseorang.

Untuk meraih derajat surga, kondisi amalan manusia memiliki kualitas yang berbeda-beda. Baik dari kesungguhan, keikhlasan dan lainnya.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-an’am ayat 132:

وَلِكُلٍّ دَرَجٰتٌ مِّمَّا عَمِلُوۡا ؕ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعۡمَلُوۡنَ‏ ١٣٢

Dan masing-masing orang ada tingkatannya, (sesuai) dengan apa yang mereka kerjakan. Dan Tuhanmu tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.

Dalam Surat Ali ‘Imran Ayat 162 – 163:

أَفَمَنِ ٱتَّبَعَ رِضْوَٰنَ ٱللَّهِ كَمَنۢ بَآءَ بِسَخَطٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَمَأْوَىٰهُ جَهَنَّمُ ۚ وَبِئْسَ ٱلْمَصِيرُ

Apakah orang yang mengikuti keridhaan Allah sama dengan orang yang kembali membawa kemurkaan (yang besar) dari Allah dan tempatnya adalah Jahannam? Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.

هُمْ دَرَجَٰتٌ عِندَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ بَصِيرٌۢ بِمَا يَعْمَلُونَ

(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.

Hasan Al-Bashri Rahimahullah menafsirkan makna هُمْ دَرَجَٰتٌ Maknanya adalah beberapa derajat bagi orang yang melakukan kebaikan dan orang yang melakukan keburukan.

Rasulullah ﷺ bersabda :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ »

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim no. 2392)

Hadits ini termasuk dalam Jawami’ al-Kalim (Jawami’ al-Kalim maksudnya adalah kemampuan di mana dengan itu beliau mampu menyampaikan kalimat ringkas, namun maknanya amat luas dengan susunan yang bagus, tidak menyusahkan dan membuat pemikiran kita mudah memahaminya)

Perawi bernama Abdurrahman Ibnu Sakhr Ad-Dausi Al-Yamani 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾 yang dikenal dengan Abu Hurairah.

Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah menyatakan: Hadits ini memiliki 2 penafsiran yang benar, yaitu:

– Pertama: Sesungguhnya orang beriman keimanannya menahan dia dari hal-hal yang terlarang (haram), sedangkan orang kafir bebas berbuat semaunya.

– Kedua: Jika melihat pada hasil akhir yang akan didapatkan, orang beriman meskipun menjadi orang yang paling merasakan nikmat (di dunia), jika dibandingkan dengan tempat kembalinya nanti di surga (kenikmatan di dunia itu) bagaikan penjara. Sedangkan orang kafir kebalikannya. Kalaupun orang kafir itu menjadi manusia yang paling sengsara (di dunia), namun jika dibandingkan dengan di neraka (nanti), (kehidupan di dunia) adalah surga bagi dia. (Badaa-iul Fawaaid 3/177)

Hadits 2-1:

Diriwayatkan dari Abi Mas’ud Ali Anshari Al-Badri dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda:

يَؤُمُّ اْلقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ ،

“Yang paling layak mengimami shalat orang banyak (laki-laki) ialah yang paling pandai membaca Kitabullah ta’ala di antara mereka.” Hadits riwayat Muslim.

Hadits 2-2:

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: Para ahli baca Al-Qur’an yang hadir di majelis Umar dan tempat musyawarahnya adalah orang-orang dewasa dan pemuda. (Hadits riwayat Bukhari dalam kitab Sahihnya).

Hadits ke-5:

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِقْرَؤُوْا القُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ القِيَامَةِ شَفِيْعًا لِأَصْحَابِهِ . رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Bacalah Al-Qur’an karena pada hari kiamat, ia akan datang sebagai syafaat untuk para pembacanya.” [HR. Muslim, no. 804]

Hadits ke-6:

وعن ابن عمر رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم: قال

Dari Ibnu Umar Radhiyallohu ‘anhuma, dari Nabi Shallallohu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:

لا حسد إلا في اثنتين 1 – رجل آتاه الله القرآن فهو يقوم به آناء الليل وآناء النهار 2 – ورجل آتاه الله مالا فهو ينفقه آناء الليل وآناء النهار )رواه البخاري ومسلم(

“Tidak boleh iri hati kecuali kepada dua macam orang: yaitu orang yang diberi Allah Ta’ala pengetahuan tentang Al-Qur’an dan diamalkannya sepanjang malam dan siang; dan orang yang dianugerahi Allah Ta’ala harta, kemudian dia menginfakkannya sepanjang malam dan siang.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang membaca Al-Qur’an dan ia mahir membacanya, maka ia bersama para malaikat yang mulia (bersih dari maksiat) dan taat dalam kebaikan. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata dan merasa kesulitan ketika membacanya, maka baginya dua pahala.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 4937 dan Muslim, no. 798]

Dari Abu Musa Al-Asy’ary radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Permisalan orang yang membaca Al-Qur’an bagaikan buah utrujah, bau dan rasanya enak. Permisalan orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an bagaikan buah kurma, tidak beraroma, tetapi rasanya manis. Permisalan orang munafik yang membaca Al-Qur’an bagaikan raihanah, baunya menyenangkan, tetapi rasanya pahit. Permisalan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an bagaikan hanzhalah, rasa dan baunya pahit dan tidak enak.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 5059 dan Muslim, no. 797]

Dalam hadits disebutkan,

إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ

“Sesungguhnya Allah mengangkat derajat seseorang dengan kitab ini (Al Qur’an) dan merendahkan yang lain dengan kitab ini.” (HR. Muslim no. 817, dari ‘Umar bin Al Khattab)

Al-Qur’an tidak akan pernah menjadi usang, meskipun selalu diulang-ulang atau perubahan zaman. Allah ﷻ memudahkannya untuk diingat dan dihafal oleh anak-anak kecil dan menjamin keasliannya dari segala bentuk perubahan dan kejadian yang akan mengubahnya. Al-Qur’an tetap dipelihara dengan pujian Allah ﷻ dan anugerah-Nya sepanjang masa. Dia memilih orang-orang yang pandai dan cakap untuk memelihara ilmu-ilmu Al-Qur’an dan mengumpulkan di dalamnya setiap ilmu yang dapat melapangkan dada orang-orang yang mempunyai keyakinan.

Dengan perantara kekasih-Nya ini, Dia menghapuskan penyembahan terhadap berhala-hala tak berdaya. Allah ﷻ memuliakannya dengan Al-Qur’an sebagai mukjizat yang kekal dari zaman ke zaman. Dengannya Dia mengajar seluruh makhluk, manusia dan jin dan mendiamkan orang-orang yang menyimpang dan sombong, serta menjadikannya penyubur bagi hati orang-orang yang memiliki mata hati dan ma’rifat.

Kitab At-Tibyan mengulas banyak hal tentang akhlak atau adab yang harus dijaga saat berinteraksi dengan Al-Qur’an, ditulis/dikarang oleh Imam Abi Zakariya Muhyiddin Yahya ibn Syarafuddin An-Nawawi dari Damaskus, atau familiar disebut Imam An-Nawawi.

Kitab Al-Tibyan adalah Panduan bagaimana cara mengagungkan dan membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar serta hukum Fikih lainnya. Berisi 10 Bab di dalamnya.

Kitab sejenis yang dikarang para ulama antara lain:
▪️Akhlaq ahlul Qur’an oleh Muhammad bin Al Husein bin Abdillah Al-Baghdadi Al-Ajurri 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
▪️At-Tibyaan fi Syarh Akhlaq Hamalatil Qur’an oleh Syaikh Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
▪️Kitab Tibyan fi aqsamil-Qur’an oleh Ibnul-Qayyim Al- Jauziyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱

Peranan Akidah bagi Kehidupan seorang Muslim

1. Mereka adalah para ahli tauhid yang murni yang Allah telah menjanjikan atas mereka keamanan.

Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala:

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ

“Orang-orang yang BERIMAN dan tidak mengotori imannya dengan kezaliman (kesyirikan), mereka itulah orang-orang yang mendapatkan KEAMANAN..” [Al-An’am: 82].

2. Mendatangkan Keamanan bagi Negara

Ahli Tauhid akan menjadi sebab kemenangan negeri kaum muslimin. Imam Ad-Dhahni dalam kitab As-Siyam menukil pernyataan Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu: kita adalah kaum yang Allah ﷻ muliakan dengan Islam maka siapa saja yang mencari kemuliaan selain dari Islam, maka Allah ﷻ akan hinakan mereka.