Tag Archives: kajian rutin

Hadits 11:

وعن أنس – رضي الله عنه: أنَّ رَجُلًا كَانَ عِنْدَ النَّبيِّ، – صلى الله عليه وسلم – فَمَرَّ رَجُلٌ بِهِ، فَقَالَ: يَا رَسُول الله، أنِّي لأُحِبُّ هَذَا، فَقَالَ لَهُ النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم: «أأعْلَمْتَهُ؟» قَالَ: لاَ. قَالَ: «أَعْلِمْهُ»، فَلَحِقَهُ، فَقَالَ: إنِّي أُحِبُّكَ في الله، فَقَالَ: أَحَبَّكَ الَّذِي أَحْبَبْتَنِي لَهُ. رواه أَبُو داود بإسناد صحيح

385. Dari Anas 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾 bahwasanya ada seorang lelaki yang berada di sisi Nabi ﷺ, lalu ada seorang lelaki lain berjalan melaluinya, lalu orang yang di dekat beliau berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya mencintai orang ini.” Nabi ﷺ bertanya: “Adakah engkau sudah memberitahukan padanya tentang itu?” Ia menjawab: “Tidak -belum saya beritahukan.” Nabi ﷺ bersabda: “Beritahukanlah padanya.” Orang yang bersama beliau lalu menyusul orang yang melaluinya tadi, lalu berkata: “Sesungguhnya saya mencintaimu.” Orang itu lalu menjawab: “Engkau juga dicintai oleh Allah yang karena Allah itulah engkau mencintai aku.”

Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.

Hadits ini mengandung perintah agar memberitahukan bahwa seseorang mencintainya karena Allah ﷻ.

📖 Hadits 9:

وعن أَبي كَرِيمَةَ المقداد بن معد يكرب – رضي الله عنه – عن النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: «إِذَا أَحَبَّ الرَّجُلُ أَخَاهُ، فَليُخْبِرْهُ أَنَّهُ يُحِبُّهُ». رواه أَبُو داود والترمذي، وَقالَ: «حديث صحيح».

382. Dari Abu Karimah yaitu al-Miqdad -di sebagian naskah disebut al-Miqdam- bin Ma’dikariba 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾 dari Nabi ﷺ, sabdanya: “Jikalau seorang itu mencintai saudaranya, maka hendaklah memberitahukan pada saudaranya itu bahwa ia mencintainya.”

Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad (542), Abu Dawud (5124), at-Tirmidzi (2592 -Tuhfah).

📖 Hadits 10:

وعن معاذ – رضي الله عنه: أن رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم – أخذ بيدهِ، وَقالَ: «يَا مُعَاذُ، وَاللهِ، إنِّي لأُحِبُّكَ، ثُمَّ أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ، لاَ تَدَعَنَّ في دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ: اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ». حديث صحيح، رواه أَبُو داود والنسائي بإسناد صحيح.

383. Dari Mu’az 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾 bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengambil tangannya dan bersabda: “Hai Mu’az, demi Allah, sesungguhnya saya ini mencintaimu. Kemudian saya hendak berwasiat padamu hai Mu’az, yaitu: Janganlah setiap selesai shalat meninggalkan bacaan -yang artinya: Ya Allah, berilah saya pertolongan untuk tetap mengingatMu serta bersyukur padaMu, juga berilah saya pertolongan untuk beribadah yang sebaik-baiknya padaMu.”

Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan an-Nasaa’i dengan sanadnya yang shahih.

📒 Pengesahan Hadits:

Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (1522), an-Nasaa’i (III/53), dan lainnya melalu jalan Haiwah bin Syuraih, aku pernah mendengar Uqbah bin Muslim at-Tujibi, dia mengatakan, Abu Abdirrahman al-Hubuli memberitahuku dari ash-Shunabihi.

Penulis katakan: “Sanad hadits ini shahih dan para rijalnya pun tsiqah.”

Dan hadits ini mempunyat dua syahid (penguat) dari Abdullah bin Mas’ud dan Abu Hurairah Radhiyallahu’anhum.

Ibadah Adalah Cinta yang Diiringi dengan Ketundukan dan Penghinaan Diri kepada yang Dicintai

📖 Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Kekhususan ibadah adalah cinta yang diiringi dengan ketundukan dan penghinaan diri kepada yang dicintai. Barang siapa yang mencintai sesuatu dan merendahkan diri kepadanya berarti dia telah beribadah dengan hatinya. Bahkan, ibadah itu merupakan tingkatan akhir (puncak) sebuah cinta. Hal ini dinamakan juga dengan tatayyum.

Tingkatan cinta yang pertama adalah al-‘alaaqah (hubungan). Dinamakan hubungan karena terdapat keterkaitan antara hati orang yang mencintai dan orang yang dicintai.

▪️ Seorang penya’ir berkata:

Aku punya hubungan dengan Laila, si pemilik kuncir, saat payudara gadis sebaya dengannya belum berbentuk.

▪️ Penyair lain berkata:

Apakah engkau berhubungan dengan Ummul Walid, padahal kepalamu telah beruban seperti tanaman yang memutih? Tingkatan cinta selanjutnya adalah shabaabah (kerinduan). Dinamakan demikian karena tertuangnya hati orang yang mencintai kepada yang dicintai.

Bagian kedua: HAL-HAL YANG WAJIB DALAM SHALAT

Hal-hal yang wajib dalam shalat ada delapan, yaitu sebagai berikut:
1. SELURUH TAKBIR DALAM SHALAT, SELAIN TAKBIRATUL IHRAM, HUKUMNYA WAJIB.
Karenanya seluruh takbir untuk berpindah (dari satu rukun ke rukun yang lain) termasuk wajib, bukan rukun.
2. AT-TASMI’. Yaitu ucapan, (sami’allaahu li man hamidah).
Ucapan ini wajib bagi imam dan munfarid (orang yang shalat sendirian), adapun makmum, tidak mengucapkannya.
3. AT-TAHMIID. Yaitu mengucapkan: (rabbanaa wa lakal hamdu),bagi imam, makmum dan orang yang shalat sendirian.
4. UCAPAN SUBHAANA RABBIYAL’AZHIIM DALAM RUKU SEBANYAK SATU KALI.
5. UCAPAN (SUBHAANA RABBIYAL A’LA DALAM SUJUD, SEBANYAK SATU KALI. Namun disunnahkan menambahnya hingga tiga kali.
6. UCAPAN (RABBIGHFIRLI), ANTARA DUA SUJUD, SEBANYAK SATU KALI.
7. UCAPAN DO’A TASYAHHUD PERTAMA.
8. DUDUK TASYAHHUD PERTAMA.

Orang yang sengaja tidak melakukan salah satu dari hal-hal yang wajib ini, baik yang berupa ucapan, ataupun gerakan yang delapan ini, secara sengaja, maka shalatnya batal. Karena berarti ia mempermainkan shalat. Namun orang yang tidak melakukannya karena lupa, atau karena tidak tahu, maka ia cukup bersujud sahwi. Karena ia meninggalkan sesuatu yang tidak boleh ditinggalkan. Maka, ia harus menutupi kekurangan itu dengan sujud sahwi.

📖 Hadits ke-80:

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anha -semoga Allah meridhainya- ia berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Apabila salah seorang dari kalian memperbagus keislamannya, maka setiap kebaikan yang ia amalkan ditulis untuknya sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Dan setiap keburukan yang ia amalkan ditulis sama dengannya. (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-2, Kitab Iman dan bab ke-24, bab baiknya ke-lslaman seseorang)

📖 Hadits ke-81:

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hadits yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya Tabaraka wa Ta’ala. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah menulis kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa yang berniat melakukan kebaikan lalu tidak mengerjakannya, maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna, dan jika dia berniat mengerjakan kebaikan lalu mengerjakannya, maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus lipat hingga perlipatan yang banyak. Jika dia berniat melakukan keburukan lalu tidak jadi mengerjakannya, maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna, dan jika dia berniat melakukan keburukan lalu mengerjakannya, maka Allah menulis itu sebagai satu keburukan.” (Dikeluarkan oleh Bukhari pada Kitab ke-81, Kitab Kehalusan Hati dan bab ke-31, bab orang yang berniat melakukan kebakan atau keburukan)

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 167:

وَقَالَ ٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوا۟ لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا۟ مِنَّا ۗ كَذَٰلِكَ يُرِيهِمُ ٱللَّهُ أَعْمَٰلَهُمْ حَسَرَٰتٍ عَلَيْهِمْ ۖ وَمَا هُم بِخَٰرِجِينَ مِنَ ٱلنَّارِ

Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami”. Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُوا۟ مِمَّا فِى ٱلْأَرْضِ حَلَٰلًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

إِنَّمَا يَأْمُرُكُم بِٱلسُّوٓءِ وَٱلْفَحْشَآءِ وَأَن تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.

Materi Kedelapan: Akad Dzimmah dan Hukum-hukumnya

A. Akad Dzimmah

Akad dzimmah ialah pemberian jaminan keamanan terhadap orang kafir yang bersedia memberikan jizyah (upeti) kepada kaum Muslimin serta berjanji kepada kaum Muslimin mengenai kesediaannya menerima pemberlakuan ketentuan hukum syariat Islam dalam kasus pelanggaran berat seperti: Kasus pembunuhan, pencurian dan pelanggaran kehormatan.

B. Siapakah yang Berhak Melakukan Akad Dzimmah

Adapun orang yang berhak mengadakan akad dzimmah ialah pimpinan atau wakilnya. Sedang selain keduanya tidak berhak melakukannya. Berbeda dengan masalah pemberian perlindungan serta keamanan, maka setiap orang Islam, baik laki-laki maupun wanita dapat memberikan perlindungan serta keamanan. Karena Ummu Hani binti Abi Thalib pun telah melindungi seorang laki-laki dari kaum musyrikin ketika penaklukan kota Makkah, kemudian ia menemui Rasulullah ﷺ dan menceritakan hal itu, maka Rasulullah ﷺ bersabda,

“Sungguh kami akan melindungi orang yang engkau lindungi, dan kami pun akan menjamin keamanan orang yang engkau jamin keamanannya, wahai Ummu Hani’. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 2171).

C. Membedakan Ahludz Dzimmah (Orang Kafir yang Berada di Bawah Perlindungan Kaum Muslimin) dari Kaum Muslimin

Wajib membedakan ahludz dzimmah dari kaum Muslimin di dalam berpakaian dan lain-lain, supaya mereka dapat dikenali dan orang yang meninggal dari mereka tidak boleh dikuburkan di pekuburan orang-orang Muslim, tidak boleh berdiri memberi hormat terhadap mereka, tidak boleh memulai ucapan salam terhadap mereka dan tidak boleh mendudukkan mereka di bagian depan di dalam pertemuan, berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ:

وَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم : “لاَ تَبْدَؤُوْا الْيَهُوْدَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ، وَإِذَا لَقِيتُمُوْهُمْ فِي طَرِيْقٍ فَاضْطَرُّوْهُمْ إِلَى أَضْيَقِهِ.” أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ .

Dari Abu Hurairah Radiyallāhu anhu ia berkata: Rasūlullāh Shallallāhu Alayhi Wasallam bersabda: “Janganlah kalian mendahului mengucapkan salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, dan jika kalian bertemu dengan mereka disebuah jalan, desaklah mereka ke tempat yang paling sempit.”

(Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2167).

Hujan adalah nikmat yang besar, dengannya akan terlaksana kehidupan di dunia, semua mahluk di dunia membutuhkan air, dan jika Allah tahan hujan beberapa waktu maka kehidupan akan hancur.

Banyak negeri yang tidak dianugrahi nikmat ini. Oleh karena itu agar kita termasuk orang-orang yang pandai bersyukur dan nikmat yang diberikan tidak menjadi sumber bencana, maka mari kita sebagai seorang muslim mari kita pelajari dan amalkan adab-adab yaitu dzikir ketika hujan baik sebelum, sesudah ataupun pada saat hujan.

Allah ﷻ berfirman:

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُّبَارَكاً فَأَنبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ

“Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.” (QS: Qaaf (50) : 9).

Yang dimaksud keberkahan di sini adalah turunnya hujan, lebih banyak melahirkan kebaikan (manfaat), daripada mudharatnya (keburukan).

Allâh ﷻ berfirman:

وَلَا تَسْتَوِى ٱلْحَسَنَةُ وَلَا ٱلسَّيِّئَةُ ۚ ٱدْفَعْ بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِى بَيْنَكَ وَبَيْنَهُۥ عَدَٰوَةٌ كَأَنَّهُۥ وَلِىٌّ حَمِيمٌ

34. Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.

📝 Tafsir Ayat:

Ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya yang berisi keutamaan orang yang mengajak ke jalan Allâh ﷻ: Nabi Muhammad ﷺ, para ulama dan muadzin yang menyeru sholat.

Ayat ini memberikan kaidah: tidak sama kebaikan dengan keburukan, walaupun keburukan itu diminati banyak manusia. Yaitu tidak sama antara keimanan dengan kekufuran, tauhid dengan syirik, sunnah dengan bid’ah, lamaran dengan pacaran dan seterusnya.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 165:

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ ٱللَّهِ ۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓا۟ إِذْ يَرَوْنَ ٱلْعَذَابَ أَنَّ ٱلْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعَذَابِ

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).

📝 Tafsir Ayat:

Telah dijelaskan pada ayat-ayat sebelumnya tentang kaitan orang-orang beriman yang bersandarkan kepada Tauhid Uluhiyah, Rububiyah dan Asma’ wa Shifat.

Ayat ini dilanjutkan dengan orang-orang yang berbuat syirik, yaitu tandingan-tandingan Allâh ﷻ dengan berbagai macam bentuknya.

Sudah banyak bukti-bukti yang pasti ini, sebagian dari manusia masih mengambil selain Allah sebagai berhala-berhala dan patung-patung serta penolong-penolong yang mereka jadikan sebagai tandingan-tandingan bagi Allah, mereka  memberikan kepada tandingan-tandingan itu rasa cinta, pengagungan dan ketaatan Yang Tidak sepantasnya diberikan kecuali bagi Allah Semata.

Syirik Mahabbah (Cinta)

Amaliyah syirik bukan hanya masalah lahir akan tetapi juga bisa dalam masalah bathin, seperti cinta.

Sebagian manusia ada yang menjadikan tandingan untuk Allah dalam masalah cinta. Dimana mereka mencintai tandingan itu seperti mencintai Allah. Berarti -dalam masalah cinta- kalau cinta kita kepada sesuatu seperti cinta kepada Allah, berarti kita sudah mempersekutukan Allah dalam mahabbah. Didalam takut juga ada, sama. Apabila kita takut kepada sesuatu seperti takutnya kita kepada Allah, maka kita jatuh kepada syirik besar.

Cinta bisa berbentuk thabi’i (manusiawi) seperti mencintai anak, mencintai hal-hal yang indah. Bisa juga cinta ibadah seperti mencintai Allâh ﷻ dan Rasul-Nya. Konsekuensinya kita menjalankan perintahNya dan mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah ﷺ. Dan cinta syirik inilah yang dilarang, yaitu mencintai makhluk lebih besar daripada cinta kepada Allâh ﷻ. Seperti patung, berhala, jin dan lainnya.