Tag Archives: kajian rutin

Islam adalah agama rahmat. Makna “Islam Rahmatan lil ‘Alamin” adalah Islam yang kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam semesta.

Rahmatan lil’alamin adalah istilah qurani dan istilah itu sudah terdapat dalam Alquran, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al- Anbiya’ ayat 107:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ ﴿١٠٧

“Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.

Ayat tersebut menegaskan bahwa ajaran Islam yang dipahami secara benar akan mendatangkan rahmat untuk semua orang, baik Islam maupun non muslim, bahkan untuk seluruh alam. Islam tidak membenarkan ada diskriminasi karena perbedaan agama, suku, ras, dan bangsa. Itu tidak boleh dijadikan alasan untuk saling berpecah belah. Seorang muslim mempercayai, bahwa seluruh umat manusia adalah keturunan Adam. Dan Adam diciptakan dari tanah. Perbedaan suku, bangsa, dan warna kulit, adalah bagian dari tanda-tanda kekuasaan dan kebijaksanaan Allah, dalam menciptakan dan mengatur makhluk-Nya.

Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari neneknya Radhiyallahu’anha, katanya: “Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak termasuk golongan kami -umat Islam- orang yang tidak belas kasihan kepada golongan kecil diantara kita -baik usia atau kedudukannya- serta tidak termasuk golongan kami pula orang yang tidak mengerti kemuliaan -cara memuliakan- yang tua diantara kita.”

Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi. Imam Tirmidzi mengatakan bahwa ini adalah hadis hasan shahih. Dalam riwayat Abu Dawud disebutkan: “hak orang yang tua dari kita.”

Fawaid Hadits:

1. Anjuran menyayangi anak-anak kecil dan lemah lembut kepada mereka, dan juga berkasih sayang dan berbuat baik kepada mereka.
2. Dianjurkan untuk memuliakan orang yang lebih tua dan meninggikan mereka.
3. Masyarakat Islam adalah bangunan yang kokoh, menyayangi yang kecil dan menghormati yang besar, karena setiap dari keduanya memiliki tempat di tembok-tembok bangunan tersebut, dimana Rasulullah ﷺ yang menyempurnakan bangunannya.
4. Sepatutnya mengetahui hak para ulama dan memuliakan mereka. Ada hadits riwayat Ahmad dari Ubadah bin Shamith, “dia Mengetahui hak-hak yang alim diantara kami.”

Jika perhatian kita terhadap kesehatan tubuh begitu besar, maka sepantasnya kita memiliki perhatian yang lebih besar terahadap kesehatan hati. Karena hati adalah organ paling penting yang kita miliki. Ia lebih penting daripada mata, telinga, dan organ tubuh kita yang manapun.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

أَلاَ إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah, di dalam tubuh terdapat segumpal daging jika ia baik maka seluruh tubuh akan baik dan jika ia rusak maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah, itu adalah hati.” (HR. Bukhari)

Hati ibarat raja sedangkan organ tubuh yang lain ibarat pembantu dan prajuritnya. Ia yang membuat keputusan dan mengeluarkan instruksi kepada seluruh organ tubuh. Seluruh organ lain selalu tunduk patuh kepada perintahnya. Jika ia memerintah mata untuk membaca, mata pasti membaca.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah adalah salah satu ulama yang menyadari betapa pentingnya merawat hati. Buku Ighatsatul Lahfan min Mashayidisy Syaithan (diterjemahkan dengan judul Menyelamatkan Hati dari Tipu Daya Setan) mengenalkan kita kepada berbagai penyakit hati dan godaan setan terhadapnya, bagaimana perilaku yang timbul akibat godaan tersebut, dan kondisi yang terjadi pada hati setelah menerimanya.

Nifak atau pelakunya disebut munafik merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya. Jika tidak ditangani sesegera mungkin akan mengakibatkan penderitanya binasa. Penyakit ini adalah penyakit yang amat menjijikkan dan mengakibatkan penyimpangan yang amat buruk. Seorang mulim sejati tentu sangat mewaspadai penyakit akut ini, hanya saja terkadang ia tidak menyadari bahwa ternyata ia telah terjangkit penyakit ini, terutama nifak yang bersifat lahiriah.

Kajian ini merupakan kajian rutin Messaied setiap Kamis malam. Bersama Ustadz Syukron Khabiby Hafidzahullah.

Mudah-mudahan Allah Ta’ala menjauhkan kita semua dari sifat kemunafikan ini dan segala sifat buruk yang melemahkan iman dan agar kita diwafatkan di atas cahaya keimanan.

Pemimpin dalam rumah tangga ini adalah laki-laki (suami). Dan yang mengangkat laki-laki sebagi pemimpin adalah Allah Ta’ala sendiri. Allah Ta’ala berfirman,

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Hal ini karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa’ [4]: 34)

Tafsir Surat An-Nur, ayat 36-38 menyebutkan ciri-ciri lelaki sejati:

{فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ (36) رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأبْصَارُ (37) لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ (38) }

Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan salat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.

Beberapa kewajiban yang wajib disampaikan kepada para remaja antara lain:

1. Menyampaikan Hak-hak Allâh ﷻ

Yaitu mentauhidkan Allâh ﷻ dan tidak menyekutukannya. Demikian juga tauhid rububiyah, Dzat yang memberi rezeki. Serta sifat-sifat Allâh ﷻ yang mulia.

Sampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami dan berkesinambungan.

2. Menyampaikan hak-hak Rasulullah ﷺ

Yaitu dengan mengikuti sunnah-sunnah Rasulullah ﷺ, mendengar nama Nabi ﷺ dengan bershalawat, tidak mengolok-olok syariat Nabi ﷺ. Karena apa yang disampaikan adalah wahyu.

Rasulullah ﷺ bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Tidak beriman salah seorang di antara kalian sehingga aku lebih dia cintai daripada bapaknya, anaknya, dan seluruh manusia.” (HR. al-Bukhari)

3. Mengenalkan kepada mereka mahramnya

Yaitu nasab, karena nasab adalah bagian dari agama. Menjelaskan bahayanya memutus silaturahim.

Terutama bagi WNI diaspora yang hidup di negara lain. Tentunya perlu mengenalkan kerabat-kerabatnya.

Poin ke tiga Pendidikan Dasar untuk Para Pemuda adalah: Memerintahkan untuk Melakukan apa saja yang Diwajibkan, seperti Shalat, puasa dan zakat dan kewajiban lainnya.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Lukman ayat 17: Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun! Dan pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun (jika mereka meninggalkan shalat)! Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan anak perempuan)!  (Hadits ini hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 495; Ahmad, II/180, 187; Al-Hakim, I/197).

Ibrahim alaihissalam selalu berdo’a agar keturunannya menjadi orang yang melakukan shalat: Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. (QS Ibrahim ayat 40).

Kedudukan sholat lima waktu dalam agama ini adalah ibarat tiang penopang dari suatu kubah (dalam hal ini yang dimaksud dengan kubah adalah Islam) . Tiang penopang yang di maksud di sini adalah tiang utama. Artinya jika tiang utama ini roboh, maka tentu suatu kubah atau kemah akan roboh.

“Shalat itu adalah tiang agama (Islam), maka barangsiapa mendirikannya maka sungguh ia telah mendirikan agama; dan barangsiapa meninggalkannya, maka sungguh ia telah merubuhkan agama” (HR. Baihaqi).

Pemuda di setiap umat adalah tulang punggung yang membentuk komponen pergerakan. Karena mereka memiliki kekuatan yang produktif dan kontribusi (peran) yang terus-menerus. Dan pada umumnya, tidaklah suatu umat akan runtuh, karena masih ada pundak para pemuda yang punya kepedulian dan semangat yang membara.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahqaf ayat 15:

حَتّٰىٓ اِذَا بَلَغَ اَشُدَّهٗ وَبَلَغَ اَرْبَعِيْنَ سَنَةًۙ

…sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun…

Inilah batasan umur pemuda… Batasan inilah waktu yang produktif, karena umur akan semakin tua maka semakin melemah…

Dalam ayat lain surat Ar – Rum ayat 54:

۞ اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَّشَيْبَةً ۗيَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُۚ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْقَدِيْرُ

Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa.

Maka, waktu produktif inilah, waktu yang paling bagus untuk dimanfaatkan. Terutama untuk persiapan ilmu dan amal, sebelum menjadi lemah.

Dari Abu Musa Radhiyallahu’anhu, katanya: “Rasulullah ﷺ bersabda: “Setengah daripada cara mengagungkan Allah Ta’ala ialah dengan jalan memuliakan orang Islam yang sudah beruban serta orang yang hafal al-Quran yang tidak melampaui batas ketentuan -dalam membacanya- dan tidak pula meninggalkan membacanya. Demikian pula memuliakan seorang sultan -penguasa pemerintahan yang adil-.”
Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud.

Setengah dari cara mengagungkan Allâh ﷻ dalam hadits ini ada tiga:
1. Memuliakan orang tua yang masa mudanya dalam keimanan
2. Memuliakan Orang yang membaca Al-Qur’an (membawa Al-Qur’an) karena berusaha untuk menghafal, mentadaburinya, memahaminya dan mengamalkannya. Yaitu, ada sesuatu yang berat yang dia pikul.
3. Memuliakan Penguasa yang adil.

Hadits ini menunjukan keagungan Islam dalam memuliakan orang-orang yang lebih tua, dengan menghormati dan mendahulukan mereka

Makna الغَالِي antara lain:

1. Berlebih-lebihan dalam memahami Al-Qur’an tanpa panduan tafsir dari para ahli tafsir. Maka, dilarang memahami Al-Qur’an berdasarkan arti harfiah (per kata).
2. Memahami tajwid secara berlebih-lebihan.
3. Membacanya dengan cepat sehingga dapat menghalangi dia dari memahami maknanya.

Ada yang menafsirkan, dia meninggalkan Al-Qur’an setelah memahaminya.

Hari Arafah yang jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah setiap tahun merupakan salah satu hari yang paling utama sepanjang tahun. Keistimewaan hari ini berdasarkan pada dalil umum dan khusus.

Dalil umum yaitu hadits Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari-hari di mana amal saleh di dalamnya  lebih dicintai Allâh Azza wa Jalla daripada hari–hari yang sepuluh ini”. Para sahabat bertanya, “Tidak juga jihad di jalan Allâh ? Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak juga jihad di jalan Allâh, kecuali orang yang keluar mempertaruhkan jiwa dan hartanya, lalu tidak kembali dengan sesuatupun.” [HR al-Bukhâri no. 969 dan at-Tirmidzi no. 757, dan lafazh ini adalah lafazh riwayat at-Tirmidzi]

Dalil Khususnya masing-masing dijelaskan dalam kajian online kali ini bersama Ustadz Syukron Khabiby, Lc M.Pd Hafidzahullah.

Hari Arafah adalah hari ‘ied (perayaan) kaum muslimin. Sebagaimana kata ‘Umar bin Al Khottob dan Ibnu ‘Abbas. Karena Ibnu ‘Abbas berkata, “Surat Al Maidah ayat 3 tadi turun pada dua hari ‘ied: hari Jum’at dan hari Arafah.” ‘Umar juga berkata, “Keduanya (hari Jum’at dan hari Arafah) -alhamdulillah- hari raya bagi kami.” Akan tetapi hari Arafah adalah hari ‘ied bagi orang yang sedang wukuf di Arafah saja. Sedangkan bagi yang tidak wukuf dianjurkan untuk berpuasa menurut jumhur (mayoritas) ulama.