Tag Archives: Syukron Khabiby

Umat Nabi Muhammad ﷺ adalah umat yang istimewa, karena Allah memberi banyak keistimewaan kepada umat Nabi Muhammad ﷺ.

Nabi Muhammad ﷺ memiliki syafa’at untuk umatnya. Yang tidak dimiliki oleh rasul yang lain. Tidak diragukan lagi kecintaan Rasulullah ﷺ kepada umatnya, hanya saja umatnya yang banyak tidak mencintainya, meskipun banyak yang mencintainya, tetapi hanya polesan di bibir saja. 

Berikut, beberapa hal yang harus dilakukan jika kita ingin dekat dengan Rasulullah ﷺ di Surga…

1. Mendapatkan Ketenangan Hati dan Kebahagiaan

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 97:

مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Ini adalah janji Allah kepada orang yang beramal shalih, yaitu amal yang mengikuti kitab Allah ﷻ dan sunnah NabiNya baik laki-laki maupun perempuan dari kalangan anak cucu Adam, dan hatinya dalam keadaan beriman kepada Allah dan RasulNya, dan amal ini merupakan amal yang diperintahkan dan disyariatkan dari sisi Allah, bahwa Allah memberinya kehidupan yang baik di dunia, dan membalasnya sesuatu yang lebih baik daripada amalnya di akhirat. Kehidupan yang baik adalah kehidupan yang mengandung semua segi kebahagiaan dari berbagai segi.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan mayoritas ulama bahwa mereka menafsirkannya dengan rezeki yang halal dan baik.

Fitrah manusia adalah mentauhidkan Allah ﷻ. Wajib untuk kita ketahui bahwasanya Allah Ta’ala memberikan fitrah kepada manusia dan menciptakan mereka agar hanya menyembah kepada-Nya serta mentauhidkan-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰه

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah yang Dia telah menciptakan manusia barada di atas (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah.” (QS. Ar-Rum: 30)

Tidak ada seorang pun yang terlepas dari gelimang dosa. Ampunan dosa merupakan rahmat Allah yang diberikan kepada semua hamba. Namun, hal ini dikecualikan bagi orang-orang musyrik (jika sampai mati ia masih membawa dosa syiriknya tanpa bertaubat, ed), karena begitu besarnya dosa syirik. Ini menunjukkan bahwa dosa syirik merupakan dosa yang sangat besar.

Tidaklah cukup seseorang hanya mengenal tauhid dan mengamalkannya. Pengetahuan tentang syirik pun mutlak diperlukan agar seseorang tidak terjerumus ke dalamnya. Sayangnya, banyak orang tidak memahami hakikat kesyirikan dan betapa dahsyat bahayanya sehingga mereka pun meremehkannya.

Dalam surat Asyura ayat 88-89 Allah ﷻ berfirman :

يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ. إِلَّا مَنْ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,

Dalam ayat lainnya:

قَدْ أَفْلَحَ مَن تَزَكَّىٰ. وَذَكَرَ ٱسْمَ رَبِّهِۦ فَصَلَّىٰ

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat.

Sungguh beruntunglah orang-orang yang telah membersihkan diri dari kesyirikan dan kemaksiatan dengan mendapatkan apa yang diinginkannya. Dan mengingat Rabbnya sesuai cara yang disyariatkan-Nya dengan berbagai zikir dan mendirikan salat dengan tata cara yang seharusnya.

Syaikh Qasim Al-Jauzy berkata jalan yang paling mulia menuju ke dalam surga Allah ﷻ adalah hati yang bersih.

Hadits Ke-2: Hukum Menikahi Wanita Mandul.

Ma’qil bin Yasar –radhiyallahu ‘anhu- berkata: Seseorang telah mendatangi Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- maka beliau bersabda:

إِنِّي أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لا تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا ؟ قَالَ : لا ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ : ( تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الأُمَمَ ) رواه النسائي ( 3227 ) وأبو داود ( 2050 (

“Sungguh saya telah mendapatkan wanita yang mempunyai kedudukan tinggi, cantik, namun dia mandul, maka apakah saya melanjutkan untuk menikahinya?, beliau bersabda: “Jangan”. Kemudian dia mendatangi beliau untuk yang kedua kalinya, beliau pun melarangnya, lalu dia mendatangi beliau untuk yang ketiga kalinya, maka beliau bersabda: “Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang, subur; karena saya merasa bangga dengan umat yang banyak”.

(HR. Nasa’i: 3227 dan Abu Daud: 2050, dishahihkan oleh Ibnu Hibban: 9/363 dan al Baani dalam Shahih Targhib: 1921)

Hadits Ke-3: Wanita Shalihah – Perhiasan Dunia.

Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ

“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita salehah.” (HR. Muslim, no. 1467)

Hadits Ke-1: Setiap Suami adalah Pemimpin Keluarga

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah, bahwa setiap kalian adalah pemimipin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari no. 2554 dan Muslim no. 1829)

Ada segolongan manusia yang membiarkan hatinya kotor penuh dengan maksiat dan kesyirikan. Ada juga golongan yang suka membersihkan hatinya dengan banyak beribadah kepada-Nya.

Hati yang bersih adalah hati para penghuni Surga. Allah ﷻ akan mencabut perasaan dendam kebencian, dan rasa dengki yang ada dalam diri penduduk surga. Hal ini dijelaskan dalam Alquran, Surah Al-Hijr Ayat 47:

وَنَزَعْنَا مَا فِيْ صُدُوْرِهِمْ مِّنْ غِلٍّ اِخْوَانًا عَلٰى سُرُرٍ مُّتَقٰبِلِيْنَ

Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang ada dalam hati mereka; mereka merasa bersaudara, duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan. (QS Al-Hijr: 47).

Allah menjelaskan dalam ayat ini kondisi kejiwaan dan hubungan timbal-balik di antara orang-orang yang bertakwa di surga. Allah menyatakan bahwa di surga kelak akan Allah lenyapkan segala rasa dendam, benci, dengki, dan iri yang ada dan terpendam dalam hati mereka selama di dunia. Hati mereka satu, tidak ada penyakit di dalamnya.

Dari Abu Musa Al-Asy’ari -raḍiyallāhu ‘anhu- secara marfū’, “Dua surga dari perak, wadah-wadahnya dan apa-apa yang ada di dalamnya. Dua surga dari emas, wadah-wadahnya dan apa-apa yang ada di dalamnya. Tidak ada tabir antara orang-orang dengan melihat kepada Rabb mereka, kecuali selendang kebesaran di wajah-Nya, kelak di surga ‘Adn.”

[Hadis sahih] – [Muttafaq ‘alaih]

Penjelasan Hadits:

Jumhur ulama’ mengatakan bahwa Allah tidak bisa dilihat dengan mata kepala di dunia. Berbeda dengan kelompok Musyabbihah(orang yang menyerupakan Allah dengan makhlukNya), juga sebagian As’ariyah dan orang –orang Shufi.

Menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, melihat Allah di akhirat nanti adalah pasti kebenarannya dan barangsiapa yang mengingkarinya berarti kafir. Orang-orang mukmin akan melihatNya pada hari kiamat dan ketika mereka berada di dalam jannah sebagaimana dikehendaki oleh Allah. Keyakinan seperti ini berdasarkan ijma’ Ahlus Sunnah.

Aisyah Radhiyallahu’anha berkata: “Siapa yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad telah melihat Tuhannya, maka sungguh besar bahayanya, tetapi Nabi Muhammad telah melihat Malaikat Jibril dalam bentuk aslinya yang bisa menutupi ufuk.”

(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-59, Kitab Awal Mula Penciptaan bab ke-7, apabila salah seorang kalian berkata ‘amin’ bersamaan dengan ucapan Malaikat yang berada di langit)

Hadits ke-110:

حدثنا قتيبة: حدثنا أبو عوانة: حدثنا أبو إسحاق الشيباني قال سألت زر بن حبيش عن قول الله تعالى: (( فكان قاب قوسين أو أدنى. فأوحى إلى عبده ما أوحى )). قال: حدثنا ابن مسعود: أنه رأى جبريل، له ستمائة جناح .

Abu Ishaq Asy-Syaibany berkata: “Aku bertanya pada Zirr bin Hubaisy tentang firman Allah ﷻ “Maka ia telah mendekat sehingga hampir sedekat dua ujung panah atau lebih dekat. Dan telah mewahyukan kepada hamba-Nya apa yang diwahyukan”. Ia berkata: Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma telah menerangkan kepada kami bahwa Nabi telah melihat Jibril memiliki enam ratus sayap.'”

(Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-59, Kitab Awal Mula Penciptaan bab ke-7, apabila salah seorang dari kalian berkata ‘amin’ bersamaan dengan Malaikat yang berada di langit).

Dalil dalam Al-Qur’an:

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Najm ayat 13-14:

وَلَقَدْ رَءَاهُ نَزْلَةً أُخْرَىٰ

Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,

عِندَ سِدْرَةِ ٱلْمُنتَهَىٰ

(yaitu) di Sidratil Muntaha.

Nabi ﷺ bertemu Jibril Alaihissalam

Apakah orang musyrikin hendak meragukan dan membantah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melihat Jibril. Padahal dia telah melihat Jibril dalam bentuk aslinya sebanyak 2 kali: (1) ketika Jibril berada di atas ufuk yang tinggi (di bawah langit dunia) dan jibril mendekat untuk menyampaikan wahyu kepadanya. (2) ketika di Sidratil muntaha di atas langit ke tujuh, pada saat beliau menjalani isra’ miraj.