Tag Archives: nikmat ramadhan

Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala nikmat yang tidak terhingga.

Generasi emas umat ini, generasi salafush shalih, mereka selalu mempersiapkan diri menyambut Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Sebagian ulama salaf mengatakan,

كَانُوا يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يُبَلِّغَهُمْ شَهْرَ رَمَضَانَ ثُمَّ يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ

”Mereka (para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadlan.” (Lathaaiful Ma’arif hal. 232).

Ukuran kebaikan adalah sempurna di akhir bukan kurangnya di awal. Dalam sebuah riwayat disebutkan,

وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6607).

Begitu banyak ampunan di bulan Ramadhan, sehingga apabila ada yang tidak diampuni di bulan Ramadhan maka benar-benar “keterlaluan” jeleknya. Dalam suatu hadits disebutkan bahwa orang yang tidak diampuni di bulan Ramadhan akan mendapatkan celaka dan kerugian yang besar.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda,

رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ – أَوْ بَعُدَ – دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ

“Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan kemudian Ramadhan berlalu dalam keadaan dosa-dosanya belum diampuni.” [HR. Ahmad, shahih]

Maka masuk sepertiga Ramadhan hendaknya lebih bersungguh-sungguh dalam mengisi amaliah di akhir Ramadhan, karena keutamaan Ramadhan yang paling besar adalah di sepuluh hari terakhirnya. Karena pada malam-malam akhir terdapat malam Lailatul Qadar.

Dalam hadits disebutkan,

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau mengencangkan sarungnya, menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174).