Tag Archives: Assunnah Qatar

Hidup yang Berkah

Kadang kita salah paham. Yang kita harap-harap adalah kebaikan dari orang lain, sampai-sampai hati pun bergantung padanya. Mestinya kita tahu bahwa seluruh kebaikan dan keberkahan asalnya dari Allâh ﷻ. Hingga Allâh ﷻ menyebut Tabarok… Untuk dirinya sendiri. Sedangkan makhluk-Nya statusnya diberkahi (Mubarak).

Berkah secara bahasa dari kata al-buruk [البروك] yang artinya menetap. Sumur bahasa arabnya birkah [بِركَة], karena ada air menetap di dalamnya. Kemudian kata ini digunakan untuk menyebut sesuatu yang memiliki banyak kebaikan.

▪️ Kitab yang berkah

Allah menyebut al-Quran sebagai kitab yang diberkahi,

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS. Shad: 29).

▪️ Nabi Isa Alaihissalam (Manusia yang berkah).

Sifat-sifat manusia yang diberkahi oleh Allah dalam kehidupan, sebagaiman Allâh ﷻ menceritakan tentang ‘Isa bin Maryam. Dalam al-Quran, Allah menyebut Nabi Isa sebagai manusia yang diberkahi. Allah berfirman menceritakan perkataan Nabi Isa sewaktu masih bayi,

وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ

“Dan Allah menjadikanku banyak keberkahan di manapun aku berada.” (QS. Maryam: 31).

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka… (QS. Surat At-Tahrim:6)

Yang dimaksud menjaga diri adalah menjaga diri kita dan keturunan kita, dan menjaga keluarga kita maksudnya isteri kita. Maka kita disuruh menjaga diri kita, anak keturunan kita dan isteri kita dari api neraka.

1. Mengajarkan Adab-Adab dan Ilmu

Untuk mewujudkan itu, Sahabat ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Ajarkanlah agama kepada keluarga kalian, dan ajarkan pula adab-adab Islam.”

Karena tatkala mereka memiliki adab dan ilmu yang benar maka mereka akan bisa menghindarkan dirinya dari apa yang dilarang Allâh ﷻ.

2. Memastikan Harta halal untuk Nafkah Keluarga.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

كل لحم نبت من سحت فالنار أولى به

“Setiap Daging yang Tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih berhak baginya.” (HR. Thabrani).

Dulu para wanita, melepas kepergian suaminya yang hendak berangkat mencari nafkah dengan nasehat yang indah. Kalimat menyejukkan yang memberikan semangat luar biasa bagi sang suami untuk mencari nafkah dengan cara yang tidak melanggar syariat. Ketika sang suami hendak berangkat, mereka berpesan,

Wahai fulan (suamiku), berilah makanan yang halal bagi kami. Kami sanggup untuk menahan diri dengan bersabar dalam kondisi lapar. Namun kami tidak sanggup untuk bersabar dari neraka dan murka al-Jabbar (Dzat Yang Maha Mutlak Ketetapan-Nya).

Sikap semacam inilah yang selayaknya Anda tiru… mereka wanita-wanita sholihah, calon-calon bidadari surga. Menghiasai kecantikan dirinya denagn kecantikan akhlaknya.

Membunuh Para Nabi

Kaum Yahudi membunuh para Nabi, hingga dalam waktu sehari mereka membunuh 70 nabi, lalu mereka mengadakan pasar di sore hari, seolah-oleh mereka tidak berbuat kesalahan apapun dan hampir saja termasuk membunuh Isa Alaihissalam. Al-Quran berkali-kali menyebutkan bahwa ada nabi di masa silam yang dibunuh Bani Israil. Bahkan mereka mengatakan Isa adalah anak haram.

Munafik dengan memutar balikan kitab

Sebagaimana firman Allah ta’ala dalam Surat Ali ‘Imran Ayat 78

وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُۥنَ أَلْسِنَتَهُم بِٱلْكِتَٰبِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَمَا هُوَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

Sesungguhnya diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: “Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui.

Tatakala Musa menunggu kitab yang dijanjikan empat bulan, mereka menawar empat puluh hari, akan tetapi belum genap empat puluh hari mereka telah menyembah ijl (sapi).

Sebagian mereka membaca kitab palsu untuk menipu. Di antara Ahli Kitab ada suatu kelompok yang merubah isi Kitabullah, “yang memutar-mutar lidahnya membaca al-Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari al-Kitab.” Ini adalah pemutarbalikan lafazh dan maknanya.

Kemudian disamping penyimpangan yang sangat keji itu, mereka membuat hal itu seolah-olah dari al-KItab, padahal mereka adalah orang-orang yang berdusta dalam hal tersebut, mereka menampakkan kedustaan terhadap Allah, padahal mereka mengetahui keadaan mereka dan buruknya akibatnya.

Ustadz mengawali nasehat dengan istiqomah dengan mengambil salah satu kajian yang tetap. Raihlah keutamaan seperti yang Rasulullah ﷺ sampaikan terkait amalan ketika terhalangi udzur:

Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Apabila seorang hamba sakit atau bepergian (safar), dicatat (amalannya) seperti apa yang dikerjakannya ketika dia bermukim dan sehat’” (HR Bukhari).

Penentu baik dan buruknya amal seorang hamba, ditentukan oleh ujungnya. Dalam Bukhari disebutkan,

وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6607)

Amalan yang dimaksud di sini adalah amalan shalih, bisa juga amalan jelek. Yang dimaksud ‘bil khawatim’ adalah amalan yang dilakukan di akhir umurnya atau akhir hayatnya.

Sebagian orang sholeh berdo’a dengan Do’a sederhana yang sudah sepatutnya kita hafal dan amalkan karena begitu ringkas namun kandungannya amat mendalam. Inilah do’a agar baik dalam amalan akhir.

Do’a tersebut adalah:

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

Allahumma ahsin ‘aqibatanaa fil umuuri kullihaa, wa ajirnaa min khizyid dunyaa wa ‘adzabil akhiroh. (Ya Allah, baguskanlah setiap akhir urusan kami, dan selamatkanlah dari kebinasaan di dunia dan dari siksa akhirat). [HR. Ahmad 4: 181]

Memahami prinsip muamalah kesadaran yang kita bangun adalah semua akan dihisab disisi Allâh ﷻ. Dari Abu Barzah Al-Aslami, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ

“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417, dari Abi Barzah Al Aslami. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dengan modal inilah, seseorang akan berhati-hati jika bermuamalah dengan harta, jangan sampai ini menjadi musibah di sisi Allâh ﷻ.

Hal inilah yang diperhatikan sahabat Nabi ﷺ. Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu berkata, kami dahulu meninggalkan sembilan dari sepuluh peluang bisnis yang halal karena takut terjerumus kepada sesuatu yang haram.

Maka, jangan mencari yang khilaf dan abu-abu… Karena khilaf bukan dalil tetapi butuh dalil. Maka jangan mencari syubhat.

Rasulullah Muhammad Shallallahu alahi wasallam pernah berpesan tentang akan datang zaman ketika manusia tak peduli halal atau haram.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ، لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ أَمِنَ الْحَلاَلِ أَمْ مِنَ الْحَرَامِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Nabi ﷺ bersabda : Akan datang suatu zaman pada manusia yang ketika itu seseorang tidak peduli lagi tentang apa yang didapatnya apakah dari barang halal ataukah haram. (H. R. Bukhari no . 2059)

Sungguh telah banyak nikmat yang telah Allah anugerahkan. Dan semua kelak akan ditanya, benarkah kita telah memanfaatkan nikmat tersebut dengan benar.

Induk dari semua keyakinan adalah rukun iman, maka yang lainnya adalah turunannya. Berikut beberapa catatan tentang Takdir:

1. Pertama, Iman kepada Takdir mendapatkan perhatian khusus dalam syariat sebagaimana diisyaratkan dalam hadis Jibril, dimana ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ditanya tentang rukun iman beliau memisahkan iman kepada Taqdir dari 5 rukun iman sebelumnya.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, Engkau beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasulNya, dan hari akhir. Serta engkau beriman kepada taqdir, yang baik maupun yang buruk. (HR. Muslim)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memisahkan iman kepada taqdir sebagai bentuk penekanan. Karena potensi penyimpangan terkait iman dalam masalah taqdir sangat besar.

2. Kedua, Kelompok sesat di tengah umat islam Secara umum, kelompok sesat di tengah kaum muslimin ada 2 latar belakang.

[a] Karena latar belakang politik: seperti khawarij (Sudah ada sejak zaman Utsman, Ali – krn mengkafirkan kaum muslimin. Muawiyah & Aisyah tidak disebut khawarij). Bahkan bibitnya sudah ada di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, yaitu Dzul Huwaishirah yang menuduh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak adil dengan perkataanya :

فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ

“Wahai Rasulullah berlaku adillah”

Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyebutkan tentang Dzul Huwaishirah, Akan muncul dari keturunan orang ini sekelompok manusia yang yang membaca al-Quran namun tidak melewati ujung lehernya. Mereka melesat dari agama, sebagaimana anak panah melesat dari sasarannya. Mereka membunuh kaum muslimin dan membiarkan penyembah berhala. (HR. Bukhari)

[b] Karena latar belakang pemikiran Seperti Qadariyah, Jabariyah, Jahmiyah, Mu’tazilah, Maturidiyah, Kullabiyah, Karramiyah, dan yang lainnya.

📖 Hadits 6:

365 – وعن ابن عباس رضي الله عنهما، قَالَ: قَالَ النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم – لِجبريل: «مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَزُورنَا أكثَر مِمَّا تَزُورَنَا؟» فَنَزَلَتْ: {وَمَا نَتَنَزَّلُ إِلاَّ بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ} [مريم: 64]. رواه البخاري.

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma, katanya: “Nabi ﷺ bersabda -kepada- Jibril Alaihissalam: “Apakah sebabnya Tuan tidak suka berziarah pada kami yang lebih banyak lagi -lebih sering- daripada yang Tuan berziarah sekarang ini?” Kemudian turunlah ayat -yang artinya-: Dan kami tidak turun melainkan dengan perintah Tuhanmu. BagiNya adalah apa yang ada di hadapan serta di belakang kita [note 1] dan apa saja yang ada diantara yang tersebut itu.” (Maryam: 64) (Riwayat Imam Bukhari)

✍️ Note 1: Maksudnya ialah bahwa bagi Allah itu adalah semua yang ada di muka dan di belakang kita serta apa pun yang ada diantara keduanya itu, baik mengenai waktu dan tempat. Oleh sebab itu kita semua ini tidak dapat berpindah dari satu keadaan atau tempat kepada keadaan atau tempat yang lain, kecuali dengan perintah dan kehendak Allah sendiri.

📖 Hadits 7:

366 – وعن أَبي سعيد الخدري – رضي الله عنه – عن النَّبيّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: «لا تُصَاحِبْ إلاَّ مُؤْمِنًا، وَلاَ يَأْكُلْ طَعَامَكَ إلاَّ تَقِيٌّ». رواه أَبُو داود والترمذي بإسناد لا بأس بِهِ.

Dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu’anhu dari Nabi ﷺ , sabdanya: “Janganlah engkau bersahabat, melainkan -dengan- orang yang mu’min dan janganlah makan makananmu itu kecuali orang yang bertaqwa.” Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan isnad yang tidak mengapa untuk dijadikan pegangan.

Hadits ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa kita diperintahkan menjadikan orang-orang beriman sebagai teman dekat. Kata pepatah Arab, as sohib sahib, sahabat itu bisa menyeret. Punya sahabat yang buruk (keadaan agamanya), terkadang kita merasa aman dari pengaruh buruknya, namun tanpa sadar kita terseret sedikit-demi-sedikit.

Yang dimaksud dengan “janganlah makan makananmu itu kecuali orang yang bertaqwa” adalah mengundang makan dan bercengkerama seperti teman dekat. Adapun memberi makan berdasarkan kebutuhan si penerima, maka tidak mengapa dengan harapan disertai dengan nasehat yang baik.

Rasulullah ﷺ mengingatkan kita: “Ketahuilah bahwa di dalam badan manusia terdapat segumpal darah. Apabila baik maka baiklah keseluruhan segala perbuatannya dan apabila buruk maka buruklah keseluruhan tingkah lakunya. Ketahuilah bahwa ia adalah hati”.

Ungkapan Rasulullah ﷺ di atas menunjukkan bahwa ‘hati’ merupakan asas yang sangat penting dan tersembunyi dalam diri setiap manusia. la memiliki peran yang vital dalam keseharian manusia. Kebaikan atau pun keburukan manusia bersumber dari hati. Hati merupakan pengarah bagi semua komponen indrawi yang ada pada diri manusia. Andai hatinya buruk dan busuk, maka segala perbuatannya akan jahat dan keji, senantiasa cenderung ke arah maksiat mengikut kehendak hati dan hawa nafsu, dan mengabaikan akal sehatnya.

Dalam hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman,

يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِى شَيْئًا

“Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antara kalian, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun. Jika orang-orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu berhati jahat seperti orang yang paling jahat di antara kalian, tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun juga.” (HR. Muslim no. 2577)

Dalam hadits ini Allâh ﷻ menyebut taqwa ada di dalam hati. Hati ibarat seorang raja bagi seluruh rakyatnya. Tidak ada yang bisa menolak perintah raja. Jika hatinya baik maka akan memerintahkan kebaikan, begitu pula sebaliknya.

Dan Allah sendiri menegaskan yang paling mulia adalah yang paling bertakwa. Ayat yang patut jadi renungan ini adalah firman Allah Ta’ala,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.” (QS. Al Hujurat: 13)

Di zaman sekarang, mungkin ada seseorang yang ibadahnya lebih banyak kuantitasnya daripada ibadah para sahabat,akan tetapi dari sisi hati, tidak ada yang mampu menandingi.

Ibu adalah sebuah Madrasah. Ia menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya, Maka jika ibu menyiapkan dengan maksimal maka akan ada output yang berguna bagi masyarakat.

Bahkan do’a para ibadurrahman diabadikan Allâh ﷻ dalam surah Al-Furqan ayat 74.

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Wahai Tuhan kami, jadikanlah istri-istri dan anak-anak kami orang-orang yang shalih. Jadikanlah anak keturunan kami suri teladan bagi orang-orang yang shalih.”

Para hamba Allah yang Maha Pengasih (ibadurrahman) mereka memiliki karakteristik yang kuat dalam menentukan visi, tidak hanya untuk diri sendiri, melainkan juga untuk keluarga terdekatnya seperti para istri dan anak.

Sehingga Rasulullah ﷺ memberikan guide agar mencari bibit unggul sebelum menikah: Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ: لِمَـالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.

“Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung.” [HR. Al-Bukhari (no. 5090) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 1466) kitab ar-Radhaa’ ]

💡 Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya, karena lelaki punya karakter kerja di luar.

Rasulullah ﷺ bersabda,

وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا

“Dan seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR Al Bukhari )

Karena seorang wanita tidak boleh keluar rumah kecuali dengan izin dari suaminya. Dan semuanya akan dimintai pertanggungjawaban.

Rasulullah ﷺ bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR Al Bukhari dan Muslim)

Fokus dakwah Rasulullah ﷺ saat dakwah di kota Mekah lebih menitikberatkan kepada masalah Aqidah dan di Madinah baru berbicara masalah hukum.

Saking pentingnya aqidah Rasulullah menjaga bidayah wa nihayah. Dari awal hingga akhir… Aqidah adalah ajaran yang mudah, tidak ada sesuatu yang memberatkan, sudah disediakan guide nya melalui Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya.

Berikut beberapa catatan tentang Aqidah yang perlu diketahui kaum muslimin sebagai bahan pembelajaran dalam mengenal Rabbnya.

Pertama, Isi Alqur’an (keterangan wahyu) ada dua bagian:

(a) Insya’ – Wahyu yang berisi aturan, hukum, perintah dan larangan. Dan bentuk ibadah kita untuk hal ini adalah melakukan perintah dan menjauhi larangan (mengamalkannya).

(b) Khabar – berisi berita tentang khaliq dan makhluk.

Syaikhul Islam Rahimahullah menjelaskan Qulhuwallahu ahad adalah sepertiga Al-Qur’an karena ayat ini berbicara tentang Allâh ﷻ hingga khobar tentang Khaliq dan murni berbicara tentang Allâh ﷻ.

Berita tentang makhluk:
Makhluk di dunia:
▪️ kejadian masa silam
▪️ kejadian saat al-Quran diturunkan
Makhluk di akhirat – berupa berita tentang balasan untuk perbuatan manusia.

Allah ta’aala berfirman:

أَلَا لَهُ ٱلْخَلْقُ وَٱلْأَمْرُ

Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. [QS. Al-A’raf ayat 54].

Dalalil nubuwah (bukti kenabian) ada tiga: sebelum menjadi nabi, saat menjadi Nabi ﷺ dan setelah wafatnya beliau. Bentuknya berupa kebenaran yang terjadi dari apa yang telah disampaikan Nabi ﷺ.

Salah satu berita atau guide adalah tatkala Malaikat Jibril alaihissalam mendatangi Rasulullah ﷺ untuk mengajarkan tentang agama. Beliau Rasulullah ﷺ ditanya tentang iman, islam, Ihsan dan hari kiamat.

Kedua, Khabar / berita. Cara ibadahnya adalah dengan membenarkan dan meyakininya.