Tag Archives: Syukron Khabiby

Membahas Kitab Al-Lu’lu wal Marjan – Beriman kepada Allâh ﷻ adalah Amalan yang Paling Utama

📖 Hadits ke-50:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

سُئِلَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَىُّ الأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ « إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ » . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ « جِهَادٌ فِى سَبِيلِ اللَّهِ » . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ « حَجٌّ مَبْرُورٌ »

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Amalan apa yang paling afdhol?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Ada yang bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Ada yang bertanya kembali, “Kemudian apa lagi?” “Haji mabrur”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari, Kitab: “Iman” (2), Bab: Orang yang berkata, Iman adalah amalan lahiriah).

📖 Hadits ke-51:

عَنْ أَبِي ذَرٍّ جُنْدَبِ بْنِ جُنَادَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ الله، أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ ؟ قَالَ: « اْلإِيْمَانُ بِاللَّهِ، وَالْجِهَادُ فِي سَبِيْلِهِ » قُلْتُ: أَيُّ الرِّقَابِ أَفْضَلُ ؟ قَالَ: « أَنْفَسُهَا عِنْدَ أَهْلِهَا، وَأَكْثَرُهَا ثَمَنًا » قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ أَفْعَلْ ؟ قَالَ: « تُعِيْنُ صَانِعًا أَوْ تَصْنَعُ لِأَخْرَقَ » قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ ضَعُفْتُ عَنْ بَعْضِ الْعَمَلِ؟ قَالَ: « تَكُفُّ شَرَّكَ عَنِ النَّاسِ فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ مِنْكَ عَلَى نَفْسِكَ »

Dari Abu Dzar Jundab bin Junadah radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amalan apakah yang paling utama?” Rasul bersabda, “Beriman kepada Allah dan jihad fisabilillah.”

Aku bertanya, “Budak (hamba sahaya) seperti apakah yang paling utama untuk dimerdekakan?” Rasul bersabda, “Budak yang paling dicintai oleh tuannya dan termahal harganya.”

Kemudian aku bertanya lagi, “Jika aku tidak mampu melakukannya?” Rasul bersabda, “Engkau membantu orang yang fakir atau orang yang tidak mampu bekerja.”

Aku bertanya lagi, “Bagaimana jika aku tidak mampu untuk menunaikan sebagian pekerjaan?” Rasul bersabda, “Engkau menahan diri untuk tidak berbuat kejahatan(gangguan) kepada sesama manusia, kerana sesungguhnya yang demikian itu merupakan sedekah darimu untuk dirimu sendiri.” (HR. Al-Bukhari, no. 2518, dan Muslim, no. 84).

Dalam Musnad Imam Ahmad dan Sunan Ibnu Mâjah juga para imam lainnya terdapat hadits dari Abu Ayyub al-Anshâri Radhiyallahu anhu . Dalam hadits itu diberitakan bahwa ada seorang laki-laki mendatangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengatakan:

عِظْنِي وَأَوْجِزْ وفي رواية عَلِّمْنِي وَأَوْجِزْ قَالَ: إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ غَدًا وَاجْمِعِ الْيَأْسَ مِمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ

Berilah aku nasehat dengan ringkas! (dalam riwayat lain) Ajarilah aku dengan ringkas! Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Apabila kamu (hendak) mendirikan shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang hendak berpisah. Janganlah kamu mengatakan suatu perkataan yang akan kamu sesali (di kemudian hari). Dan kumpulkan rasa putus asa dari apa yang di miliki orang lain.”

📖 HR. Imam Ahmad, no. 23498 dan Ibnu Majah, no. 4171. Lihat as-Shahihah, no. 401

Sungguh bahagia orang yang menjadikan petuah dan wasiat Rasûlullâh sebagai panduan hidupnya. Hadits di atas adalah sebagian dari wasiat yang pernah disampaikan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para Shahabatnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebuah wasiat yang singkat namun sarat makna serta menyentuh hati (Jawami Alkalim). Wasiat yang menghimpun kebaikan dunia dan akhirat dengan sempurna.

Pertama, wasiat untuk menjaga shalat dan mendirikan shalat dalam kondisi yang paling sempurna.

Wasiat yang pertama, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa siapa saja yang hendak mendirikan shalat, hendaklah dia shalat sebagaimana shalat orang-orang yang hendak berpisah. Kita tentu mengetahui bahwa orang yang akan bepergian jauh dengan niat tidak akan pernah kembali, tentu berbeda kondisinya dengan orang yang bepergian namun akan segera kembali pulang.

Muraja’ah Hadits ke-49: Iman Berkurang dengan Berkurangnya Ketaatan

Dari Abu Sa’īd Al-Khudri -raḍiyallāhu ‘anhu- ia berkata,

“Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- keluar waktu iduladha atau idulfitri ke tempat salat lalu beliau melewati para wanita.

Lantas beliau bersabda, “Wahai para wanita, bersedekahlah kalian, karena sesungguhnya telah diperlihatkan kepadaku bahwa kalian adalah mayoritas penghuni neraka. Mereka bertanya, “Kenapa wahai Rasulullah?”

Beliau menjawab, “Kalian banyak mengumpat dan mengingkari suami. Aku tidak melihat orang yang kurang akal dan agamanya yang menghilangkan akal seorang lelaki cerdas daripada kalian.”

Mereka bertanya, “Apa kekurangan agama dan akal kami, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Bukankah kesaksian seorang wanita separuh kesaksian seorang lelaki?”

Mereka menjawab, “Ya, betul.” Beliau bersabda, “Itulah kekurangan akalnya. Bukankah apabila seorang wanita haid ia tidak salat dan tidak berpuasa?” Mereka menjawab, “Ya, betul.” Beliau bersabda, “Itulah kekurangan agamanya.”

(HR Bukhari – Kitab Haid Bab Wanita Haid Meninggalkan Puasa).

📖 Hadits ke-50: Beriman kepada Allah adalah Amalan yang Paling Utama

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

سُئِلَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَىُّ الأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ « إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ » . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ « جِهَادٌ فِى سَبِيلِ اللَّهِ » . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ « حَجٌّ مَبْرُورٌ »

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Amalan apa yang paling afdhol?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Ada yang bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jihad di jalan Allah.” Ada yang bertanya kembali, “Kemudian apa lagi?” “Haji mabrur”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 1519).

Pohon Kurma merupakan tumbuhan yang paling banyak disebutkan di dalam al-Qur’an. Allâh ﷻ menyebut Nakhlah (pohon kurma) dalam Al-Qur’an dan dalam Sunnah Rasul-Nya. Yaitu merupakan tanaman pohon di surga bagi yang bertasbih. Maka, sesuatu yang telah disebut Allâh ﷻ dalam kitab Nya dan Rasul-Nya, pasti memiliki keutamaan.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-An’am ayat 99:

ٱنظُرُوٓا۟ إِلَىٰ ثَمَرِهِۦٓ إِذَآ أَثْمَرَ وَيَنْعِهِۦٓ ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكُمْ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ

Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.

Pohon kurma memiliki karakteristik jika semakin panas atau humidity tinggi maka buahnya semakin manis.

Hadits ke-48: Mencintai Kaum Anshar Sebagian dari Iman

Al-Bara’ Radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Nabi ﷺ bersabda: “Tiada yang mencintai orang-orang Anshar melainkan ia mukmin dan tiada yang membenci mereka melainkan ia munafik. Siapa yang mencintai mereka, Allah cinta kepadanya. Dan siapa yang membenci mereka, Allah benci kepadanya.” (HR. Bukhari, Kitab: “Perangai Orang-Orang Anshar” (63), Bab: Mencintai orang orang Anshar (4)) Ketika Allâh ﷻ telah mencintai sesuatu, maka tentu kita akan mencintainya. Sama halnya ketika Allâh ﷻ mencintai Anshar maka orang-orang mukmin akan mencintai mereka, kecuali orang-orang munafik.

Hadits ke-49: Iman Berkurang dengan Berkurangnya Ketaatan

Dari Abu Sa’īd Al-Khudri -raḍiyallāhu ‘anhu- ia berkata, “Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- keluar waktu iduladha atau idulfitri ke tempat salat lalu beliau melewati para wanita.
Lantas beliau bersabda, “Wahai para wanita, bersedekahlah kalian, karena sesungguhnya telah diperlihatkan kepadaku bahwa kalian adalah mayoritas penghuni neraka. Mereka bertanya, “Kenapa wahai Rasulullah?”

Beliau menjawab, “Kalian banyak mengumpat dan mengingkari suami. Aku tidak melihat orang yang kurang akal dan agamanya yang menghilangkan akal seorang lelaki cerdas daripada kalian.”

Mereka bertanya, “Apa kekurangan agama dan akal kami, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Bukankah kesaksian seorang wanita separuh kesaksian seorang lelaki?”

Mereka menjawab, “Ya, betul.” Beliau bersabda, “Itulah kekurangan akalnya. Bukankah apabila seorang wanita haid ia tidak salat dan tidak berpuasa?” Mereka menjawab, “Ya, betul.” Beliau bersabda, “Itulah kekurangan agamanya.”

(HR Bukhari – Kitab Haid Bab Wanita Haid Meninggalkan Puasa).

“Sesungguhnya Allah hanyalah menciptakan bintang untuk tiga tujuan: sebagai hiasan langit dunia, sebagai pelempar setan, dan sebagai penunjuk arah.

Barangsiapa yang meyakini fungsi bintang selain itu, maka ia berarti telah berkata-kata dengan pikirannya semata, ia telah mendapatkan nasib buruk, menyia-nyiakan agamanya (berkonsekuensi dikafirkan) dan telah menyusah-nyusahkan berbicara yang ia tidak memiliki ilmu sama sekali.”
(Dikeluarkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabariy dalam Jami’ Al-Bayan fii Ta’wil Ay Al-Qur’an, 23: 508)

Hikmah yang utama, kalau kita tahu bintang adalah ciptaan Allah yang begitu besar, maka tentu Allah yang menciptakannya benar-benar Maha Besar. Itulah mengapa bintang dan makhluk ciptaan Allah lainnya dijadikan sebagai ayat-ayat Allah yang menunjukkan tanda kebesaran Allah.

Maka, hujan adalah takdir Allâh ﷻ, maka menisbatkan hujan kepada makhluk-Nya yang lain adalah kesyirikan.

Kita mungkin tak asing lagi dengan petikan ayat, “Kalian adalah umat terbaik,” yang diungkap dalam Surat Ali ‘Imran ayat 110.

Secara umum, ayat itu jelas ditujukan kepada umat Rasulullah ﷺ . Ayat di atas dikuatkan dengan sabda Rasulullah ﷺ : “Umatku dijadikan sebagai umat terbaik… (HR Ahmad).

Pertanyaannya kemudian, menyadarikah kita sebagai umat terbaik? Lantas di manakah sisi “terbaik” dan keistimewaannya?

Jika menilik lanjutan ayat di atas, maka kriteria umat terbaik, selain beriman kepada Allah, adalah memiliki kewajiban amar ma’ruf-nahi mungkar, alias memerintah kebaikan dan melarang kemungkaran, yang dilekatkan kepada mereka. Andai umat terdahulu beriman, dan amar ma‘ruf-nahi mungkar, niscaya mereka pun lebih baik dari umat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam…

Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang merupakan mukjizat abadi Nabi Muhammad ﷺ. Diturunkan oleh Allâh ﷻ yang Suci diturunkan oleh malaikat yang suci dan diterima oleh Nabi-Nya yang sudah disucikan hatinya.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Waqiah:

اِنَّهٗ لَقُرْاٰنٌ كَرِيْمٌۙ

77. dan (ini) sesungguhnya Al-Qur’an yang sangat mulia,

فِيْ كِتٰبٍ مَّكْنُوْنٍۙ

78. dalam Kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh),

لَّا يَمَسُّهٗٓ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَۙ

79. tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan.

Orang kafir tidak bisa merintangi Al-Quran dengan menguranginya, menambahinya, dan mendustakannya dengan mendatangkan kitab lain, atau mencabut kitab lain yang digunakan untuk mencacatinya. Al-Quran itu diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana dalam segala tindakanNya, mengatur urusan-urusan ciptaan-Nya, dipuji dalam segala keadaan dan dipuji oleh seluruh makhluk-Nya atas kenikmatan melimpah yang diberikan kepada mereka.

Tentunya dalil kebenaran Al-Quran ini tidak hanya dari firman Allah. Tapi juga fakta-fakta didukung oleh beberapa bukti yang logis dan nyata. Inilah yang akan dikaji dalam materi ini.

Kajian Kitab: Al-Lu’lu’ wal Marjan | Larangan Kembali Kepada Kekafiran Sepeninggal Rasulullah ﷺ dengan Saling Membunuh

HADITS KE-44:

حَديثُ جَرِيرٍ أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ قَالَ له في حَجَّةِ الوَدَاعِ: اسْتَنْصِتِ النَّاسَ فَقَالَ: لا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا، يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ.

Jarir menuturkan bahwa ‘Ketika haji Wada’, Nabi ﷺ bersabda kepadanya, “Perintahkan orang-orang untuk diam.” Kemudian beliau bersabda, “Kalian jangan kembali kafir sepeninggalku dengan saling memenggal leher antara kalian”. 

(Yakni janganlah kalian berbuat sebagaimana perbuatan orang-orang kafir (Syarah Shahih Muslim – An-Nawawi 2/55).

(HR. Bukhari, Kitab: “Ilmu” 3), Bab: Diam untuk mendengarkan ulama (43))

Haji Wada adalah haji terakhir Rasulullah ﷺ sebelum beliau meninggal. Ini menegaskan bahwa Siapapun yang bernyawa pasti akan mati.
Perintahkan manusia untuk diam: maka ketika mendengarkan nasehat atau ceramah hendaknya diam, dan Penceramah berhak memberi tahu untuk diam.

HADITS KE-45:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَيْلَكُمْ أَوْ وَيْحَكُمْ قَالَ شُعْبَةُ شَكَّ هُوَ لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ

Ibnu Umar berkata, Nabi ﷺ bersabda: “Celaka kalian, janganlah kalian kembali kafir sepeninggalku dengan saling memenggal leher antara kalian.”

(HR. Bukhari, Kitab: “Adab” (78), Bab: Tentang: ucapan seseorang “Celaka kamu!” (95))

Orang yang mentauhidkan Allâh ﷻ akan senang dan bahagia bersama orang-orang yang dicintai Allâh ﷻ.

Allah berfirman, “Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya,” maksudnya tidaklah menyatu antara orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya dengan orang yang menentang Allah dan RasulNya.

Tidaklah seorang hamba beriman kepada Allah dan Hari Akhir dengan sebenarnya melainkan pasti melaksanakan tuntutan dan keharusan iman yaitu mencintai dan loyal terhadap orang yang beriman dan membenci orang yang tidak beriman dan yang memusuhinya meski terhadap orang yang dekat sekalipun. Inilah iman yang sebenarnya yang bermanfaat dan yang dimaksudkan.

Orang yang memiliki sifat tersebut adalah “orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka.” Artinya, keimanan telah ditetapkan, dikokohkan, dan ditanamkan dalam diri mereka secara kuat, yang tidak bisa tergoncang dan terpengaruh oleh berbagai syubhat dan keraguan.