Tag Archives: Obat hati

Di bulan Ramadhan, setiap muslim akan dimudahkan untuk menjaga hati dan Allah ﷻ memudahkan hamba-Nya untuk menyucikan diri dari dosa-dosa. Sedangkan setelah Ramadhan, banyak kaum muslimin mengabaikan penyucian jiwa dari maksiat dan syahwat. Padahal tujuan berpuasa di bulan Ramadhan adalah untuk membentuk manusia yang bertakwa, bersih dari dosa dan maksiat.

Semoga kita tidak termasuk golongan yang disebut Ka’ab Al Ahbar rahimahullah (tabiin) dimana beliau berkata:

“Barangsiapa puasa Ramadhan sedangkan dalam hati dia berniat seusai bulan Ramadhan dia tidak akan bermaksiat, dia akan masuk Jannah tanpa ditanya dan tanpa dihisab. Dan barangsiapa puasa Ramadhan sedangkan dalam hati dia berniat setelah Ramadhan akan kembali maksiat, maka puasanya tertolak (tidak diterima Allah).” (Lathoif al-maarif, hal 136-137).

Baik buruknya perilaku seorang manusia sangat bergantung pada hatinya. Jika hatinya baik maka perilakunya akan baik. Sebalikmya, bila hatinya buruk maka akan berakibat pada buruknya perilaku manusia tersebut.

Allah tidak memandang rupa, wajah, atau kulit hamba-Nya. Yang dipandang darinya hanyalah hatinya. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ :

إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَا إِلَى أَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ، فَمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ صَالِحٌ تَحَنَّنَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ، وَإِنَّمَا أَنْتُمْ بَنِي آدَمَ أَكْرَمُكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi melihat hati dan amalan kalian. Siapa saja yang memiliki hati yang bersih, maka Allah menaruh simpati padanya. Kalian hanyalah anak cucu Adam. Tetaplah yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling takwa (HR Al-Thabrani).

Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Beberapa ungkapan yang indah yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah pada penyebutan kekhususan empat perkara pendengaran, penglihatan, tangan, dan kaki. “Aku bersama pendengarannya, yang ia mendengar dengannya, penglihatannya, yang ia melihat dengannya, tangannya, yang ia mengambil dengannya, dan kakinya, yang ia berjalan dengannya…”

Kenapa dikhususkan empat perkara ini, padahal seseorang memiliki panca indera yang lain, karena digunakan sebagai sarana – indra untuk mengetahui (pendengar dan penglihatan) dan mengerjakan perbuatan (tangan dan kaki). Masuk ke hati melalui pendengaran dan penglihatan, oleh karena itu Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 36:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا

Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.

Melalui pendengaran dan penglihatan akan masuk banyak perkara ke dalam hati diikuti gerakan tangan dan kaki. Maka kalo hati Itu bergerak maka badan bergerak, kaki melangkah dan tangan bergerak. Melangkah ke arah cinta atau benci. Gerakan badan ini mengikuti segumpal daging ini (hati).

Kesehatan hati dan badan akan berpengaruh terhadap kemampuan ibadah kita. Keduanya sangat berkaitan erat.

Para ulama mengatakan hati adalah raja bagi badan. Hati diibaratkan raja, sedang aggota badan adalah prajuritnya. Bila rajanya baik, maka akan baik pula urusan para prajuritnya. Bila buruk, maka demikian pula urusan para prajuritnya.

Bila hati terjangkit penyakit maksiat, penyakit yang menjauhkannya dari Allâh Azza wa Jalla, maka hati tidak bisa menjalankan fungsi kerjanya. Ia tidak bisa menghadirkan amalan-amalan untuk ibadah kepada-Nya. Ia akan jauh dari mengenal Allâh Azza wa Jalla .

Oleh sebab itu, dalam Islam amalan hati memiliki kedudukan yang agung. Bisa dikatakan, pahala dari amalan hati lebih besar daripada amalan badan. Hati adalah standar kebaikan amalan badan. Ia ibarat pemimpin bagi badan. Baiknya hati akan berpengaruh pada baiknya amalan badan.

Hati seharusnya menjadi perhatian utama daripada lahiriyah. Karena baiknya hati, baik pula amalan lainnya. Karena hati yang bersih, amalan yang lain bisa diterima. Beda halnya jika memiliki hati yang rusak, terutama hati yang tercampur noda syirik. Karena itu perhatikanlah hatimu!

Hati adalah pokok amalan. Jika hati baik, maka semuanya akan berimbas baik. Rasulullah ﷺ pernah bersabda, ‘Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya aka rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hati yang bersih akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan merupakan pokok diterimanya amal yaitu niat yang ikhlas karena Allâh ﷻ.

1. Istighfar.

Istighfar akan menyucikan hati dari kegelapan maksiat dan dosa. Sebab, dosa menjadi noda dan kotoran bagi hati.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ [كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ]

“Sesungguhnya apabila seorang hamba melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, bersihlah hatinya. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya [Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka].” (HR. Ahmad, Al-Tirmidzi no. 3334, dan Ibnu Majah no. 4244. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani)

2. Menjadi orang yang pemaaf

Manusia yang mempunyai jiwa pemaaf, termasuk memaafkan diri sendiri, dampak baiknya tidak akan mengalami gangguan kecemasan.

Contohlah sifat Aisyah Radhiyallahu’anha yang ditimpa fitnah yang begitu besar tatkala dituduh berselingkuh, hingga Rasulullah ﷺ dan Abu Bakar Radhiyallahu’anhu, bapaknya juga ikut terkena imbasnya. Akan tetapi Aisyah Radhiyallahu’anha menyapa para sahabat yang telah memfitnahnya.

Kejelekan tidaklah dibalas dengan kejelekan, balaslah kejelekan dengan kebaikan. Berikanlah maaf kepada orang yang berbuat jelek kepada kita.