Tag Archives: Adab-Adab membaca Al-Qur’an

Hadits ke-5:

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِقْرَؤُوْا القُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ القِيَامَةِ شَفِيْعًا لِأَصْحَابِهِ . رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Bacalah Al-Qur’an karena pada hari kiamat, ia akan datang sebagai syafaat untuk para pembacanya.” [HR. Muslim, no. 804]

Hadits ke-6:

وعن ابن عمر رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم: قال

Dari Ibnu Umar Radhiyallohu ‘anhuma, dari Nabi Shallallohu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:

لا حسد إلا في اثنتين 1 – رجل آتاه الله القرآن فهو يقوم به آناء الليل وآناء النهار 2 – ورجل آتاه الله مالا فهو ينفقه آناء الليل وآناء النهار )رواه البخاري ومسلم(

“Tidak boleh iri hati kecuali kepada dua macam orang: yaitu orang yang diberi Allah Ta’ala pengetahuan tentang Al-Qur’an dan diamalkannya sepanjang malam dan siang; dan orang yang dianugerahi Allah Ta’ala harta, kemudian dia menginfakkannya sepanjang malam dan siang.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang membaca Al-Qur’an dan ia mahir membacanya, maka ia bersama para malaikat yang mulia (bersih dari maksiat) dan taat dalam kebaikan. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata dan merasa kesulitan ketika membacanya, maka baginya dua pahala.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 4937 dan Muslim, no. 798]

Dari Abu Musa Al-Asy’ary radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Permisalan orang yang membaca Al-Qur’an bagaikan buah utrujah, bau dan rasanya enak. Permisalan orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an bagaikan buah kurma, tidak beraroma, tetapi rasanya manis. Permisalan orang munafik yang membaca Al-Qur’an bagaikan raihanah, baunya menyenangkan, tetapi rasanya pahit. Permisalan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an bagaikan hanzhalah, rasa dan baunya pahit dan tidak enak.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 5059 dan Muslim, no. 797]

Dalam hadits disebutkan,

إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ

“Sesungguhnya Allah mengangkat derajat seseorang dengan kitab ini (Al Qur’an) dan merendahkan yang lain dengan kitab ini.” (HR. Muslim no. 817, dari ‘Umar bin Al Khattab)

Al-Qur’an tidak akan pernah menjadi usang, meskipun selalu diulang-ulang atau perubahan zaman. Allah ﷻ memudahkannya untuk diingat dan dihafal oleh anak-anak kecil dan menjamin keasliannya dari segala bentuk perubahan dan kejadian yang akan mengubahnya. Al-Qur’an tetap dipelihara dengan pujian Allah ﷻ dan anugerah-Nya sepanjang masa. Dia memilih orang-orang yang pandai dan cakap untuk memelihara ilmu-ilmu Al-Qur’an dan mengumpulkan di dalamnya setiap ilmu yang dapat melapangkan dada orang-orang yang mempunyai keyakinan.

Dengan perantara kekasih-Nya ini, Dia menghapuskan penyembahan terhadap berhala-hala tak berdaya. Allah ﷻ memuliakannya dengan Al-Qur’an sebagai mukjizat yang kekal dari zaman ke zaman. Dengannya Dia mengajar seluruh makhluk, manusia dan jin dan mendiamkan orang-orang yang menyimpang dan sombong, serta menjadikannya penyubur bagi hati orang-orang yang memiliki mata hati dan ma’rifat.

Kitab At-Tibyan mengulas banyak hal tentang akhlak atau adab yang harus dijaga saat berinteraksi dengan Al-Qur’an, ditulis/dikarang oleh Imam Abi Zakariya Muhyiddin Yahya ibn Syarafuddin An-Nawawi dari Damaskus, atau familiar disebut Imam An-Nawawi.

Kitab Al-Tibyan adalah Panduan bagaimana cara mengagungkan dan membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar serta hukum Fikih lainnya. Berisi 10 Bab di dalamnya.

Kitab sejenis yang dikarang para ulama antara lain:
▪️Akhlaq ahlul Qur’an oleh Muhammad bin Al Husein bin Abdillah Al-Baghdadi Al-Ajurri 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
▪️At-Tibyaan fi Syarh Akhlaq Hamalatil Qur’an oleh Syaikh Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
▪️Kitab Tibyan fi aqsamil-Qur’an oleh Ibnul-Qayyim Al- Jauziyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱

(1) Memurnikan niat, ikhlash karena Alloh semata, tidak karena ingin dilihat, didengar atau mendapat sanjungan dan upah dari orang lain.

(2) Suci dari hadats besar maupun kecil.

Berdasarkan keumuman dalil baik dari Al Quran ataupun As-Sunnah.

Dalil yang mendukung pernyataan di atas adalah firman Allah Ta’ala,

لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (QS. Al-Waqi’ah: 79). ‘Tidak menyentuhnya’ adalah kalimat berita namun maknanya adalah larangan. Sehingga maknanya adalah ‘janganlah menyentuhnya’.

Dalil dari hadits,

عَنْ أَبِى بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَتَبَ إِلَى أَهْلِ الْيَمَنِ كِتَابًا فَكَانَ فِيهِ لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ

Dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis surat untuk penduduk Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an melainkan orang yang suci”. (HR. Daruquthni no. 449. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 122).

(3). Lebih utama menghadap kiblat

Dalam Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilah Syekh Shalih ibn Abdillah Fauzan Jilid 2 dikatakan,

“Jika seseorang mau menghadapkan tubuhnya ke arah kiblat, selama hal itu tidak menyusahkan dirinya, maka hal itu tergolong sebagai ibadah penyempurna dan tentu itu lebih baik. Jika pun ia tidak menghadap kiblat, maka tidak ada dosa baginya.”