Tag Archives: Addaa’ wa dawaa’

Dosa yang paling besar di sisi Allah adalah syirik. Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni orang yang menyekutukan-Nya. Adapun pokok perbuatan syirik kepada Allah adalah menyekutukan-Nya dalam hal kecintaan.

Allah ﷻ berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَنۡ يَّتَّخِذُ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰهِ اَنۡدَادًا يُّحِبُّوۡنَهُمۡ كَحُبِّ اللّٰهِؕ وَالَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ ؕ

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingantandingan selain Allah: mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapan orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah ….” (QS. Al-Baqarah: 165)

Allah mengabarkan bahwa di antara manusia ada yang menyekutukan-Nya dengan menjadikan selain-Nya sebagai tandingan, lalu mencintainya sebagaimana dia mencintai Allah. Selanjutnya, Allah mengabarkan bahwasanya cinta orang-orang yang beriman kepada Allah jauh lebih besar daripada cinta orang-orang yang mencintai tandingan-tandingan Allah.

Ada pula yang berpendapat: “Makna yang sesungguhnya adalah orang-orang yang beriman lebih mencintai Allah dibandingkan kecintaan orang yang menjadikan tandingan selain Allah ﷻ meskipun orang-orang itu mencintai Allah, tetapi mereka telah menyekutukan kecintaan tersebut dengan tandingan-Nya sehingga kecintaan mereka itu pun melemah. Adapun orang-orang yang mentauhidkan Allah, mereka memurnikan kecintaan kepada Nya, bahkan kecintaan mereka lebih besar daripada orang-orang musyrik. Yang dimaksud menyetarakan Rabb semesta alam serta menyamakan antara Dia dan tandinganNya adalah dengan menyamakan kecintaan tersebut, sebagaimana telah dijelaskan.”

Beberapa ungkapan yang indah yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah pada penyebutan kekhususan empat perkara pendengaran, penglihatan, tangan, dan kaki. “Aku bersama pendengarannya, yang ia mendengar dengannya, penglihatannya, yang ia melihat dengannya, tangannya, yang ia mengambil dengannya, dan kakinya, yang ia berjalan dengannya…”

Kenapa dikhususkan empat perkara ini, padahal seseorang memiliki panca indera yang lain, karena digunakan sebagai sarana – indra untuk mengetahui (pendengar dan penglihatan) dan mengerjakan perbuatan (tangan dan kaki). Masuk ke hati melalui pendengaran dan penglihatan, oleh karena itu Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 36:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا

Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.

Melalui pendengaran dan penglihatan akan masuk banyak perkara ke dalam hati diikuti gerakan tangan dan kaki. Maka kalo hati Itu bergerak maka badan bergerak, kaki melangkah dan tangan bergerak. Melangkah ke arah cinta atau benci. Gerakan badan ini mengikuti segumpal daging ini (hati).

Dan tidaklah seorang hamba mendekat kepada-Ku; yang lebih aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku fardhukan kepadanya. Hamba-Ku terus-menerus mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku pun mencintainya. Bila Aku telah mencintainya, maka Aku pun menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia pakai untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia pakai untuk berjalan. Bila ia meminta kepada-Ku, Aku pun pasti memberinya. Dan bila ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pun pasti akan melindunginya.” [Shahih Bukhari].

Hadits ilahi yang mulia ini—yang oleh orang bertabiat buruk dan berhati keras tidak dapat dipahami makna dan tujuannya mengkhususkan sebab-sebab cinta-Nya dalam dua perkara:

1. Melaksanakan perkara-perkara yang wajib.
2. Mendekatkan diri kepada-Nya dengan perkara-perkara yang sunnah.

Tatkala Allah mengetahui besarnya kerinduan para wali-Nya untuk bertemu dengan-Nya, bahwasanya hati-hati mereka tidak mendapatkan petunjuk tanpa pertemuan dengan-Nya, maka Allah pun menetapkan janji dan waktu agar mereka dapat bertemu dengan-Nya, tidak lain supaya jiwa-jiwa mereka tenteram dengan perjumpaan itu.

Kehidupan yang paling baik dan bahagia secara mutlak adalah kehidupan orang-orang yang mencinta dan memendam rindu. Kehidupan mereka adalah sebenar-benar kehidupan yang damai. Tidak ada kehidupan hati yang lebih baik, lebih nikmat, dan lebih tenang daripadanya. Inilah kehidupan baik yang sesungguhnya, sebagaimana firman Allah ﷻ :

مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik… (An-Nahl ayat 97)

Ibadah Adalah Cinta yang Diiringi dengan Ketundukan dan Penghinaan Diri kepada yang Dicintai

📖 Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Kekhususan ibadah adalah cinta yang diiringi dengan ketundukan dan penghinaan diri kepada yang dicintai. Barang siapa yang mencintai sesuatu dan merendahkan diri kepadanya berarti dia telah beribadah dengan hatinya. Bahkan, ibadah itu merupakan tingkatan akhir (puncak) sebuah cinta. Hal ini dinamakan juga dengan tatayyum.

Tingkatan cinta yang pertama adalah al-‘alaaqah (hubungan). Dinamakan hubungan karena terdapat keterkaitan antara hati orang yang mencintai dan orang yang dicintai.

▪️ Seorang penya’ir berkata:

Aku punya hubungan dengan Laila, si pemilik kuncir, saat payudara gadis sebaya dengannya belum berbentuk.

▪️ Penyair lain berkata:

Apakah engkau berhubungan dengan Ummul Walid, padahal kepalamu telah beruban seperti tanaman yang memutih? Tingkatan cinta selanjutnya adalah shabaabah (kerinduan). Dinamakan demikian karena tertuangnya hati orang yang mencintai kepada yang dicintai.

Terdapat solusi dari pokok masalahnya (penyakit homoseks ini). Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia juga menurunkan obatnya.

Pembicaraan tentang terapi penyembuhan penyakit ini berkisar pada dua jalan berikut ini:

1. Mencegah faktor-faktor pendukungnya sebelum terkena penyakit ini.
2. Menghilangkan penyakit ini setelah terkena penyakit ini.

Keduanya merupakan perkara mudah bagi orang yang dimudahkan Allah. Sebaliknya, orang-orang yang tidak dibantu oleh Dia akan terhalang darinya. Sungguh, kendali dari seluruh perkara berada di tangan-Nya.

Jalan pencegahan dari timbulnya penyakit ini meliputi dua cara…..

Menyamakan persetubuhan sesama pria dengan perbuatan lesbi yang dilakukan oleh kaum wanita termasuk qiyas yang salah. Sebab, tidak ada peristiwa “masuknya kemaluan” pada perbuatan lesbi. Lesbi itu setara dengan percumbuan antar pria yang tanpa disertai masuknya kemaluan.

Disebutkan dalam sebagian atsar yang marfu’ “Jika seorang wanita mendatangi wanita yang lain maka keduanya adalah pezina.”

———

Penggalan hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi (VIII/233), dari Abu Musa, dan beliau mendha’ifkan hadits ini dengan ucapannya, “Muhammad bin “Abdurrahman tidak saya kenal, hadits ini munkar dengan sanad ini.”

Hal ini dikomentari oleh penulis kitab al-Jauhar an-Naqi dengan menyatakan bahwa Muhammad adalah perawi yang dikenal, tetapi berada dalam kedustaan. Al-Hafizh Ibnu Hajar menjadikan kondisi ini sebagai cacat hadits tersebut dalam at-Talkhiisul Habiir (V/55).

——–

Namun, tidak terdapat hukuman hadd atas perbuatan ini, disebabkan tidak adanya peristiwa masuknya kemaluan. Meskipun demikian, perbuatan tersebut dikategorikan ke dalam zina yang bersifat umum, seperti halnya zina mata, tangan, kaki, dan mulut.

▪️ Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Mengingat kerusakan homoseks merupakan salah satu kerusakan terbesar, maka hukumannya di dunia dan di akhirat juga merupakan hukuman terberat. Terdapat perbedaan pendapat tentang hukuman
homoseks, apakah lebih berat daripada zina, lebih ringan, ataukah sama saja? Ada tiga pendapat dalam masalah ini:

1. Abu Bakar ash-Shiddiq, ‘Ali bin Abi Thalib, Khalid bin al-Walid, Abdullah bin az-Zubair, ‘Abdullah bin ‘ Abbas, Jabir bin Zaid, ‘Abdullah bin Ma’mar, az-Zuhri, Rabi’ah bin Abdurrahman, Malik, Ishaq bin Rahawaih, Imam Ahmad (berdasarkan riwayat yang paling shahih dari dua riwayat yang datang dari beliau) dan asy-Syafi’i – dalam salah satu pendapatnya- berpendapat bahwa hukuman homoseks lebih berat daripada hukuman zina. Pendapat ini menyatakan bahwa hukuman homoseks adalah dibunuh, bagaimanapun keadaan pelakunya, baik muhshan (sudah menikah) maupun bukan.

2. Atha bin Abi Rabah, al-Hasan al-Bashri, Sa’id bin al-Musayib, Ibrahim an-Nakha’i, Qatadah, al-Auza’i, Asy-Syafi’i -berdasarkan zhahir madzhabnya -Imam Ahmad – berdasarkan riwayat kedua dari beliau–Abu Yusuf, dan Muhammad berpendapat bahwa hukuman homoseks sama dengan hukuman zina.

3. Al-Hakam dan Abu Hanifah berpendapat bahwa hukuman homoseks lebih ringan daripada hukuman zina, yaitu ta`zir (hukuman lain yang tidak ditetapkan syari’at).

Orang-orang yang menganut pendapat ketiga ini beralasan bahwa Allah dan Rasul-Nya belum menetapkan hukuman hadd tertentu dalam maksiat ini sehingga hukumannya adalah ta`zir, seperti orang yang makan bangkai, darah, atau daging babi.

BAB VIII: MENJAGA KESUCIAN DIRI

Pasal: Haramnya Zina dan Menjaga Kemaluan – Lanjutan

Kisah-kisah Su’ul Khotimah

Ustadz mengawali kajian dengan nasehat untuk selalu bersyukur,terutama bagi yang dilapangkan dadanya untuk dapat menghadiri majelis ilmu.

Syaikh Masyhur bin Hasan bin Mahmud Ali Salman Hafidzahullah: Bagi siapa yang dilapangkan dadanya untuk dapat menghadiri majelis-majelis ilmu hendaknya banyak bersyukur, agar nikmat tersebut semakin sempurna dan tidak hilang, dan segala sesuatu yang diinfakkan oleh seseorang akan berkurang kecuali ilmu, sesungguhnya ilmu itu, apabila kamu mengajarkannya atau mempelajarinya, dia akan bertambah, semakin kokoh dan diberkahi Allâh ﷻ padanya. (Kitab At-Ta’liqat Al-Atsariyyah ‘Ala Manzhumah Qowaid Dzakiyyah hal. 21)

Pada pertemuan sebelumnya, penyebab su’ul khotimah:

Hanyut pada dunia dan berangan-angan dengannya.
Berpaling dari akhirat.
Dia lancang dan berani melakukan maksiat kepada Allâh ﷻ.

▪️ Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Mungkin saja kematian mendatanginya sementara kondisinya masih demikian, sehingga ia mendengar (talqin seolah-olah) panggilan dari tempat yang jauh. Ia tidak mengerti maksudnya meskipun hal itu diulang berkali-kali.”

▪️Beliau menceritakan: “Diriwayatkan bahwa salah seorang bawahan an-Nashir” mengalami sakaratul maut. Puteranya pun berkata kepadanya: “Katakanlah: Laa Ilaha illallah”. Bawahan itu malah menjawab: ‘An-Nashir tuanku.’ Puteranya mengulangi lagi tuntunannya, namun ia juga menjawab dengan jawaban yang serupa. Setelah itu ia pingsan. Ketika sadar, ia kembali berkata: “An-Nashir tuanku.”’ Memang, ucapan seperti itu sudah menjadi kebiasaannya. Setiap kali dikatakan kepadanya: “Katakanlah: Laa Ilaha illallah,” dia justru menjawab: “An-Nashir tuanku.” Selanjutnya, dia berkata kepada puteranya tadi: “Hai Fulan, sesungguhnya an-Nashir hanya mengenalmu lewat pedangmu, bunuh, bunuh, ….’ Akhirnya, orang itu pun meninggal.”

  • 1
  • 2