بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Senin Malam Al-Khor
Penceramah: Ustadz Abu Abdillah Nefri, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Edisi: Senin, 29 Rabi’ul Akhir 1445 / 13 November 2023
Tafsir Surat As-Syura ayat 38-41
وَالَّذِيْنَ اسْتَجَابُوْا لِرَبِّهِمْ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَۖ وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْۖ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ۚ
dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka,
Dan orang-orang yang menerima seruan Tuhan dan mendirikan shalat, dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka.
Ibnu Zaid berkata: Meraka adalah orang-orang Anshar yang berada di Madinah. Mereka adalah 12 orang delegasi dari kota Madinah sebelum hijrah Nabi ﷺ. Yang mereka berbaiat kepada Nabi ﷺ dan siap menolong Nabi jika berhijrah ke Madinah. Sebelumnya Nabi ﷺ pernah mengutus Mus’ab bin Umair Radhiyallahu’anhu untuk berdakwah di Madinah. Beliau sahabat yang kaya dan masih muda.
Ayat ini merupakan lanjutan penjelasan ayat-ayat sebelumnya, tentang kesempurnaan Islam dalam mengisi kehidupan, bahwa hidup adalah milik Allâh ﷻ untuk akhirat , akhlak Muslim adalah beriman dan bertawakkal kepada Allâh ﷻ, menjauhi dosa-dosa besar dan maksiat. Ayat ini berisi sifat mereka yang menyambut segala seruan Allâh ﷻ.
Mereka tunduk untuk menaatiNYa, memenuhi seruanNYa dan tujuan mereka pun adalah keridaanNYa dan tujuan akhir mereka adalah meraih kedekatan denganNYa. termasuk memenuhi seruan Allah adalah menegakkan shalat dan menunaikan zakat.
Shalat terbaik adalah shalat yang mendekati sunnah-sunnah Rasulullah ﷺ. Baik yang lahir dan yang batinnya, yang fardhu dan yang sunnahnya.
Dan mereka menginfakan sebagian dari izki yang kami berikan kepada mereka, ” infak yang wajib seperti zakat, infak terhadap kerabat dekat dan yang semisal mereka, dan infak yang Sunnah seperti bersedekah kepada masyarakat awam.
”sedang urusan mereka, ” yang bersikap religi dan yang besifat duniawi” adalah musyawarah antara mereka, ”maksudnya, tidak seorangpun dai mereka yang bersikap otoriter dengan pendapatnya dalam suatu urusan bersama diantara mereka.
Ini tidak akan terjadi kecuali merupakan bagian dari kebesamaan, kekompakan, kecintaan, dan saling sayang menyayangi diantara mereka, dan meupakan kesempurnaan (kematangan) pikiran mereka adalah bahwa apabila mereka hendak melakukan suatu perkara yang memerlukan pengarahan pikian dan pendapat, maka mereka berkumpul, bemusyarah, serta melakukan pembahasan tentangnya, hingga jika kemaslahatan sudah terbukti, maka mereka segera nmengambilnya.
Ini seperti pendapat (ide) dalam peperangan dan jihad, penugasan para petugas untuk menduduki suatu jabatan kekuasaan atau hakim atau yang semisal dengannya.
Karena itulah Rasulullah ﷺ selalu bermusyawarah dengan para sahabat saat menghadapi peperangan dan urusan penting lainnya, sehingga dengan demikian hati mereka merasa senang dan lega.
Salah satu contoh musyawarah yang diadakan Nabi ﷺ terjadi menjelang Perang Badar. Inilah pertempuran pertama kaum Muslimin dalam menghadapi intimidasi kaum musyrik.
Hal yang sama telah dilakukan oleh Khalifah Umar ibnul Khattab Radhiyallahu’anhu saat menjelang ajalnya karena tertusuk, ia menjadikan urusan kekhalifahan sesudahnya agar dimusyawarahkan di antara sesama mereka untuk memilih salah seorang dari enam orang berikut, yaitu Usman, Ali, Talhah, Az-Zubair, Sa’d, dan Abdur Rahman ibnu Auf; semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka. Maka akhirnya pendapat semua sahabat sepakat menunjuk sahabat Usman ibnu Affan Radhiyallahu’anhu sebagai khalifah sesudah Umar Radhiyallahu’anhu.
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (Asy-Syura: 38)
Yang demikian itu terealisasi dengan berbuat kebaikan kepada makhluk Allah yang paling dekat dengan mereka dari kalangan keluarga mereka, lalu berikutnya adalah orang-orang yang dekat dengan mereka.
وَالَّذِينَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُونَ
Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri. (Asy-Syura: 39)
Yakni mereka mempunyai kekuatan untuk membela diri dari orang-orang yang berbuat aniaya dan memusuhi mereka. Mereka bukanlah orang-orang yang lemah, bukan pula orang-orang yang hina, bahkan mereka mempunyai kemampuan untuk membalas perbuatan orang-orang yang berlaku kelewat batas terhadap diri mereka. Sekalipun sifat mereka demikian, mereka selalu memberi maaf (yakni gemar memberi maaf), walaupun mereka mampu untuk membalas. Seperti halnya yang dikatakan oleh Nabi Yusuf alaihissalam kepada saudara-saudaranya yang pernah hampir membunuhnya.
”mereka membela diri, ”karena kekuatan dan keperkasaan (harga diri) mereka. mereka tidak menjadi manusia yang hina dan lemah untuk membela diri.
وَجَزَٰٓؤُا۟ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.
Maka keseimbangan merupakan hal yang disyariatkan, yaitu hukum qisas, sedangkan yang lebih utama daripada itu hanyalah dianjurkan yaitu memaafkan.
Allâh ﷻ menjelaskan pada ayat ini tingkatan-tingkatan hukuman, yaitu ada tiga tingkatan: Keadilan, keutamaan, dan kezhaliman. Tingkatan adil adalah membalas kejahatan dengan kejahatan serupa, tidak lebih dan tidak kurang. Maka nyawa dibalas dengan nyawa, setiap anggota tubuh dengan anggota tubuh yang sama, dan harta dibalas dengan ganti rugi harta yang semisal.
Tingkatan keutamaan adalah memaafkan dan berdamai dengan yang berbuat kesalahan. Maka dari itu Allah berfirman,
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
“Maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas tanggungan Allah.” Allah akan memberinya balasan upah yang sangat besar dan pahala yang sangat banyak.
Dan tingkatan kezhaliman telah dijelaskan oleh Allâh ﷻ dengan FirmanNya, إِنَّهُ لا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ “Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zhalim,” yaitu orang-orang yang terlebih dahulu melakukan kejahatan terhadap orang lain, atau membalas pelaku kejahatan dengan balasan yang melebihi kejahatannya. Jadi, berlebihan itu adalah tindak kezhaliman.
وَلَمَنِ ٱنتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِۦ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَا عَلَيْهِم مِّن سَبِيلٍ
Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun terhadap mereka.
Barangsiapa membela diri maka mereka tidak berdosa karena mereka mengambil hak mereka. Artinya, tidak ada dosa atas mereka dalam melakukan pembelaan itu.
1. Ayat-ayat ini mengajarkan tentang sempurnanya akhlak kaum muslimin.
2. Adanya syariat qishas untuk menghindari adanya kedzaliman.
3. Boleh membalas kedzaliman tanpa berlebihan, kecuali dalam masalah hudud.
4. Keutamaan memaafkan bagi kaum muslimin.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم