1. Jika anda mendengar seseorang berkata: “Si Fulan adalah seorang musyabihah atau si Fulan berbicara tentang masalah tasybih,” maka tuduhlah bahwa ia seorang Jahmiyah, bila seseorang berkata: “Si Fulan termasuk Nashibiyah” maka ketahuilah bahwa ia seorang Rafidhah, bila anda mendengar seseorang berkata: “Berbicaralah tentang tauhid atau jelaskan kepadaku tentang hakekat tauhid,” ketahuilah ia seorang Khawarij atau Mu’tazilah86
  2. Jika seseorang berbicara masalah Ijbar atau Jabriyah atau ia mempersoalkan keadilan Allah Subahanahu wata’aala, ketahuilah ia seorang Qadariyah, sebab nama-nama di atas termasuk perkara baru yang diada- adakan para pengikut hawa nafsu atau Ahli bid’ah.87

  3. Abdullah bin Mubarak berkata: “Janganlah sama sekali anda mengambil penjelasan tentang masalah Rafidhah dari penduduk Kuffah, penjelasan tentang pedang dari penduduk Syam, penjelasan tentang Takdir dari penduduk Bashrah, penjelasan tentang irja’ dari penduduk Khurasan, penjelasan tentang hukum Sharf dari penduduk Mekkah dan penjelasan hukum nyanyian dari penduduk Madinah. Jangan sekali-kali kalian mengambil penjelasan hukum dan masalah-masalah di atas dari mereka.88
  4. Jika anda menyaksikan seseorang mencintai Abu Hurairah, Anas bin Malik, Usaid bin Hudhair, ketahuilah ia seorang Ahli sunnah insya Allah Subahanahu wata’aala. Dan jika anda melihat seseorang mencintai Ayyub,89
  5. Ibnu Aun’,90 Yunus bin Ubaid,91 Abdullah bin Idris Al Audy,92 As Sya’by,93 Malik bin Mighwal,94 Yazid bin Zurai’,95 Muadz bin Muadz,96 Wahb bin Jarir,97 Hamad bin Salamah,98 Hamad bin Zaid,99 Malik bin Anas dan Al Auza’i100 serta Zaidah bin Qudamah,101 ketahuilah ia seorang Ahli sunnah. Apabila anda melihat seseorang mencintai Ahmad bin Hambal, Hajaj bin Minhal102 dan Ahmad bin Nashr.103 sementara ia menyebut-nyebut kebaikan mereka dan sering mengutip pendapat mereka, ketahuilah ia seorang pengikut Ahli sunnah.104

  6. Jika anda melihat seseorang duduk-duduk bersama Ahli bid’ah, berikanlah peringatan keras dan jelaskanlah kepadanya tentang kepribadiannya. Apabila ia tetap duduk-duduk bersama Ahli bid’ah setelah ia mengetahuinya maka jauhilah ia karena ia termasuk pengikut hawa nafsu (Ahli bid’ah).105
  7. Jika anda menyampaikan sebuah atsar kepada seseorang lalu menolaknya dan ia menginginkan Al- Qur’an maka tidak diragukan bahwa ia seorang yang telah mengidap virus zindiq, maka beranjaklah darinya dan tinggalkan.
  8. Ketahuilah bahwa semua bentuk bid’ah membawa bencana dan mengajak kepada peperangan.106
  9. Ahli bid’ah yang paling buruk dan paling kufur adalah Rafidhah, Mu’tazilah dan Jahmiyah karena mereka mengajak manusia kepada pemikiran ta’thil dan zindiq.

  10. Ketahuilah bahwa siapa yang mencela salah seorang sahabat Nabi maka pada hakekatnya ia telah mencela Nabi Muhammad dan berarti ia telah menyakiti Nabi di alam kuburnya.
  11. Jika anda melihat suatu kebid’ahan pada seseorang, jauhilah dia sebab yang dia sembunyikan darimu lebih banyak dari yang ia perlihatkan kepadamu.107
  12. Jika anda menyaksikan salah seorang dari Ahli sunnah buruk perangai dan perilakunya, fasik lagi jahat, maka dia itu disebut pelaku maksiat yang dhalim namun ia tetap di atas sunnah maka silahkan anda bergaul dan duduk-duduk bersamanya sebab kemaksiatannya tidak membahayakanmu.
  13. Jika anda melihat seseorang bersungguh-sungguh dan serius dalam ibadah, namun ia itu Ahli bid’ah maka janganlah anda duduk-duduk dan bergaul bersamanya, mendengar ucapannya dan berjalan bersama dalam satu jalan karena saya khawatir anda akan mengikutinya sehingga anda hancur bersamanya.108 Yunus bin Ubaid pernah melihat putranya keluar dari majelis salah seorang Ahli bid’ah maka ia berkata kepadanya: “Wahai anakku, dari manakah anda datang?” la menjawab: “Dari si Fulan.”109 la berkata: “Wahai anakku, Seandainya aku melihatmu keluar dari rumah waria (banci) lebih aku senangi daripada aku melihatmu keluar dari rumah si Fulan. Dan jikalau anda bertemu dengan Rabbmu dalam keadaan berzina lagi fasik, atau mencuri lagi berkhianat lebih aku cintai daripada engkau bertemu dengan Rabbmu dengan membawa pendapat Si Fulan dan si Fulan.”110 Yunus bin Ubaid sangat faham bahwa waria tidak akan menyesatkan agama anaknya sementara Ahli bid’ah pasti menyesatkan hingga membuatnya kafir.

  14. Waspadalah dan waspadalah terhadap setiap orang yang hidup bersamamu, lihatlah siapa teman duduk-dudukmu dan dari mana anda mendengar dan siapa orang yang anda jadikan teman bergaul sebab seseorang hampir terperangkap dalam kemurtadan akibat teman kecuali orang yang telah dijaga oleh Allah Subahanahu wata’aala.
  15. Perhatikanlah, apabila anda mendengar orang yang menyebut-nyebut nama Ibnu Abu Duad111, Bisyr Al Marisy,112 Tsumamah,113 Abu Hudzail,114 Hisyam Al Futhy atau salah seorang pengikut atau pendukung mereka maka berhati-hatilah sebab ia termasuk Ahli bid’ah dan mereka berada di atas kemurtadan.
  16. Tinggalkanlah orang yang menyebut-nyebut kebaikan mereka dan siapa saja orang-orang yang disebut dari golongan mereka.

  17. Menguji orang dalam Islam termasuk perbuatan bid’ah dan zaman sekarang orang cukup diuji dengan Sunnah berdasarkan sabda Rasulullah:
  18. “Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, lihatlah dari-mana anda mengambil agamamu.”115

    Nabi bersabda:

    “Janganlah kalian menerima hadits kecuali dari orang yang diterima kesaksiannya116

    Perhatikanlah, jika ia dari Ahli sunnah dan memiliki pengetahuan tentang riwayat lagi jujur, anda boleh menulis riwayat darinya. Dan bila tidak seperti itu maka tinggalkan dia.

  19. Jika anda menginginkan istiqamah di atas kebenaran dan jalan Ahli sunnah sebelummu, waspadalah dari ilmu kalam dan para penebar ilmu kalam, jauhilah dari berbantah-bantahan, berbicara tanpa dalil, qiyas dan adu argumentasi dalam agama sebab jika anda mendengar ucapan mereka akan menimbulkan keragu-raguan dalam hati meskipun dengan disertai penolakan.
  20. Sikap seperti itu sudah cukup dianggap menerima pemikiran mereka sehingga anda celaka. Tidaklah muncul zindiq, bid’ah, hawa nafsu, kesesatan kecuali dari ilmu kalam dan berbantah-bantahan, berbicara tanpa dalil dan qiyas. Semua perkara di atas menjadi pintu masuk segala macam kebid’ahan, keraguan dan zindiq.

  21. Bertakwalah kepada Allah Subahanahu wata’aala dan hendaklah tetap berpegang teguh dengan atsar dan para pengikutnya serta bersikap taklid, sebab agama hanya dibangun di atas dasar taklid yaitu taklid (yakni Ittiba-red) kepada Nabi dan para sahabat serta kepada orang-orang sebelum kita yang tidak mengajak kepada kerancuan aqidah. Maka ikutilah mereka anda pasti akan merasa tenang dan janganlah melampaui atsar dan para pengikutnya.
  22. Berhentilah ketika anda berada di hadapan ayat-ayat mutasyabihat dan jangan sekali-kali menggunakan qiyas dalam hal tersebut.
  23. Janganlah anda mencari-cari alasan dari dirimu untuk menolak dengannya atas Ahli bid’ah, sesungguhnya anda hanya diperintahkan untuk berdiam diri dari mereka dan jangan sekali-kali memberi kesempatan mereka untuk mengusai dirimu.
  24. Bukankah anda sudah mengetahui bahwa Muhammad bin Sirin dengan ketinggian ilmunya, tidak mau menjawab pertanyaan Ahli bid’ah sama sekali walaupun hanya satu masalah dan beliau juga tidak mendengar satu ayatpun dari mereka. Beliau ditanya tentang itu? Maka beliau menjawab: “Saya takut ia menyelewengkan sesuatu sehingga kotoran syubhat masuk ke dalam hatiku.”117

  25. Jika anda mendengar ketika seseorang mendengar atsar Rasulullah lalu berkata: “Saya hanya mengagungkan kalamullah,” ketahuilah ia termasuk kelompok Jahmiyah, dengan pernyataan tersebut ia ingin berusaha menolak dan membuang atsar Rasulullah – Dia hendak mengagungkan Allah Subahanahu wata’aala Subahanahu wata’aala dengan cara menjauhkan Allah Subahanahu wata’aala dari beberapa sifat-sifat ketika mendengar hadits ru’yah, nuzul atau yang lainnya. Bukankah ia telah menolak atsar Rasulullah Sholallohu’alaihi wasallam.
  26. Jika ia berkata: “Kami mengagungkan Allah Subahanahu wata’aala dengan menafikan bahwa Allah Subahanahu wata’aala turun dari satu tempat ke tempat lain,” maka ia telah mengaku lebih tahu tentang Allah Subahanahu wata’aala dari selainnya. Waspadalah terhadap mereka, sebab kebanyakan orang awam dan yang lainnya bersikap demikian maka berikanlah peringatan keras kepada semua orang dari pengaruh mereka.
    Apabila salah seorang bertanya tentang isi buku ini dalam rangka mencari kebenaran, berikanlah penjelasan dengan baik, akan tetapi bila datang ingin mengajakmu berdebat tentang isi buku ini, waspadalah darinya sebab berbicara tanpa dalil, berbantah-bantahan, adu argumen, dan berdebat sangat dilarang keras dan menjauhkan dari jalan kebenaran.
    Tidak pernah para Ahli fikih dan ulama sunnah berbantah-bantahan, adu argumentasi dan berdebat sama sekali.
    Hasan Al Bashry berkata: “Orang bijak tidak pernah berbantah-bantahan dan tidak pernah berbasi-basi dalam menyampaikan hikmah, ia sampaikan apa adanya, bila diterima ia memuji Allah Subahanahu wata’aala dan bila ditolak juga tetap memuji Allah Subahanahu wata’aala.”118
    Ada salah seorang datang kepada Hasan Al Bashry lalu berkata: “Saya ingin mengajak anda berdebat dalam masalah agama,” Hasan berkata: “Saya sudah mengetahui agamaku. Maka jika anda tersesat dalam agamamu silahkan pergi untuk mencarinya.”119
    Suatu ketika pernah Rasulullah mendengar dari arah pintu kamarnya salah seorang berkata: “Alif Lam Mim, Allah Subahanahu wata’aala telah berfirman seperti ini,” temannya berkata: “Bukankah Allah Subahanahu wata’aala telah berfirman seperti ini?” Maka beliau keluar dalam keadaaan marah lalu bersabda: “Apakah kalian diperintah seperti ini ataukah aku diutus kepada kamu untuk membawa misi seperti ini, kalian membenturkan Kitabullah satu sama lain120
    Maka beliau melarang mereka berdebat.
    Ibnu Umar, Malik bin Anas dan orang-orang sebelum dan sesudah mereka hingga sekarang sangat melarang berbantah-bantahan dalam urusan agama.121 Dan ternyata firman Allah Subahanahu wata’aala Subahanahu wata’aala lebih keras daripada ucapan makhluk maka Allah Subahanahu wata’aala berfirman:

    “Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah Subahanahu wata’aala, kecuali orang-orang yang kafir. ” ( Al-Mu’min: 4)

    Ada salah seorang bertanya kepada Umar bin Khaththab Radhiyallohu’anhu tentang An Nasyithaati Nasythal Maka beliau berkata: “Seandainya anda bercukur gundul maka aku pasti memenggal lehermu.122
    Nabi bersabda:

    “Orang mukmin tidak berbantah-bantahan dan aku tidak memberi syafaat kepada orang yang berbantah-bantahan pada hari kiamat maka tinggalkanlah be-bantah-bantahan (karena hanya sedikit kebaikannya).123

  27. Tidak boleh seorang muslim berkata: “Si Fulan seorang Ahli sunnah,” hingga benar-benar melihat bahwa orang tersebut telah menunjukkan perangai Ahli sunnah dan tidak boleh seorang dikatakan Shahibus Sunnah hingga benar-benar semua sunnah telah lengkap menghiasi dirinya.
  28. Abdullah bin Mubarak berkata: “Akar kebid’ahan ada empat firqah kemudian berakar menjadi tujuh puluh dua cabang bid’ah. Adapun akar bid’ah yang empat, Qadariyah, Murji’ah, Syi’ah dan Khawarij.” 124
  29. Barangsiapa mendahulukan Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali di atas para sahabat Rasulullah dan tidak menyebut-nyebut para sahabat selain mereka kecuali kebaikan maka ia telah terbebas dari seluruh bentuk At Tasyayu’ (mendukung Syi’ah).
    Barangsiapa mengatakan: “Iman adalah ucapan dan perbuatan bisa bertambah dan berkurang berarti ia telah terbebas dari seluruh pemikiran Irja’. Siapa yang tetap shalat di belakang imam, baik pemimpin tersebut seorang yang shalih atau jahat, dan berjihad bersama pemimpin, tidak keluar dari pemimpin dengan pedang, maka selalu mendoakan bagi mereka kebaikan, maka sebab ia telah terbebas dari pengaruh pemikiran Khawarij.”
    Barangsiapa menyatakan bahwa semua takdir baik yang bagus atau yang buruk berasal dari Allah Subahanahu wata’aala , memberi petunjuk dan menyesatkan siapa saja yang la kehendaki maka Allah Subahanahu wata’aala terbebas dari seluruh pemikiran Qadariyah dan termasuk Ahli sunnah.

  30. Barangsiapa menampakkan bid’ah kekufuran kepada Allah Subahanahu wata’aala dan ia secara terang-terangan menyatakannya, tidak diragukan lagi bahwa ia telah kafir. Barangsiapa beriman terhadap pemikiran Raj’ah dan menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib akan kembali hidup sebelum hari kiamat dan juga Muhammad bin Ali125, Ja’far bin Muhammad,126 dan Musa bin Ja’far,127 dan memperbincangkan masalah ini dan bahwa mereka mengetahui perkara ghaib maka waspadalah dari mereka dan setiap orang yang mengikuti pemikiran tersebut sebab mereka telah kafir terhadap Allah Subahanahu wata’aala.

______________________________________________________

  1. Yang dimaksud oleh penulis dengan Tauhid adalah tauhid Mu’tazilah karena firqah Mu’tazilah memiliki lima dasar di antaranya adalah Tauhid yang artinya menafikan sifat-sifat dari Allah Subahanahu wata’aala . Lihat Risalah Al Mu’tazilah wa Usuluhum Al Hamsah wa Mauqif Ahli Sunnah Minha, Syaikh Awad Al Mu’tiq (Hal.81-150) dan kitab “Bayan talbisul Jahmiyah” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. (1/132-134)
  2. Imam Abu Hatim Ar Razy rahimahullah berkata: “Tanda-tanda ahli bid’ah suka mencela ahli atsar dan tanda-tanda zindiq memberi sebutan ahli sunnah dengan Hasyawiyah, yang dimaksud membatalkan atsar, ciri-ciri Jahmiyah memberi sebutan ahli sunnah Musyabbihah, ciri-ciri Qadariyah memberi sebutan ahli atsar dengan Mujbirah, ciri-ciri Murji’ah memberi sebutan ahli sunnah penentang atau Nuqshaniyah dan ciri-ciri Rafidhah memberi sebutan ahli sunnah dengan Nashibah. Sementara ahli sunnah hanya mungkin memiliki satu sebutan tidak mungkin semua sebutan di atas bisa disandang oleh ahli sunnah.” (dikeluarkan oleh Al Lalika’i dalam “As Sunnah” (1/179) dengan sanad yang sahih.
  3. Saya tidak menemukan riwayat ini dari sumber aslinya. Arti ‘Sharf adalah menjual emas dengan perak atau perak dengan emas,disebut dengan sharf karena dua sebab; karena menjauh dari kebiasaan akad jual beli, tidak boleh berpisah sebelum terjadi serah terima barang, dan tidak boleh menjual dengan salah satu barangnya ditangguhkan. Dan kedua dari Sharifihima yaitu menyamakan dalam timbangan sebab penjualan emas dengan emas atau perak dengan perak disebut saling Murathalah. Ucapan Abdullah bin Mubarak banyak menyerupai beberapa atsar dari ulama salaf: “Dari Ma’mar bin Rasyid dan Muhammad bin Yahya Al Qaththan, Ibrahim bin Abu ‘Ablah sebagaimana yang telah dinukil dalam kitab Masa’il Imam Ahmad Abdullah bin Ahmad. (1632) dan kitab Al amru bil Ma’ruf wan Nahyi Anil Mungkar, Khallal (Hal.87-88), Siyar DZAhabi (3/391-324) dan lihat risalah Zajrus Sufaha’an Tatabu’i Rukhasil Fu qaha’, Syaikh Ad Duwaisiry, sementara Ibnu Qayyim juga mengupas masalah ini secara bagus dalam kitab”MadarijusSalikin”‘, (2/57058).
  4. Ayyub bin Kaisan As Sakhtiyani, Abu Bakar Al Bashry, seorang imam panutan dan penegak hujjah. Beliau termasuk pembesar ahli zuhud dan ahli fikih. Wafat tahun 131 H
  5. Abdullah bin “Aun Al Bashry, seorang imam terpercaya, tokoh yang disegani dan seorang yang wara’. Wafat tahun 139.(SiyarDzahabi, 6/364)
  6. Yunus bin Ubaid Al Abdy Al Bashry, seorang imam panutan, seorang yang teguh dan pemilik hujjah, wafat tahun 139 H. (Siyar 6/288)
  7. Dia seorang imam panutan sebagaimana yang dikatakan oleh imam Ahmad bahwa dia seorang yang istimewa dan sangat teguh membela sunnah, wafat tahun 192 H. (Siyar 4/294).
  8. Amir bin Syarahil As Sya’by, Abu Amr Al Hamady, seorang imam panutan dalam ilmu sunnah , wafat tahun 105 H. {Siyar 4/294)
  9. Abu Abdullah Al Bajali Al Kufi, seorang imam terpercaya lagi hafidz wafat tahun 159 H. (Siyar 70/174)
  10. Abu Mu’awiyah Al Aisyi Al Bashry, seorang imam panutan dan terpercaya, wafat tahun 182 H. (Siyar 8/296).
  11. Abu Mutsanna Mu’awiyah Al Anbary, Al Hafidz, terpercaya, wafat tahun 206 H. Siyar (9/442)
  12. Abu Abbas Al Azdy, Al Hafidz, jujur dan terpercaya, wafat 206 H. (Siyar 9/442)
  13. Ibnu Dinnar. Abu Salamah Al Bashry, seorang imam panutan dan syaikhul Islam, wafat tahun 167 H. (Siyar 7/555).
  14. Ibnu Dirham, Abu Ismail Al Bashry Al Azdy, Al Allamah, Al Hafidz dan seorang yang teguh serta ahli hadits pada zamannya, wafat 179 H. (Siyar, 7/456)
  15. Abdurrahman bin Amr, Abu Amr As Syamy, seorang imam panutan, Syaikhul Islam, tokoh ulama di daerah Syam, wafat tahun 157 H. (Siyar 7/107)
  16. Abu Shalt At Tsaqafi Al Kufi, seorang imam teguh dan Al Hafidz, wafat tahun 160 H. (Siyar 7/375)
  17. Abu Muhammad Al Bashry, Al Anmathi, Al Hafidz, seorang imam panutan dan ahli ibadah serta hujjatul Islam, wafat tahun 217 H.(Siyar 10/352)
  18. Ibnu malik Al Khuza’i, seorang imam panutan, As Syahid, Wafat tahun 231 H (Siyar 11/166).
  19. Dalam teks asli disebutkan bahwa Al Hajjaj bin Minhal, Ahmad bin Hambal, Ahmad bin Nashr termasuk ahli sunnah Insya Allah Subahanahu wata’aala.
  20. Abu Daud As Sajistani berkata bahwa saya berkata kepada Abu Abdullah Ahmad bin Hambal: “Saya menyaksikan seorang ahli sunnah selalu bersama ahli bid’ah, apakah saya tinggalkan perkataannya?” Beliau menjawab: “Tidak, atau anda harus memberitahu kepadanya bahwa laki-laki yang bersamanya adalah meninggalkan perkataannya maka anda bergaullah dengannya dan bila tidak, maka anggaplah dia termasuk bagian darinya,” sebagaimana ucapan Ibnu Mas’ud: “Seseorang tergantung teman karibnya.” (dituturkan oleh Ibnu Muflih dalam Al Adabus Syar’iyah (1/263).
  21. Ibnu “Aun berkata: “Orang yang duduk-duduk bersama ahli bid’ah lebih bahaya daripada ahli bid’ah sendiri.” (dikeluarkan oleh Ibnu Baththah dalam Ibanah Al Kubra 486). Dalam kitab Tabaqatul Hanabilah karya “Ibnu Abu Ya’la (1/233-234) bahwa Ali bin Abu Khalid berkata: “Saya bertanya kepada Ahmad bahwa sesungguhnya Syaikh ini selalu hadir bersama kami yang telah aku larang untuk mendekati seseorang namun dia ingin mendengar komentar anda tentang seorang yang bernama Harits Al Qashir atau Hants Al Muhasiby,” anda melihat saya telah bersamanya selama beberapa tahun dan anda berkata kepadaku: “Janganlah anda duduk-duduk bersamanya dan janganlah berbicara dengannya, dan hingga saat ini saya tidak pernah berbicara dengannya sementara Syaikh ini duduk bersamanya.” Bagaimana komentar anda dalam masalah ini? Maka saya melihat muka imam Ahmad memerah dan urat syaraf dan Matanya menegang yang tidak pernah sama sekali aku melihat seperti itu sebelumnya, lalu beliau mulai memberi bantahan dan berkata: “Dia seorang yang telah diperingatkan oleh Allah Subahanahu wata’aala, tiada orang yang mengenalinya kecuali orang yang tahu secara persis tentang dia, jauhilah dia, jauhilah dia dan jauhilah dia, tiada seorang yang mampu mengenalinya kecuali seorang yang dekat dengannya, telah duduk-duduk bersamanya Al Maghazili, Ya’qub dan si Fulan sehingga mereka berubah menjadi pembela madzhab Jahmiyah lalu mereka hancur karenanya.” Lalu Syaikh tersebut bertanya kepadanya: “Wahai Abu Abdullah dia seorang perawi hadits, pendiam dan sangat khusyu’ ? Abdullah sangat marah dan berkata: “Janganlah anda tertipu dengan kekhusu’an dan kelembutannya.” Dan beliau berkata: “Anda jangan terkecoh dengan kepala yang sering menunduk sebab dia seorang yang buruk, dan tiada yang mampu mengenalinya kecuali orang yang telah berpengalaman, janganlah anda berbicara dengannya sebab tiada kemuliaan baginya.” Apakah setiap orang meriwayatkan hadits Rasulullah boleh bagi anda untuk duduk- duduk bersamanya?! jelas tidak, sebab dia tidak memiliki kemuliaan dan tidak menenangkan mata. Dan dia seperti itu.

  22. Abu Qilabah berkata: “Tidaklah suatu kaum membuat suatu kebid’ahan melainkan telah mengobarkan peperangan.” Abu Qilabah rahimahullah berkata: “Sesungguhnya ahli bid’ah pelaku kesesatan dan tidak ada tempat baginya kecuali Neraka, buktikanlah, tiada seorangpun dari mereka yang mau menggunakan hadits, hingga perkara mereka berakhir dengan pedang, sebab kemunafikan itu ber-macam-macam lalu beliau membaca firman Allah Subahanahu wata’aala: “Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah Subahanahu wata’aala.” ( At Taubah: 74) dan firman Allah Subahanahu wata’aala: “Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat;” ( At taubah: 58) dan firman Allah Subahanahu wata’aala: “Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi.” (At Taubah: 61). Ucapan-ucapan munafikin itu beragam, namun mereka bersepakat dalam keraguan dan kedustaan, mereka berbeda pendapat namun bersepakat dalam mengobarkan peperangan, dan tidak ada tempat akhir yang paling layak kecuali Neraka. (Dikeluarkan Ad Darimy (1/44) dengan sanad yang sahih.
  23. Penulis rahimahullah dalam kitab Tabaqatul Hanabilah (2/44) dan Al Manhaj Al Ahmad (2/37) berkata: “Perumpamaan ahli bid’ah seperti kalajengking, mengubur kepala dan badannya dalam tanah namun mengeluarkan ekornya, ketika ada kesempatan mereka menyengatkan bisanya.” Begitu juga ahli bid’ah yang selalu menyembunyikan jati dirinya dari manusia, ketika mereka punya kesempatan mereka menebarkan kebid’ahan sesuai yang mereka inginkan.
  24. Imam Syafil rahimahullah berkata: “Jikalau seorang hamba bertemu Allah Subahanahu wata’aala dengan membawa setiap macam dosa selain syirik lebih baik daripada bertemu Allah Subahanahu wata’aala dengan membawa suatu kebid’ahan.” (H.R Baihaqi dalam “Al I’tiqad'(Hal 158). Imam Ahmad dalam “Tabaqatul Hanabilah (1/184) berkata: “Kuburan pelaku dosa besar ahli sunnah bagaikan taman, sementara kuburan seorang yang zuhud dari ahli bid’ah bagaikan lubang Neraka,” kaum fasik dari kalangan ahli sunnah adalah wali Allah Subahanahu wata’aala dan ahli zuhud dari kalangan ahli bid’ah adalah musuh Allah Subahanahu wata’aala.
  25. Yang dimaksud adalah Amr ibnu Ubaid Al Bashriy. Seorang ahli zuhud dan ahli ibadah, Qadariyah, dan pemuka dan tokoh Mu’tazilah, mati tahun 143 H. (Lihat Siyar 6/104)
  26. Dikeluarkan Abu Nu’aim dalam Al Hilyah (3/ 20-21) dan Al Khaththib dalam Tarikh Baghdad'(12/172-173) serta Ibnu Baththah dalam Al Ibanah Al Kubra (464) dengan sanad yang sahih
  27. Ahmad bin faraj, seorang Jahmiyah dan mengobar fitnah Al-Qur’an adalah makhluk, mati tahun 240 H. {Siyar 11/169)
  28. Bisyr bin Ghayyats Al Marisy, penggagas pemikiran Jahmiyah pada zamannya dan tokoh umat firqah Jahmiyah, para ulama ahli sunnah banyak yang menghujat bahkan mengkafirkannya, mati tahun 218 H. {Siyar (10/199)
  29. Tsumamah bin Usyrah termasuk pemuka dan tokoh Mu’tazilah yang mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk. {Siyar 10/203)
  30. Muhammad Al Hudzail Al “Allaf Al Bashry, tokoh ahli bid’ah dan juru dakwah kepada bid’ah pada zamannya, mati tahun 227 H.{Siyar 10/542)
  31. Dikeluarkan Ibnu Ady dalam Al Kamil (1/155) dan As Sahmi dalam Dalam “Tarikh Jurjan’ (473) dan Ibnu Jauzi dalam “Al Wahiyaat’ (1/131) dari Anas secara Marfu’. Dengan sanad yang sangat dhaif karena terdapat Khalid bin Duluj dan dia sangat lemah sekali sebagaimana yang dituturkan dalam “Al Mizan’ (1/663) Qatadah As Sadusy Mudallis dengan An’an. Ibnu Jauzi dalam Al Wahiyat dan Al Manawi dalam “At Taisir” (1/352-353) dan Al Bani dalam Dhaiful Jami1′(2021). Yang benar berasal dari ucapan Muhammad bin Sirin: “Dikeluarkan oleh Muslim dalam Muqaddimah (1/41) Ibnu Ady dalam Al Kamil (1/155) dan Abu Nu’aim dalam Al Hilyah (2/278) serta Khaththib dalam Al Kifayah (Hal.161) Ramaharmuzi dalam Al Muhaddits Al Fashil, (Hal.414)
  32. Dikeluarkan oleh Ramaharmuzi dalam kitab “Al Muhadits Al Fashil’ (Hal.411), Ibnu Ady dalam “Al Kamil’ (1/159, 2/798), Al Khaththib Baghdadi dalam “Al Kifayah” (Hal.125-126), dan Ibnul Jauzi dalam kitab “Al Wahiyaat’ (1/131).Adapun hadits yang dikabarkan oleh Al Qadhy Abu Umar Qasim bin Jafar Al Hasyimi sebagaimana lafadz hadits di atas dengan sanad sebagai berikut: Shalih bin Hassaan menyendiri dalam riwayatnya dan dia termasuk perawi yang sepakat tidak boleh berhujjah dengan haditsnya karena hafalannya buruk dan sedikit. Beliau meriwayatkan hadits ini dari Muhammad bin Ka’ab terkadang secara muttasil dan terkadang secara mursal atau terkadang secara marfu’, dan terkadang secara mauquf kemudian beliau memaparkan beberapa riwayat di atas.
  33. Dikeluarkan oleh Ad Darimy (1/91), Ibnu Wadhdhah dalam Al Bida’, (53), Al Ajiry dalam “Syari’ah’ (Hal.57), Al Lalika’i dalam “AsSunnah (242) dan Ibnu Baththah dalam “Al Ibanah Al Kubra” (398-399) dengan sanad yang sahih
  34. Dikeluarkan oleh Nu’aim bin Hammad dalam “Az Zawaid ala Az Zuhud’ Ibnu Mubarak (30) dan Ibnu Baththah dalam “Al Ibanah Al Kubra” (611) dengan sanad yang dhaif karena ada perawi yang sangat lemah
  35. Dikeluarkan oleh Al Ajiri dalam “As Syari’ah’ (57), Al Lalika’i dalam “As Sunnah’ (215) dan Ibnu Baththah dalam “Al Ibanah Al Kubra” dengan sanad yang sahih.
  36. Atsaryang sahih, dikeluarkan oleh Ahmad (2/195-196), Ibnu Majah dalam Mukaddimah, bab Qadar (85) dan Al Lalika’i dalam As Sunnah (1118-1119). Disahihkan oleh Al Bushairy dalam Zawaid Ibnu Majah (1/14) dan Al Bani dalam Hasyiah syarah Thahawiyah (Hal.218)
  37. Sunan Ad Darimy (1/77), As Sunnah, Al Lalika’i, Ibnu Baththah dalam “Al Ibanah Al Kubra” (483- 549) dan Baghdadi dalam “Al Faqlh Wal Muttafaqqih” (1/230) dan Al Ashfahani dalam “Al Hujjah” (1/311).
  38. Orang yang datang kepada Umar bernama Shabigh dan kisah ini sangat masyhur. Dikeluarkan oleh Ad Darimy (1/51, Ibnu Wadhdhah dalam Al Bida (Hal.56), Al Ajiri dalam “As Syari’ah” (Hal.73), Al Lalika’i dalam As- Sunnah (4/634-636) dan Ibnu Baththah dalam “Al Ibanah Al Kubra (27489-490). Karena kalau dia bertanya seperti itu, terus keadaan dia gundul, beliau memastikan bahwa orang itu dari khawarij (Pen).
  39. Hadits ini sangat lemah. Dikeluarkan oleh At Thabrani dalam “Al Kabir” (8/178-179), Al Ajiri dalam As Syari’ah’ (Hal.55-56), Ibnu Baththah dalam “Al Ibanah Al Kubra” (2/489-490) dan Abu Ismail Al Harawi dalam “Dzammil Kalarrf’ nomor 57. Al Haitsami dalam Majma’Zawaid’ (1/156-159) berkata: “Katsir bin Marwan sangat lemah sekali.” Dalam (1/106) beliau mengatakan: “Katsir di- nyatakan pendusta oleh Yahya dan Daruquthni.” Lihat Mizanul I’tidal Dza-habi (3/409). Peringatan: “Terdapat kesalahan penulisan nama Katsir bin Marwan dalam kitab “As Syari’ah’ Ajiri yang ditulis dengan nama “Hukaim bin Marwan
  40. Dikeluarkan oleh Ibnu Baththah dalam ” Al Ibanah Al Kubra” (278)
  41. Dia adalah Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib atau Ja’far Al Baqir, seorang imam yang terpercaya, wafat tahun 113 H. (Siyar 4/401)
  42. Dia adalah Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib, yang dikenal dengan As Shaadiq, seorang imam yang faqih wafat pada tahun 148 H. (Siyar 6/255)
  43. Dia adalah Musa bin Ja’far, Abul Hasan Al Hasyimi, yang dikenal dengan sebutan Al Kadzim, seorang yang jujur dan ahli Ibadah, wafat tahun 183H. (Siyar 6/270).