Tag Archives: shalat

BAB: HAL YANG DISUNNAHKAN DAN DIPERBOLEHKAN DALAM SHALAT

Orang yang sedang shalat, dibolehkan mengenakan pakaian dan sejenisnya, membawa dan meletakkan sesuatu, membuka pintu, atau membunuh ular dan kalajengking.

Selama benda yang dibawa suci dan tidak najis.

– Boleh Menggendong anak Ketika Shalat

وَعَنْ أَبِي قَتَادَةَ ( قَالَ : { كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ , فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا , وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .

وَلِمُسْلِمٍ : { وَهُوَ يَؤُمُّ اَلنَّاسَ فِي اَلْمَسْجِدِ } .

Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat sambil menggendong Umamah binti Zainab. Jika beliau sujud, beliau meletakkannya dan jika beliau berdiri, beliau menggendongnya.” (Muttafaqun ‘alaih. Dalam riwayat Muslim, “Sedang beliau mengimami orang-orang di masjid.”) [HR. Bukhari, no. 516 dan Muslim, no. 543]

Harus dipastikan anak yang digendong tidak membawa najis. Demikian disampaikan juga oleh Imam Ahmad 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.

Ibnu Qudamah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 menjelaskan shalat yang membawa najis membatalkan shalat.

Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ 2/163 : Menurut madzhab kami (Syafi’i) tidak ada kewajiban mengulangi jika tahu setelah selesai shalat.

– Membuka pintu saat shalat.

Hendaknya jangan tergesa-gesa, ucapkan Subhanallah bagi laki-laki dan tepuk tangan bagi wanita.

Ibnu Baz rahimahullahu menjelaskan, jika dalam shalat sunnah diingatkan dengan membaca tasbih bagi laki-laki dan tepuk tangan bagi wanita. Maka ini sudah cukup. Tetapi jika jauh, boleh membatalkan shalat.

Dalam shalat fardhu, jika perkara yang penting, maka boleh membatalkan shalat (Syaikh Fauzan dalam fatwanya).

DALAM SHALAT, MENOLEH DENGAN WAJAH DAN DADA HUKUMNYA ADALAH MAKRUH.

Berdasarkan sabda Nabi ﷺ. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata:

سألت رسُولَ الله – صلى الله عليه وسلم – عَنِ الالتفَاتِ في الصَّلاَةِ، فَقَالَ: «هُوَ اخْتِلاَسٌ (¬1) يَخْتَلِسُهُ الشَّيْطَانُ مِنْ صَلاَةِ العَبْدِ». رواه البخاري

“Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang menoleh dalam shalat. Beliau menjawab: “Menoleh di dalam shalat adalah sebuah hasil curian setan yang diperoleh dari shalat seorang hamba”. (HR Al-Bukhari)

Imam Abu Ismail Ash-Shan’ani dalam kitab subulus salam berkata ini adalah dalil dimakruhkannya menoleh dalam shalat. Jumhur ulama memaknakan hadits ini jika badannya tidak membelakangi kiblat, tetapi jika membelakangi kiblat maka shalatnya batal.

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata: “Ketahuilah bahwa menoleh itu ada dua macam:
1. Menoleh fisik dengan badan, yaitu menoleh dengan kepala.
2. Menoleh non fisik dengan hati, yaitu was-was dan sibuk dengan pikiran yang menghampiri hati (tidak khusyu). Inilah penyakit yang kita tidak bisa lepas, sangat sulit mengobatinya! Sedikit sekali orang yang selamat darinya. Hal ini mengurangi kualitas shalat. Masih bagus kalau cuma sebagiannya, namun yang terjadi tidak khusyu dari awal shalat sampai terakhir shalat. Perkara ini cocok dikatakan sebagai curian setan dari shalat seorang hamba” (As Syarhu al Mumti’: 3/70)

Kecuali, jika hal itu dilakukan untuk suatu keperluan, maka tidak menjadi masalah. Seperti saat dalam suasana peperangan, atau untuk tujuan yang dibenarkan syari’at.

Setelah kami menjelaskan rukun-rukun shalat, juga hal-hal yang wajib dan disunnahkan dalam shalat, baik ucapan maupun gerakan, berikutnya kami ingin memaparkan tata cara shalat yang meliputi seluruh rukun, hal-hal yang wajib dan hal-hal yang disunnahkan tersebut, sesuai dengan tata cara shalat Nabi ﷺ yang diriwayatkan dalam nasb-nash (teks-teks hadits) agar menjadi teladan bagi setiap muslim, dalam rangka mengamalkan hadits Nabi ﷺ : “Shalatlah kalian sebagaimana kalian rnelihatku shalat.”

Berikut ini, alur tata cara tersebut:

Apabila Rasulullah ﷺ, memulai shalat, beliau menghadap ke arah kiblat, kemudian mengangkat kedua tangannya, dan bagian dalam telapak tangannya mengarah ke kiblat, lalu mengucapkan:

الله أكبر

“Allah Maha Besar.”

Kemudian beliau menggenggam tangan kiri dengan tangan kanannya, dan meletakkan kedua tangan tersebut di atas dada.
Setelah itu beliau membaca do’a istiftah.

Beliau tidak pernah berkesinambungan membaca satu do’a istiftaah saja. Semua jenis do’a istrftah yang diriwayatkan dari beliau, boleh digunakan untuk istiftah. Di antaranya:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ

“Maha suci Engkau ya Allah, aku memuji-Mu, Maha berkah Nama-Mu. Maha tinggi kekayaan dan kebesaran-Mu, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau.” (HR Muslim, Abu Daud, dan Tirmdzi).

Kemudian beliau berdo’a:

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.

“Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk. Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.”

Selanjutnya beliau membaca surat al-Faatihah, dan di penghujungnya beliau mengucapkan: ‘Aamin’.
Setelah membaca al-Faatihah beliau membaca surat lain.

Terkadang surat panjang, terkadang surat pendek, dan terkadang surat sedang. Beliau biasanya membaca surat lebih panjang dalam shalat Shubuh, dibandingkan dengan shalat-shalat lain. Beliau membaca al-Faatihah dan surat dengan suara yang terdengar makmum dalam shalat Shubuh, dan dalam dua rakaat perrama dari shalat Maghrib dan ‘Isya’. Sementara dalam shalat lain, beliau membacanya pelan. Pada setiap shalat, beliau melakukan rakaat pertama lebih panjang dari pada rakaat kedua.

Sesungguhnya shalat adalah ibadah yang agung, meliputi ucapan dan perbuatan yang disyari’atkan. Dari keduanya, terangkai tata caranya yang begitu sempurna. Shalat, sebagaimana didefinisikan oleh para ulama, adalah: Rangkaian ucapan dan perbuatan yang bersifat khusus, dimulai dengan takbir, dan ditutup dengan salam.

Rangkaian ucapan dan perbuatan tersebut diklasifikasikan menjadi tiga bagian: Rukun-rukun, hal-hal yang wajib, dan hal-hal yang disunnahkan.

Rukun-rukun shalat, adalah hal-hal dalam shalat yang apabila sebagian darinya ditinggalkan, maka shalat menjadi batal. Baik itu ditinggalkan secara sengaja atau karena lupa. Atau minimal rakaat di mana hal itu ditinggalkan menjadi tidak sah, sehingga digantikan dengan rakaat selanjutnya, seperti akan dijelaskan nanti.

Hal-hal yang wajib dalam shalat, adalah hal-hal yang apabila sebagian darinya ditinggalkan dengan sengaja, maka shalat menjadi batal. Dan apabila ditinggalkan karena lupa, maka shalat tidak batal, tapi harus diganti dengan sujud sahwi.

Hal-hal yang disunnahkan dalam shalat, adalah hal-hal yang apabila sebagian darinya ditinggalkan, tidak menyebabkan shalat batal, baik dengan sengaja atau karena lupa. Akan tetapi menyebabkan nilai shalat menjadi berkurang.

Nabi ﷺ, melaksanakan shalat dengan sempurna,lengkap dengan semua rukun, hal-hal yang wajib, serta hal-hal yang disunnahkan di dalamnya. Beliau bersabda: “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalar.” (HR Bukhori)

KITAB SHALAT
Bab Tentang Syarat-syarat Sahnya Shalat – 5

Telah berlalu pembahasan tentang syarat-syarat sahnya shalat:
1. Masuk waktu shalat
2. Menutup aurat

Syarat Ketiga: MENGHINDARI NAJIS – lanjutan

Hukum Masjid di Kuburan atau Mengubur Mayit di Masjid

Semua lokasi yang masuk dalam wilayah ‘kuburan’, termasuk wilayah di seputar kuburan, tidak boleh digunakan untuk shalat. Karena larangan tersebut berlaku terhadap kuburan dan juga halaman kuburan di sekitarnya.

Kenapa Shalat di Masjid Nabawi yang Ada Kubur Nabi ﷺ?

Kita sudah tahu bahwa terlarang shalat di masjid yang ada kubur. Namun masih ada yang bersihkeras, tetap menganggap tidak terlarangnya hal itu. Mereka beralasan bahwa masjid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri (Masjid Nabawi) di dalamnya terdapat kubur Nabi. Lantas kenapa masalah?

Cukup, syubhat di atas dijawab dengan penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin berikut ini…

Orang yang menjadi wali anak kecil, harus memerintahkan anak tersebut untuk shalat jika ia sudah mencapai usia tujuh tahun. Meskipun shalat itu belum wajib baginya. Tujuannya agar anak tersebut memerhatikan shalat, dan berlatih melaksanakannya.

Rasulullah ﷺ bersabda: Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. (HR Bukhari Muslim).

Tidak ada jalan untuk diri kita dan keluarga kita kecuali taat kepada Allâh Ta’ala. Allâh ﷻ berfirman :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS At-Tahrim ayat 6).

Abdullah bin Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

تَعَوَّدُوا الْخَيْرَ، فَإِنَّمَا الْخَيْرُ فِي الْعَادَةِ.

“Biasakanlah berbuat baik. Karena kebaikan akan terbentuk dengan kebiasaan.” [Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah (35713); sanadnya shahih].

Apabila ia shalat, maka dia dan walinya sama-sama akan memperoleh pahala, berdasarkan firman Allah:

“Dan barangsiapa melaksanakan kebaikan, maka ia akan memperoleh pahala sepuluh kali lipatnya…” (QS. Al-An’aam: 160)

Shalat adalah rukun Islam yang paling urgen sesudah Syahadatain (dua kalimat syahadat). Shalat disyari’atkan dalam wujud amal ibadah yang paling sempurna dan paling bagus.

Karena pentingnya shalat, maka wajib bagi setiap muslim untuk mempelajarinya. Sehingga dengan ilmunya akan didapat amalan yang benar. Shalat inilah yang pertama kali akan dihisab.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan hadits tersebut hasan.) [HR. Tirmidzi, no. 413 dan An-Nasa’i, no. 466. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih.]

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthâ (shalat Ashar). Dan berdirilah untuk Allâh (dalam shalatmu) dengan khusyu’. [Al-Baqarah/2: 238]

Termasuk sunnah apabila seorang muslim setiap selesai shalat fardhu membaca: أَسْتَـغْـفِـرُ الله ( 3x ). ( Saya memohon ampun kepada Allah ) اَللَّــهُمَّ أَنْتَ السَّلامُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ تَبَارَكْتَ يَا ذَا اْلجَلالِ وَاْلإكْرَامِ (Ya Allah Engkau Maha Sejahtera, dari-Mu kesejahteraan,Maha Berkah Engkau wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan ). لاَ إِلَهَ إِلا الله ُ وَحْدَهُ […]