بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Ummahat Doha – Senin Pagi
Tanggal: 10 Rabi’ul Awal 1445 / 25 September 2023
Tempat: Izghowa Qatar
Bersama: Ustadz Abu Abdus Syahid Isnan Efendi, Lc, M.A Hafidzahullah



Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 151-152

كَمَآ أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِّنكُمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْكُمْ ءَايَٰتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُم مَّا لَمْ تَكُونُوا۟ تَعْلَمُونَ

Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.

Ayat 151 merupakan lanjutan dari ayat 150 sebelumnya dimana disimpulkan

1. Menguatkan hujjah atau pegangan Rasulullah ﷺ dan para sahabat.
2. Menyempurnakan nikmat Allâh ﷻ Dengan dikabulkannya do’a Rasulullah ﷺ atas dirubahnya arah kiblat.
3. Dan supaya umat mendapat petunjuk. maksudnya, kalian mengetahui kebenaran lalu mengamalkannya.

Pada ayat 151 menegaskan keterkaitan antara ayat dan para ulama menyebutkan sebagai faedah keempat.

🏷️ Pada kata كَمَآ أَرْسَلْنَا فِيكُمْ :

Ada kata min anfusikum atau amfusihim atau minhum dan minkum menjelaskan bahwa Rasulullah ﷺ diutus bukan hanya untuk kaumnya, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan jika hanya minkum atau minhum, maka ini menunjukkan makna nasab. Jadi Rasulullah diutus dari nasab kalian (Quraisy) atau Bani Hasyim. Sedangkan jika menggunakan anfus maka menunjukkan al-jins (jenis) baik Arab maupun manusia lainnya. Seperti pada ayat, Ayat 128 surat At-Taubah :

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.

🏷️ Faedah keempat dari ayat ini adalah penyempurna nikmat Allah berupa pengutusan Nabi Muhammad ﷺ sebagai Rasulullah. Oleh karena itu, Allah Ta’ala menghimbau kepada orang-orang yang beriman untuk mengakui nikmat tersebut dan menyambutnya dengan mengingat dan bersyukur kepada-Nya.

Tujuan pengutusan ini Nabi Muhammad sebagai rasul kepada mereka untuk membacakan ayat-ayat Allah Ta’ala kepada mereka secara jelas dan menyucikan mereka dari berbagai keburukan akhlak, kotoran jiwa, segala perbuatan kaum Jahiliyah, dan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju dunia yang terang benderang, mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah (as-Sunnah), dan mengajarkan kepada mereka apa yang tidak mereka ketahui.

Jika Allâh ﷻ tidak menurunkan Rasul-Nya, maka akan banyak sekali kekacauan dalam hal ibadah kepada Allâh ﷻ. Betapa banyak cara-cara beribadah yang satu sama lain berbeda. Inilah nikmat terbesar diturunkannya Rasulullah ﷺ.

Karena, sebelumnya mereka hidup dalam kebodohan (jahiliyah) dan tidak mempunyai tata krama dalam berbicara. Berkat risalah yang dibawa Rasulullah, mereka berhasil pindah ke derajat para wali dan tingkat para ulama. Dan akhirnya mereka menjadi orang yang berilmu sangat mendalam, memiliki hati amat suci, berpenampilan apa adanya dan berkata paling jujur.

Dari Abu Dzarr Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah pergi meninggalkan kami (wafat) dan tidaklah seekor burung pun yang terbang dengan kedua sayapnya melainkan kami memiliki ilmunya.”

Perkataan Abu Dzarr Radhiyallahu anhu di atas diriwayatkan Ibnu Hiban (no. 65/at-Ta’liiqatul Hisaan ‘ala Shahiih Ibni Hibban) dan oleh Imam Ahmad (Musnad Imam Ahmad V/153, 162).

Rasulullah ﷺ datang dengan membawa al-Hikmah (as-Sunnah), karena sunnah adalah penjelas bagi Al-Qur’an.

Ayat ini bukan menjadi dasar ilmu yang dibatasi oleh keterbatasan manusia seperti halnya hal-hal yang ghaib.

Tafsir as-Sa’di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di Rahimahullah:

151. Allah menyatakan, “Sesungguhnya pemberian nikmat kami atas kalian dengan menghadap ke Ka’bah dan penyempurnaannya dengan dasar-dasar syariat serta nikmat-nikmat penyempurna, bukanlah sesuatu yang aneh dalam kebaikan Kami dan bukan pula yang pertama bahkan kami telah memberikan nikmat atas kalian dengan nikmat-nikmat dasar dan penyempurnanya, dan yang paling besar adalah Kami mengutus kepada kalian seorang Rasul yang mulia dari kalangan kalian, di mana kalian mengetahui garis keturunannya, kejujuran, amanah, kesempurnaan, dan ketulusannya.

“yang membacakan ayat-ayat kami kepadamu.” Ini mencakup segala ayat-ayatNya baik ayat Al-Qur’an maupun ayat-ayat lainnya, beliau membacakan kepada kalian ayat-ayat yang menjelaskan kebenaran dari kebatilan dan hidayah dari kesesatan, yang menunjukkan kepada kalian, pertama, tentang keesaan Allah dan kesempurnaanNya, kedua, tentang kebenaran rasulNya dan wajibnya beriman kepadanya, kemudian kepada segala hal yang dikabarkan olehnya berupa Hari pembalasan maupun hal-hal yang ghaib, hingga kalian memperoleh Hidayah yang sempurna dan ilmu yang meyakinkan.

“Dan menyucikan kamu,” maksudnya, menyucikan akhlak dan jiwa kalian dengan mendidiknya. Dengan akhlak yang mulia, dan membersihkannya dari akhlak yang tercela, dan demikian itu seperti menyucikan mereka dari kesyirikan kepada ketauhidan, dan riya kepada keikhlasan, dari kebohongan kepada kejujuran, dari penghianatan kepada amanah, dan dari kesombongan kepada kerendahan hati, dari akhlak yang buruk kepada akhlak yang luhur, dan dari saling benci, saling bermusuhan serta saling memutuskan hubungan kepada saling mencintai, saling bersilaturahmi, dan saling kasih mengasihi, dan lain sebagainya dari bentuk-bentuk penyucian.

“Dan mengajarkan kepadamu Alkitab,” yaitu, al-qur’an baik lafadznya maupun maknanya, “Dan al-hikmah.” Suatu pendapat berkata, al-hikmah dan as-sunnah. Yang lain berpendapat Al Hikmah adalah mengetahui rahasia-rahasia Syariah dan fiqih serta menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.

Maka dalam hal ini pengajaran as-sunnah termasuk ke dalam pengajaran Alkitab, karena as-sunnah itu menjelaskan Alquran, menafsirkannya, dan mengutarakan maksudnya, “Dan mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui,” karena mereka itu benar-benar ada dalam kesesatan yang nyata sebelum diutusnya beliau, yang tidak berilmu dan tidak pula beramal. Setiap ilmu maupun amal yang diperoleh umat ini adalah dari Rasulullah dan karena sebab beliaulah semua itu ada. Maka nikmat-nikmat tersebut adalah nikmat-nikmat dasar secara mutlak, dan dia adalah nikmat terbesar yang Allah berikan kepada hamba-hambaNya. Oleh karena itu, tugas mereka selanjutnya adalah bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat tersebut dan menegakkannya.

Selanjutnya Allâh ﷻ berfirman pada ayat 152:

فَٱذْكُرُونِىٓ أَذْكُرْكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لِى وَلَا تَكْفُرُونِ

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.

152. “Karena itu Ingatlah kamu kepadaku niscaya aku ingat (pula) kepadamu”: Allah memerintahkan hamba-hambaNya untuk mengingatNya dan menjanjikan baginya sebaik-baik balasan, yaitu bahwa Allah akan mengingatnya pula, yaitu bagi orang yang ingat kepadaNya, sebagaimana yang disabdakan dari lisan rasulNya:

“Barang siapa yang menyebut mengingatku pada dirinya niscaya aku akan mengingatnya pada diriku dan barangsiapa yang menyebut mengingatku pada halayak ramai niscaya aku akan mengingatnya nya pula pada halayak ramai yang lebih ramai dari mereka” (HR Bukhori no. 7405, Muslim no. 2675).

Dzikir kepada Allah yang paling istimewa adalah zikir yang dilakukan dengan hati dan lisan, yaitu dzikir yang menumbuhkan ma’rifat kepada Allah, kecintaan kepadaNya, dan menghasilkan ganjaran yang banyak dariNya.

Dzikir adalah puncak rasa syukur. Oleh karena itu, Allah memerintahkan hal itu secara khusus kemudian memerintahkan untuk bersyukur secara umum seraya berfirman, “Dan bersyukurlah kepadaku,” maksudnya, terhadap apa yang telah Aku nikmatkan kepada kalian dengan nikmat-nikmat tersebut, dan Aku jauhkan dari kalian berbagai macam kesulitan.

Syukur itu dilakukan dengan hati berupa pengakuan atas kenikmatan yang didapatkan, dengan lisan berupa zikir dan pujian dan dengan anggota tubuh berupa ketaatan kepada Allah serta kepatuhan terhadap perintahNya dan menjauhi laranganNya. Syukur itu menyebabkan kelanggengan nikmat yang telah didapatkan dan menambah nikmat yang belum didapatkan,

Allah berfirman
” Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.” QS Ibrahim ayat 7.

Dengan adanya perintah untuk bersyukur setelah kenikmatan agama, seperti ilmu dan penyucian akhlak, serta taufik kepada pengamalan, merupakan penjelasan bahwa hal itu adalah sebesar-besar kenikmatan, bahkan dia adalah kenikmatan yang sebenarnya yang akan selalu eksis bila yang lainnya lenyap. Dan seyogyanya bagi orang yang diberikan taufik kepada ilmu dan amal, agar bersyukur kepada Allah atas semua itu, agar Allah menambahkan nikmatNya dan menghindarkan dirinya dari rasa bangga diri, hingga akhirnya dia sibuk dengan bersyukur.

Dan ketika kebalikan dari rasa syukur adalah pengingkaran, maka Allah melarang pengingkaran tersebut seraya berfirman, “Dan janganlah kamu mengingkari nikmat Ku,” maksud dari pengingkaran disini adalah suatu hal yang bertolak belakang dengan bersyukur yaitu ingkar terhadap kenikmatan yang diberikan dan menampiknya serta tidak bersyukur kepadanya. Kemudian juga maknanya adalah bersifat umum, maka pengingkaran itu ada bermacam-macam, dan yang paling besar adalah pengingkaran terhadap Allah, kemudian macam-macam kemaksiatan dengan segala bentuk dan jenisnya dari kesyirikan dan selainnya.