Tag Archives: Assunnah Qatar

Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang merupakan mukjizat abadi Nabi Muhammad ﷺ. Diturunkan oleh Allâh ﷻ yang Suci diturunkan oleh malaikat yang suci dan diterima oleh Nabi-Nya yang sudah disucikan hatinya.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Waqiah:

اِنَّهٗ لَقُرْاٰنٌ كَرِيْمٌۙ

77. dan (ini) sesungguhnya Al-Qur’an yang sangat mulia,

فِيْ كِتٰبٍ مَّكْنُوْنٍۙ

78. dalam Kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh),

لَّا يَمَسُّهٗٓ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَۙ

79. tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan.

Orang kafir tidak bisa merintangi Al-Quran dengan menguranginya, menambahinya, dan mendustakannya dengan mendatangkan kitab lain, atau mencabut kitab lain yang digunakan untuk mencacatinya. Al-Quran itu diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana dalam segala tindakanNya, mengatur urusan-urusan ciptaan-Nya, dipuji dalam segala keadaan dan dipuji oleh seluruh makhluk-Nya atas kenikmatan melimpah yang diberikan kepada mereka.

Tentunya dalil kebenaran Al-Quran ini tidak hanya dari firman Allah. Tapi juga fakta-fakta didukung oleh beberapa bukti yang logis dan nyata. Inilah yang akan dikaji dalam materi ini.

Kajian Kitab: Al-Lu’lu’ wal Marjan | Larangan Kembali Kepada Kekafiran Sepeninggal Rasulullah ﷺ dengan Saling Membunuh

HADITS KE-44:

حَديثُ جَرِيرٍ أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ قَالَ له في حَجَّةِ الوَدَاعِ: اسْتَنْصِتِ النَّاسَ فَقَالَ: لا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا، يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ.

Jarir menuturkan bahwa ‘Ketika haji Wada’, Nabi ﷺ bersabda kepadanya, “Perintahkan orang-orang untuk diam.” Kemudian beliau bersabda, “Kalian jangan kembali kafir sepeninggalku dengan saling memenggal leher antara kalian”. 

(Yakni janganlah kalian berbuat sebagaimana perbuatan orang-orang kafir (Syarah Shahih Muslim – An-Nawawi 2/55).

(HR. Bukhari, Kitab: “Ilmu” 3), Bab: Diam untuk mendengarkan ulama (43))

Haji Wada adalah haji terakhir Rasulullah ﷺ sebelum beliau meninggal. Ini menegaskan bahwa Siapapun yang bernyawa pasti akan mati.
Perintahkan manusia untuk diam: maka ketika mendengarkan nasehat atau ceramah hendaknya diam, dan Penceramah berhak memberi tahu untuk diam.

HADITS KE-45:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَيْلَكُمْ أَوْ وَيْحَكُمْ قَالَ شُعْبَةُ شَكَّ هُوَ لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ

Ibnu Umar berkata, Nabi ﷺ bersabda: “Celaka kalian, janganlah kalian kembali kafir sepeninggalku dengan saling memenggal leher antara kalian.”

(HR. Bukhari, Kitab: “Adab” (78), Bab: Tentang: ucapan seseorang “Celaka kamu!” (95))

Dari Abu Said yaitu Samurah bin jundub Radhiyallahu’anhu, katanya: “Sesungguhnya saya dahulu itu sebagai seorang anak-anak di zaman Rasulullah ﷺ, maka saya menghafal -berbagai ajaran- dari beliau. Juga beliau tidak pernah melarang saya berbicara, melainkan jika di situ ada orang yang lebih tua usianya dariku.” (Muttafaq ‘alaih)

Pada waktu itu, Samurah bin jundub Radhiyallahu’anhu masih kecil sekitar 13 atau 14 tahun. Dhohirnya pada waktu perang Hondak atau Uhud.  Hadits ini mengajarkan hendaknya menghormati orang yang lebih tua, terpandang atau penguasa yang sering dijumpai dalam suatu majelis. Orang tua biasanya lebih suka untuk bercerita atau memberi nasihat yang panjang.

Terkadang orang yang baru belajar, dia tahu satu atau dua ilmu, saking semangatnya dia umbar kesana-sini tanpa tahu rambu dan sopan santun.

Apabila dia mengetahui seseorang yang lebih mampu menyampaikan, biarkan dia berbicara. Karena ilmu bukan untuk dibanggakan, atau untuk dikatakan menonjol. Ilmu disampaikan karena Allâh ﷻ dan Rasul-Nya, dan ditegakkan syari’at Allâh ﷻ karena ikhlas, bukan karena riya.

Dari Anas Radhiyallahu’anhu, katanya: “Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidaklah seorang pemuda itu memuliakan seorang tua karena usianya, melainkan Allah akan ditakdirkan untuknya orang yang akan memuliakannya nanti, jika ia telah berusia tua -maksudnya setelah tuanya pasti akan dimuliakan anak-anak yang lebih muda daripadanya-.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa hadis ini adalah hadits gharib.

Kata pepatah Arab, al-jaza min jinsil-amal (balasan seusai dengan amal perbuatan). Allâh ﷻ tidak akan menyia-nyiakan perbuatan hamba-Nya. Meskipun hadits ini lemah, tetapi kadang disampaikan oleh para ulama dalam hal Fadhailil A’mal.

Memohon perlindungan kepada Allah maknanya meminta penjagaan-Nya serta bersandar dan mempercayakan kepada-Nya. Allah memerintahkan agar kita memohon perlindungan kepada-Nya dari syetan saat membaca Al-Qur’an karena beberapa hal:

▪️ Pertama: Al-Qur’an adalah obat bagi apa yang ada di dalam dada. Ia menghilangkan apa yang dilemparkan syetan ke dalamnya, berupa bisikan, syahwat dan keinginan-keinginan yang rusak.
▪️ Kedua: Para malaikat dekat dengan para pembaca Al-Qur’an dan mendengarkan bacaan mereka.
▪️ Ketiga: Syetan memperdaya pembaca Al-Qur’an dengan berbagai tipu dayanya sehingga membuatnya lupa dari maksud Al-Qur’an, yakni merenungkan, memahami dan mengetahui apa yang dikehendaki oleh yang befirman, Allah Subhanahu wa Ta’ala.
▪️ Keempat: Pembaca Al-Qur’an berdialog dengan Allah dengan firmanNya.
▪️ Kelima: Allah mengabarkan bahwasanya tidaklah Dia mengutus seorang rasul atau nabi pun kecuali jika ia mempunyai suatu keinginan, syetan memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan-keinginan itu.
▪️ Keenam: Syetan sangat bersungguh-sungguh sekali dalam menggoda manusia saat ia berkeinginan melakukan kebaikan, atau ketika berada di dalamnya, syetan berusaha keras agar hamba tersebut tidak melanjutkan perbuatan baiknya.
▪️ Ketujuh: Bahwa berlindung kepada Allah (isti’adzah) sebelum membaca adalah pertanda dan peringatan bahwa yang akan datang setelah itu adalah Al-Qur’an.

BAB KE-44: Menghormati Ulama, Orang yang Lebih Dewasa, dan Orang Terpandang, Mendahulukan Meraka, Menjunjung Tinggi Kedududukan dan Menonjolkan Martabat Meraka, Pembahasan Hadits Ke-9 dan 10.

📖 Hadits 9:

356. Dari Maimun bin Abu Syabib bahwasanya Aisyah radhiallahu ‘anha dilalui oleh seorang peminta-minta lalu olehnya diberi sepotong roti, juga dilalui oleh seorang lelaki yang mengenakan pakaian baik serta berkeadaan baik, lalu orang itu didudukkan kemudian ia makan. Kepada Aisyah ditanyakan, mengapa berbuat demikian -yakni tidak dipersamakan cara memberinya. Lalu ia berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda: “Letakkanlah masing-masing manusia itu di tempatnya sendiri-sendiri.”

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, tetapi kata Imam Abu Dawud: “Maimun itu tidak pernah menemui Aisyah.” Hadist ini disebutkan oleh Imam Muslim dalam permulaan kitab shahihnya sebagai ta’liq, lalu katanya: “Dan disebutkan dari Aisyah, katanya: “Rasulullah ﷺ memerintahkan kepada kita supaya kita menempatkan para manusia itu di tempatnya sendiri-sendiri -yakni yang sesuai dengan kedudukannya.” Imam Hakim Abu Abdillah menyebutkan ini dalam kitabnya Ma’rifatu ‘ulumil hadist dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadist shahih.

Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 150:

Dan dari manapun engkau (Muhammad) keluar, maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, maka hadapkanlah wajahmu ke arah itu, agar tidak ada alasan bagi manusia (untuk menentangmu), kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, agar Aku sempurnakan nikmat-Ku kepadamu, dan agar kamu mendapat petunjuk.

Dimanapun posisimu wahai Nabi, hadapkanlah ke Masjidil Haram. Di mana pun kalian wahai kaum muslimin, di belahan bumi mana pun, hadapkanlah wajah kalian ke arah Masjidil Haram.

Agar orang-orang yang menyelisihi tak mempunyai hujjah atasmu melalui bantahan dan perdebatan setelah kalian menghadapkan wajah kalian ke Masjidil Haram. Kecuali orang-orang zalim dan orang-orang yang menentang dari mereka akan terus berada di atas perdebatan mereka.

Maka jangan takut kepada mereka, tetapi takutlah kalian kepada-Ku semata dengan menjalankan perintah-perintahKu dan menjauhi larangan-Ku. Dan agar Aku menyempurnakan nikmat-Ku atas kalian dengan memilih syariat yang paling sempurna untuk kalian, dan semoga dengan itu kalian terbimbing kepada kebenaran.

Bismillah, Ya Allah! mudahkanlah dan berikanlah pertolongan-Mu untukku.

Segala puji bagi Allâh ﷻ Rabb Pencipta, Penguasa, Pengatur alam semesta, tidak ada illah yang berhak disembah melainkan Allâh ﷻ.

Kematian suatu yang misteri dan penuh teka-teki bagi siapa saja yang tidak memiliki maklumat yang benar tentang hakikatnya. Oleh karenanya beragam pandangan, tebakan dan keyakinan aneh tentang kematian. Kematian suatu yang pasti mememui seluruh makluk yang bernyawa tanpa terkecuali anak Adam. Hal itu dibenarkan oleh argumentasi akal dan petunjuk wahyu (an-naql).

Dari sisi akal, hal itu diakui oleh semua manusia bahwa kehidupan mereka tidak kekal abadi, tidak satupun manusia yang hidup abadi didunia ini, semuanya akan bertahap menuju titik kerusakan, kondisi kuat akan berangsur lemah, kegagahan, kecantikan perlahan akan memudar, sehingga semuanya akan menemui yang namanya ajal dan kematian.

Dari sisi naql, sangat banyak dalil penjelasan dari Al-Quran dan Hadist yang sahih bahwa kehidupan manusia pasti akan berakhir. Allâh ﷻ berfirman :

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ

📖 Al-Anbiya ayat 35. Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.

وَمَا جَعَلْنٰهُمْ جَسَدًا لَّا يَأْكُلُوْنَ الطَّعَامَ وَمَا كَانُوْا خٰلِدِيْنَ

📖 Al-Anbiya ayat 8. Dan Kami tidak menjadikan mereka (rasul-rasul) suatu tubuh yang tidak memakan makanan dan mereka tidak (pula) hidup kekal.

۞ اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْۢ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَّشَيْبَةً ۗيَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُۚ وَهُوَ الْعَلِيْمُ الْقَدِيْرُ

📖 Ar-Rum ayat 54. Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa.

🏷️ Berkata Abu Bakar bin Muawwal:

Kondisi kita tidak lain kecuali satu dari tiga keadaan .. Usia muda, beruban lantas mati Akhir nama yang disandang seseorang “si tua renta” .. dan nama berikutnya mereka panggil dengan “mayat”. (Az-Zuhd Al-Kabir 1/254, Imam Al-Baihaqi, Mawaridu az-Zam-an li Durusi az-Zaman 5/296).

Tanda-tanda akhir zaman sebagian telah kita rasakan dan itu akan terus bermunculan dan merupakan bagian dari fitnah. Sehingga, banyak ulama mengupas menjadi tulisan yang bertema fitnah (Kitabul Fitan).

Sehingga banyak tanda-tanda akhir zaman yang disebutkan dalam hadits, diantaranya:

Dari ‘Auf bin Malik -raḍiyallāhu ‘anhu- ia berkata, “Aku mendatangi Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- pada waktu perang Tabuk saat beliau berada di dalam kubah kulit (kemah). Beliau bersabda, “Hitunglah enam perkara menjelang hari kiamat; yakni kematianku, pembebasan Bait al-Maqdis (masjidil Aqsa), kematian masal yang menimpa kalian seperti penyakit scrapie pada domba, melimpahnya harta hingga seseorang diberi 100 dinar namun masih murka, kemudian terjadinya fitnah yang tidak menyisakan satu rumah pun milik bangsa Arab kecuali dimasukinya, kemudian perjanjian damai antara kalian dan Bani Aṣfar (Romawi), lalu mereka mengkhianati kalian. Mereka datang membawa 80 panji, setiap panji membawahi 12000 tentara.” (Hadis sahih – Diriwayatkan oleh Bukhari)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Waktu akan menjadi dekat, ilmu dicabut, aneka fitnah bermunculan, kekikiran merebak dan al harju kian banyak.” Mereka berkata, “Apa yang dimaksud dengan al harju?” beliau bersabda, “Pembunuhan.” (HR. Bukhari Muslim)

Orang yang mentauhidkan Allâh ﷻ akan senang dan bahagia bersama orang-orang yang dicintai Allâh ﷻ.

Allah berfirman, “Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya,” maksudnya tidaklah menyatu antara orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya dengan orang yang menentang Allah dan RasulNya.

Tidaklah seorang hamba beriman kepada Allah dan Hari Akhir dengan sebenarnya melainkan pasti melaksanakan tuntutan dan keharusan iman yaitu mencintai dan loyal terhadap orang yang beriman dan membenci orang yang tidak beriman dan yang memusuhinya meski terhadap orang yang dekat sekalipun. Inilah iman yang sebenarnya yang bermanfaat dan yang dimaksudkan.

Orang yang memiliki sifat tersebut adalah “orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka.” Artinya, keimanan telah ditetapkan, dikokohkan, dan ditanamkan dalam diri mereka secara kuat, yang tidak bisa tergoncang dan terpengaruh oleh berbagai syubhat dan keraguan.

Shalat adalah rukun Islam yang paling urgen sesudah Syahadatain (dua kalimat syahadat). Shalat disyari’atkan dalam wujud amal ibadah yang paling sempurna dan paling bagus.

Karena pentingnya shalat, maka wajib bagi setiap muslim untuk mempelajarinya. Sehingga dengan ilmunya akan didapat amalan yang benar. Shalat inilah yang pertama kali akan dihisab.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya.” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan hadits tersebut hasan.) [HR. Tirmidzi, no. 413 dan An-Nasa’i, no. 466. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih.]

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthâ (shalat Ashar). Dan berdirilah untuk Allâh (dalam shalatmu) dengan khusyu’. [Al-Baqarah/2: 238]