Tag Archives: Ustadz Isnan Efendi

Termasuk perangkap syetan yang paling besar dan memperdaya banyak manusia, serta tidak dapat selamat daripadanya kecuali orang yang Allah tidak menginginkan fitnah baginya adalah apa yang dihembus-hembuskan syetan, baik dahulu maupun sekarang terhadap kelompok dan orang-orang yang setia padanya berupa fitnah kubur. Bahkan masalahnya bisa meningkat hingga pada penyembahan kepada selain Allah; orang yang dikubur juga kuburannya disembah, lalu dibuatlah patung-patung, didirikan pula bangunan-bangunan, orang-orang yang di dalam kubur dilukis, lalu lukisan itu diubah menjadi gambar fisik yang memiliki bayangan, sehingga terbentuklah patung-patung, kemudian ia disembah bersama Allah.

“Nuh berkata, Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka. Dan melakukan tipu daya yang amat besar. ‘Dan mereka berkata, ‘Jangan sekalikali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd dan jangan pula Suwaa’, Yaghust, Ya’uq dan Nasr.’Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan banyak (manusia).” (Nuh: 21-24).

Allah ta’aala berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 174:

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَيَشْتَرُونَ بِهِۦ ثَمَنًا قَلِيلًا ۙ أُو۟لَٰٓئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِى بُطُونِهِمْ إِلَّا ٱلنَّارَ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ ٱللَّهُ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.

Allah ta’aala berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 175:

أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ ٱشْتَرَوُا۟ ٱلضَّلَٰلَةَ بِٱلْهُدَىٰ وَٱلْعَذَابَ بِٱلْمَغْفِرَةِ ۚ فَمَآ أَصْبَرَهُمْ عَلَى ٱلنَّارِ

Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka!

📚 Tafsir as-Sa’di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pakar tafsir abad 14 H

174-175. Ini merupakan ancaman keras terhadap orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada rasul rasulNya dari ilmu yang telah diambil ikatan janji oleh Allah atas para ulama agar menjelaskan ilmu itu kepada manusia dan tidak menyembunyikannya. Maka barangsiapa yang menggantikannya dengan tujuan-tujuan duniawi lalu mencampakan perintah Allah, maka orang-orang itu “sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api,” karena harga yang mereka dapatkan itu mereka peroleh dengan jalan pencaharian yang paling jelek dan paling diharamkan, maka balasan mereka adalah sejenis dengan perbuatan mereka, “dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat,” bahkan Allah murka kepada mereka dan berpaling dari mereka dan ini lebih besar bagi mereka daripada siksa neraka, “dan tidak menyucikan mereka,” maksudnya, tidak menyucikan mereka dari akhlak akhlak yang hina, mereka tidak memiliki perbuatan-perbuatan yang pantas untuk dipuji, diridhai dan diberi pahala, mereka tidak disucikan karena mereka melakukan perbuatan yang menjadi sebab tidak adanya penyucian, yang mana penyebab-penyebabnya paling besarnya adalah mengamalkan kitabullah, mengambil petunjuk darinya dan berdakwah kepadanya, namun mereka malah mencampakan kitabullah, berpaling darinya, dan mereka lebih memilih kesesatan daripada petunjuk dan lebih memilih adab daripada ampunan. Maka tidaklah patut bagi mereka kecuali neraka, lalu bagaimana mereka dapat bersabar padanya? dan bagaimana ketegaran mereka didalamnya?

Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Al-Bari Bi Sharh Sahih al-Bukhari yang mengatakan “ yang dimaksudkan dengan perkataan “Kisra” dan “ Kaisar” dalam hadith di atas ialah kisra adalah gelaran raja di Persia dan Kaisar adalah gelaran raja di Romawi ( Bukannya kisra atau kaisar yang hidup pada zaman nabi ). Sama halnya Najasi dari Habasyah.

Latar belakang hadith ini ialah disebabkan kebimbangan suku Quraish yang sejak dulu menjalin hubungan perdagangan dengan Syam dan Iraq. Mereka bimbang disebabkan mereka memeluk Islam hubungan perdagangan mereka terputus. Oleh itu, Nabi ﷺ menegaskan dan meyakinkan mereka serta memberi khabar gembira pada mereka melalui hadith ini bahwa kekuasaan Persia dan Romawi akan segera berakhir.

Tanda Kiamat: Ada Khalifah yang Menabur Harta tanpa Menghitungnya.

Telah berlalu pembahasan beberapa tanda kiamat, seperti:
▪️ Seseorang melewati Kuburan hingga dia mengucapkan andai aku menggantikannya.
▪️ Saat itu orang yang membunuh tidak tahu untuk apa dia membunuh, pun orang yang terbunuh tidak tahu lantaran apa dia dibunuh. Karena saking banyaknya pembunuhan.
▪️Dzus Suwaiqatain dari Habasyah meruntuhkan ka’bah.(kaabah akan diruntuh oleh orang yang mempunyai dua betis yang kecil).
▪️Seseorang (lelaki) muncul dari Qahtan menggiring(menghalau/memerintah ) manusia dengan tongkatnya.
▪️ Ada seorang lelaki bernama Jahjah menjadi penguasa. Muslim berkata: Mereka empat bersaudara; Syarik, Ubaidillah, Umair dan Abdul Kabir dari(anak-anak) bani Abdul Majid.
▪️Memerangi suatu kaum bersandalkan rambut (bahan), wajah lebar dan merah dan bermata sipit (kecil) serta berhidung kecil.

Allah ta’aala berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 170:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ ٱتَّبِعُوا۟ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ قَالُوا۟ بَلْ نَتَّبِعُ مَآ أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ ۗ أَوَلَوْ كَانَ ءَابَآؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْـًٔا وَلَا يَهْتَدُونَ

Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”.

📚 Tafsir as-Sa’di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pakar tafsir abad 14 H

170. “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” Mereka merasa cukup hanya mengikuti nenek moyang mereka, dan mereka tidak membutuhkan untuk beriman kepada para nabi, padahal nenek moyang mereka itu adalah orang-orang yang paling bodoh dan paling sesat. Syubhat ini sangatlah lemah untuk menolak kebenaran. Ini semua adalah tanda tentang berpalingnya mereka dari kebenaran dan kebencian mereka terhadapnya, serta tidak adanya sikap adil pada mereka, sekiranya mereka diberikan hidayah dan kehendak yang tulus, pasti kebenaran itulah yang menjadi target, karena barangsiapa yang menjadikan kebenaran itu sebagai targetnya lalu menimbang-nimbang kebenaran itu dengan yang lainnya, maka jelaslah baginya kebenaran itu secara pasti, lalu ia akan mengikutinya bila ia bersikap adil.

Allah ta’aala berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 171:

وَمَثَلُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ كَمَثَلِ ٱلَّذِى يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ إِلَّا دُعَآءً وَنِدَآءً ۚ صُمٌّۢ بُكْمٌ عُمْىٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ

Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.

Lanjutan Kaitan Puasa dengan Akidah:

1. Puasa Amalan yang Mendekati Ikhlas

Amalan yang paling mendekati ikhlas adalah puasa. Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata, ‘Semua ibadah terlihat amalannya oleh orang lain. Sehingga berbuat ikhlas terbukti tidak mudah. Maka, sedikit sekali yang selamat dari godaan (riya). Dan ini berbeda dengan ibadah puasa. Inilah makna yang terkandung hadits Rasulullah ﷺ :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وفي حديث مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.

“Siapa yang puasa Ramadhan karena iman dan ihtisab (mengharapkan pahala) niscaya diampuni baginya dosa-dosanya yang terdahulu.” Dalam hadits lain “Siapa yang berdiri (shalat) Ramadhan karena iman dan ihtisab (mengharapkan pahala) niscaya diampuni baginya dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR. Bukhari-Muslim).

Ibnu Qudamah dalam Mukhtasar Minhajul Qashidin menjelaskan bahwa ibadah puasa memiliki nilai yang utama karena dua hal:
1. Puasa termasuk amalan yang tersembunyi dan amalan batin yang dilaksanakan dengan murni keimanan, sehingga tidak mudah disusupi riya.
2. Cara untuk menundukkan hawa nafsu dan musuh-musuh Allah ﷻ. Karena sarana yang dipergunakan musuh adalah syahwat. Syahwat bisa menjadi kuat karena makanan dan minuman. Selagi lahan syahwat tetap subur, maka syetan bisa bebas berkeliaran di tempat gembalaan yang subur itu.

i akhir zaman nanti, manusia tak lagi mengindahkan ayat-ayat dan hadits-hadits yang menjelaskan tentang kemuliaan Mekah dan Ka’bah. Pengagungan itu mulai hilang di hati. Hingga di akhir zaman ada seseorang yang merobohkan Ka’bah. Dengan robohnya Ka’bah tersebut berhentilah ibadah haji. Dan ini di antara tanda kiamat.

📖 Hadits Muslim Nomor 5179

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ وَاللَّفْظُ لِأَبِي بَكْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ زِيَادِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدٍ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخَرِّبُ الْكَعْبَةَ ذُو السُّوَيْقَتَيْنِ مِنْ الْحَبَشَةِ

Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakr bin Abu Syaibah] dan [Ibnu Abi Umar], teks milik Abu Bakr, keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] dari [Ziyad bin Sa’ad] dari [Az Zuhri] dari [Sa’id] ia mendengar [Abu Hurairah] berkata: Dari nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam: Dzus Suwaiqatain dari Habasyah meruntuhkan ka’bah.

📖 Hadits Muslim Nomor 5180

Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahab telah mengkhabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari Ibnu Al Musayyib dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Dzus Suwaiqatain dari Habasyah meruntuhkan ka’bah.”

📖 Hadits Muslim Nomor 5181

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ يَعْنِي الدَّرَاوَرْدِيَّ عَنْ ثَوْرِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ أَبِي الْغَيْثِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ذُو السُّوَيْقَتَيْنِ مِنْ الْحَبَشَةِ يُخَرِّبُ بَيْتَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa’id] telah menceritakan kepada kami [Abdulaziz Ad Darawardi] dari [Tsaur bin Zaid] dari [Abu Al Ghaits] dari [Abu Hurairah] Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Dzus Suwaiqatain dari Habasyah meruntuhkan rumah Allah ‘azza wajalla.”

Ukuran kebaikan adalah sempurna di akhir bukan kurangnya di awal. Dalam sebuah riwayat disebutkan,

وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6607).

Begitu banyak ampunan di bulan Ramadhan, sehingga apabila ada yang tidak diampuni di bulan Ramadhan maka benar-benar “keterlaluan” jeleknya. Dalam suatu hadits disebutkan bahwa orang yang tidak diampuni di bulan Ramadhan akan mendapatkan celaka dan kerugian yang besar.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda,

رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ – أَوْ بَعُدَ – دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ

“Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan kemudian Ramadhan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni.” [HR. Ahmad, shahih]

Maka masuk sepertiga Ramadhan hendaknya lebih bersungguh-sungguh dalam mengisi amaliah di akhir Ramadhan, karena keutamaan Ramadhan yang paling besar adalah di sepuluh hari terakhirnya. Karena pada malam-malam akhir terdapat malam Lailatul Qadar.

Dalam hadits disebutkan,

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau mengencangkan sarungnya, menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174).

Berbicara masalah aqidah adalah sesuatu yang sangat penting. Apabila disebut bahasan aqidah maka mencakup keseluruhan amalan hati.

Aqidah (اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan. Yaitu keyakinan yang kokoh akan sesuatu, tanpa ada keraguan.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Adzariyat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.

Ibadah kepada Allah ﷻ inilah inti aqidah. Dan ilmu aqidah merupakan ilmu yang paling utama.

Ilmu tentang aqidah merupakan ilmu yang sangat mulia, karena ilmu aqidah membahas tentang dzat Allâh Azza wa Jalla, sifat-sifat-Nya, hak-Nya untuk diibadahi, dan yang berkaitan dengannya. Al-Bazdawi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya kemuliaan dan keagungan suatu ilmu tergantung pada apa yang diilmui, dan tidak ada yang lebih besar daripada dzat Allâh Azza wa Jalla dan sifat-sifatNya yang dibahas oleh ilmu (aqidah) ini”. (Kasyful Asrâr, 1/8).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada ditanganNya, dunia tidak akan lenyap hingga suatu masa mendatangi manusia dimana orang yang membunuh tidak mengerti karena alasan apa ia membunuh dan orang yang terbunuh juga tidak mengerti atas dasar apa ia dibunuh.” Dikatakan: Bagaimana itu terjadi? Beliau menjawab: “Pembunuhan, orang yang membunuh dan yang dibunuh ada dineraka.” Disebutkan dalam riwayat Ibnu Aban: Ia berkata: Ia adalah Yazid bin Kaisan dari Abu Isma’il, ia tidak menyebut: Al Aslami.

🏷️ Syarah Hadits:

Kedua hadits di atas menggambarkan banyaknya kedustaan dan pembunuhan (Al-harju). Hingga baik yang membunuh atau terbunuh tidak tahu penyebabnya karena alasan tidak jelas (ashobiyah).

Ibadah pada zaman ini, ibadah bernilai tinggi karena banyak kelalaian. Tetapi Rasulullah ﷺ menyebut kedua-duanya masuk neraka. Karena dilihat dari penyebabnya, dimana mereka berperang bukan karena niat yang benar.

Al-Qurthubi berkata: Hadits ini menerangkan saling bunuh membunuh apabila atas dasar kejahilan karena sebab mencari dunia atau mengikuti hawa nafsu, inilah yang menjadi dasar bahwa yang membunuh atau terbunuh keduanya masuk neraka.