Tag Archives: Ad Daa’ wa Ad Dawaa’

Inilah realisasi syahadat Laa Ilaha illaallah. Oleh karena itulah, Allah mengharamkan Neraka bagi orang yang menyatakan syahadat Laa Ilaha illaallah dengan sebenar-benarnya. Mustahil orang yang meyakini dan menerapkan syahadat ini masuk Neraka. Pernyataan ini sesuai dengan firman Allah ﷻ :

وَالَّذِيۡنَ هُمۡ بِشَهٰدٰتِهِمۡ قَآٮِٕمُوۡنَ ۙ‏ ٣٣

“Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya.” (QS. Al-Ma’aarij: 33)

Syarah oleh Syeikh Abdurrazaq Al-Badr Hafidzahullah :

Inilah keutamaan kalimat tauhid yang besar, bagi yang mengucapkannya haram masuk neraka. Tetapi bukan hanya mengucapkannya, tetapi benar-benar menegakkan kalimat ini, karena orang-orang yang menerapkan kalimat tauhid akan masuk surga tanpa azab.

Hakekat kalimat tauhid yaitu dia mendatangi tanpa duri yang menerapkannya, membersihkan tauhid dari kesyirikan, kebidahan dan maksiat. Karena itu penghalang dimana sunnah tegak di atasnya. Penghalang kemaksiatan adalah menjauhinya dan bertaubat darinya. Maka barangsiapa yang melaksanakan tauhid dengan murni akan masuk surga tanpa hisab dan azab.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Jika cinta merupakan dasar seluruh amal, baik yang benar maupun yang salah, maka dasar perbuatan dalam agama adalah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana dasar perkataan agama adalah membenarkan Allah dan Rasul-Nya. Setiap keinginan yang mencegah kesempurnaan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, atau menyaingi kecintaan ini, atau kerancuan yang mencegah kesempurnaan pembenaran, maka ia bertentangan dengan pokok iman atau bahkan melemahkannya. Apabila hal ini menguat hingga menentang pokok kecintaan dan pembenaran, maka seseorang dianggap telah berbuat kufur dan syirik besar. Sekiranya tidak menentangnya, dia telah merusak kesempurnaan cinta dan pembenaran, sekaligus memberikan dampak negatif terhadapnya, berupa kelemahan dalam tekad dan pencarian, sehingga menghalangi orang yang melanjutkan perjalanan, menghalangi orang yang melakukan pencarian, dan memutarbalikkan orang yang berkeinginan.

Orang yang berakal tidak memandang nikmatnya kecintaan yang sementara lalu mengedepankannya, juga deritanya kebencian yang sementara lalu menjauhinya karena tindakan tersebut mungkin berdampak buruk bagi dirinya; bahkan bisa jadi mendatangkan puncak kepedihan sekaligus menghilangkan kelezatan yang luar biasa. Akibatnya, orang yang berakal di dunia ini senantiasa berupaya menanggung beban berat lagi dibenci untuk mendapatkan kelezatan sesudahnya, meskipun kelezatan tersebut sebenarnya akan terputus.

Manusia yang paling berakal adalah orang yang mengedepankan kelezatan dan kesenangan yang abadi dibandingkan kesenangan yang singkat, fana, dan terputus.

Sebaliknya, orang yang paling bodoh adalah orang yang menjual kenikmatan yang abadi, kehidupan yang kekal, dan kelezatan yang agung, yang sama sekali tidak ada suatu kekurangan pun di dalamnya, dengan suatu kelezatan yang terputus, singkat, fana, dan tercemari oleh kepedihan serta kekhawatiran.

Sebagian ulama berkata: “Aku memikirkan tindakan orang-orang berakal. Aku pun mendapati bahwa seluruhnya berusaha menggapai satu tujuan meskipun cara mereka untuk mendapatkannya berbeda-beda. Aku melihat semuanya berusaha mengusir kegundahan dan kegelisahan dari diri mereka. Ada yang dengan cara makan dan minum, ada yang dengan berdagang dan bekerja, ada yang dengan menikah, ada yang dengan mendengarkan musik dan nyanyian, serta ada yang dengan permainan dan perkara yang sia-sia.

Atas dasar itu, aku menyimpulkan bahwa tujuan mereka itu sesuai dengan tuntutan orang-orang yang berakal. Hanya saja, semua jalan itu tidak akan mengantarkan mereka untuk meraihnya, bahkan mayoritas justru membawa mereka sampai kepada lawan dari tuntutan tersebut.

Di sini terdapat empat macam cinta yang wajib dibedakan, sebab orang yang tidak membedakan akan tersesat karenanya:

1. Mahabbatullah (cinta kepada Allah). Hal ini saja belum cukup untuk menyelamatkan seseorang dari adzab Allah dan memperoleh pahalaNya. Sebab, kaum musyrikin, penyembah salib, bangsa Yahudi, dan selain mereka juga mencintai Allah ﷻ.

Inilah bantahan tuntas terhadap musuh musuh manhaj Salaf yang tidak dapat membedakan antara kurus dan gemuk serta batu dan berlian. Mereka menyangka setiap yang berkilau itu adalah emas. Mereka menyangka—atau membuat persangkaan—bahwa sekadar Cinta atau keikhlasan—sudah cukup membuat suatu amal perbuatan diterima dan mendapat ridha Allah. Mereka lalai—atau berpura pura lupa— dari ittiba’, yakni peneladanan sempurna terhadap Rasulullah ﷺ.

Syarah oleh Syeikh Abdurrazaq Al-Badr Hafidzahullah :

Ini adalah penegasan terhadap bentuk-bentuk cinta dan pemisahan bentuk-bentuk cinta tersebut, karena jika tidak mampu membedakan akan berbahaya terhadap agama dirinya.

Cinta yang paling asas adalah mencintai Allah ﷻ dengan penuh keikhlasan. Jangan sampai seperti orang-orang kafir yang disebut dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 165:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).

Mereka menyamakan cinta kepada Allah ﷻ dengan cinta selain-Nya. Karena Allah ﷻ tidak menerima ibadah kecuali dengan ikhlas dan bersih.

2. Mahabbatu maa yuhibbullah (mencintai perkara yang dicintai Allah). Perkara inilah yang memasukkan pelakunya ke dalam Islam dan mengeluarkannya dari kekufuran.

B. Ibadah Adalah Cinta yang Diiringi dengan Ketundukan dan Penghinaan Diri kepada yang Dicintai – Lanjutan.

📖 Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Sebagian ahli bashaair (ilmu) berkata sebagai berikut dalam menerangkan firman Allah ﷻ :

مَنْ كَانَ يَرْجُوْا لِقَاۤءَ اللّٰهِ فَاِنَّ اَجَلَ اللّٰهِ لَاٰتٍ ۗوَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ

Barangsiapa mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah pasti datang. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (QS. Al-Ankabut ayat 5)

Tatkala Allah mengetahui besarnya kerinduan para wali-Nya untuk bertemu dengan-Nya, bahwasanya hati-hati mereka tidak mendapatkan petunjuk tanpa pertemuan dengan-Nya, maka Allah pun menetapkan janji dan waktu agar mereka dapat bertemu denganNya, tidak lain supaya jiwa-jiwa mereka tenteram dengan perjumpaan itu.

📖 Syarah oleh Syeikh Abdurrazaq Al-Badr Hafidzahullah :

Seakan-akan yang datang dari ayat ini ketenangan dari hati-hati para wali Allah ﷻ yang penuh dengan kerinduan perjumpaan dengan Allah ﷻ.

Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah, pasti akan datang. Inilah janji Allah ﷻ pada akhir ayat di atas.

📖 Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Kehidupan yang paling baik dan bahagia secara mutlak adalah kehidupan orang-orang yang mencintai dan memendam rindu. Kehidupan mereka adalah sebenar-benar kehidupan yang damai. Tidak ada kehidupan hati yang lebih baik, lebih nikmat, dan lebih tenang daripadanya. Inilah kehidupan baik yang sesungguhnya, sebagaimana firman Allah ﷻ :

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl: 97)

Jika kamu telah memahami muqaddimah ini, maka dapat diketahui bahwasanya rasa cinta terhadap Dzat yang paling dicintai lagi tertinggi dan cinta yang semu dalam hati seorang hamba tidak akan pernah bersatu. Keduanya saling bertolak belakang sehingga tidak akan pernah bertemu, bahkan salah satunya pasti akan mengeluarkan yang lain.

Barang siapa yang seluruh kekuatan cintanya ditujukan untuk Dzat yang paling dicintai lagi tertinggi, menganggap kecintaan kepada selain Nya sebagai suatu kebathilan dan adzab, maka niscaya dia akan memalingkan cintanya dari selain Nya. Kalaupun mencintai selainNya, maka hal itu didasari cinta karena Nya, atau disebabkan sesuatu itu merupakan sarana untuk mencintai Nya, atau dikarenakan ia adalah pemutus dari perkara-perkara yang berseberangan dan yang dapat mengurangi rasa cinta kepada Nya.

Cinta yang benar adalah pengesaan terhadap Dzat yang dicintai. Tidak disekutukan antara Dia dan selain-Nya dalam cintanya, karena Allah membenci hal itu. Menjauhkannya dan tidak memberinya kesempatan untuk berada di sisi-Nya dan menggolongkannya sebagai pendusta dalam pengakuan cintanya. Jika makhluk saja enggan dan cemburu sekiranya kecintaan terhadapnya disekutukan dengan selainnya, padahal dia tidak berhak menerima seluruh kekuatan cinta itu, maka bagaimana pula dengan Dzat Yang Mahatinggi, yang rasa cinta itu hanya layak ditujukan kepada Nya, sedangkan seluruh cinta kepada selain Nya ditetapkan sebagai adzab dan bencana baginya?

▪️ Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Allah mengampuni segala bentuk dosa. Jika taubat mampu menghapuskan seluruh dosa, sampai-sampai perbuatan menyekutukan Allah, membunuh para Nabi serta para wali-Nya, melakukan sihir, berbuat kekufuran, dan sebagainya, maka taubat juga mampu menghapuskan dosa zina tersebut.

Jadi, telah tetap hikmah Allah baginya, sebagai bentuk keadilan dan karunia-Nya, yaitu bahwasanya “Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang sama sekali tidak mempunyai dosa.” (Hadits ini hasan dengan adanya sejumlah penguat).

Allah memberikan jaminan kepada orang yang bertaubat dari Perbuatan syirik, pembunuhan, dan perzinaan berupa penggantian keburukan mereka dengan berbagai macam kebaikan. Inilah hukum umum yang berlaku bagi semua orang yang bertaubat dari dosa-dosanya.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Az-Zumar ayat 53:

۞ قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Tidak ada satu dosa pun yang keluar dari keumuman ayat di atas. Akan tetapi, hal ini khusus bagi orang-orang yang bertaubat.

Fenomena Zina Merupakan Tanda Kehancuran Alam dan Tanda Kiamat

▪️ Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Dalam penyebutan dosa besar ini (zina) secara khusus seusai shalat Gerhana terdapat suatu rahasia indah, yang hanya diketahui oleh orang-orang yang mengamatinya secara saksama, yaitu fenomena zina merupakan tanda kehancuran alam, sekaligus merupakan salah satu tanda-tanda hari Kiamat.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Ash-Shahihain, dari Anas bin Malik, dia berkata: “Sungguh, aku akan menyampaikan suatu hadits yang belum pernah disampaikan kepada kalian. Aku mendengarnya dari Rasulullah ﷺ, bahwasanya beliau bersabda:

“Di antara tanda-tanda hari Kiamat adalah hilangnya ilmu, tampaknya kebodohan, ramainya peminum khamer, maraknya perzinaan, sedikitnya pria, dan banyaknya wanita. Sampai-sampai, lima puluh orang wanita diurus oleh seorang pria.” (HR. Al-Bukhari (no. 81) dan Muslim (no. 2671).

Hadits ini bukan dimaksud bolehnya menikahi 50 wanita. Tetapi banyaknya perbandingan pria dan wanita sebagai tanda-tanda hari kiamat.

▪️ Syarah oleh Syeikh Abdurrazaq Al-Badr Hafidzahullah:

Banyaknya perbuatan zina ini merupakan tanda-tanda datangnya hari kiamat. Dan ini merupakan fase kehancuran dunia. Dimana munculnya ciri-ciri hilangnya ilmu, tampaknya kebodohan, ramainya peminum khamer, maraknya perzinaan, sedikitnya pria, dan banyaknya wanita merupakan dekatnya hari kiamat.

▪️ Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Sunnatullah berlaku atas para hamba-Nya, yakni tatkala zina telah tampak, Allâh ﷻ menjadi sangat murka sehingga bumi pasti merasakan dampak dari kemurkaan-Nya, sebagai hukumannya.

“Abdullah bin Mas’ud berkata: “Tidaklah tampak zina dan riba pada suatu daerah, melainkan Allah telah mengizinkan kehancurannya.”

Salah seorang pendeta Bani Isra’il pernah melihat puteranya sedang menggoda seorang wanita, lalu ia berkata: “Tenanglah, hai anakku,” Kemudian, pendeta tadi terjatuh dari tempat tidurnya sehingga jaringan syaraf tulang punggungnya terputus, sedangkan isterinya keguguran. Maka dikatakan kepadanya: “Beginikah kemarahanmu karena-Ku? Selamanya, tidak akan ada kebaikan bagi keturunanmu!”

▪️ Syarah oleh Syeikh Abdurrazaq Al-Badr Hafidzahullah:

Pembahasan ini telah lewat diantara hukuman bagi pelaku dosa. Seperti dijelaskan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah yang menjelaskan atsar dari Ibnu Mas’ud tentang berita dari Bani Israil.

Mengetahui hukum-hukum akibat dosa akan memperingatkan orang untuk lari darinya. Dan ini dirujuk dari kitab Uqubat karya Ibnu Abi Dunya dan dicetak, satu bagian dikhususkan untuk menjelaskan hukuman dan akibatnya.