بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Ahad – Doha
Membahas: Mulakhas Fiqhi – Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Hanafi Abu Arify 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Doha, 30 Rabi’ul Awal 1445 / 16 Oktober 2023



KITAB SHALAT
Bab Tentang Syarat-syarat Sahnya Shalat – 2

Syarat Pertama: MASUKNYA WAKTU SHALAT Lanjutan

Allâh ﷻ berfirman:

حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ…

“Jagalah shalat- shalatmu…” (QS. Al-Baqarah: 238)

Di antara implementasi menjaga shalat adalah melaksanakannya di awal waktu.

Ibnu Bathol saat mengomentari hadits shalat di awal waktu, berkata: bersegera melakukan shalat di awal waktu adalah lebih utama dibandingkan dengan shalat yang setelahnya, yang dinukil Ibnu Rajab dalam Fathul Bari.

Shalat wajib ada lima kali dalam sehari semalam. Setiap shalat memiliki waktu relevan yang dipilih oleh Allah untuk shalat tersebut. Sangat relevan dengan kondisi hamba-hamba-Nya, sehingga mereka bisa melaksanakan shalat-shalat tersebut pada waktunya. Shalat-shalat tersebut tidak menjadi penghalang bagi pekerjaan-pekerjaan mereka yang lain. Bahkan justru membantu mereka melaksanakan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Dan dapat menghapus segala kesalahan yang mereka lakukan.

Nabi ﷺ mengumpamakan shalat ibarat sungai yang mengalir, di mana seseorang mandi di dalamnya lima kali sehari, sehingga tak tersisa sedikit pun daki di tubuhnya. (Muttaafaq alaihi).

Waktu-waktu shalat tersebut adalah sebagai berikut:

1. SHALAT DZUHUR.

Dimulai saat matahari tergelincir dari atas kepala, yakni condong ke arah barat dari garis tengah. Itulah arti دلوك yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala: “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir…” (QS. Israa’: 28)

Tergelincirnya matahari itu dapat diketahui dengan adanya bayangan di sisi timur, setelah bayangan itu hilang di sisi barat.

Waktu shalat Dzuhur berlangsung hingga panjang bayangan suatu benda sama dengan panjang benda tersebut. Dan saat itulah waktu Zhuhur habis. Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ :

“Waktu Zhuhur adalah saat matahari tergelincir matahari (hingga) bayangan seseorang sama dengan tinggi tubuhnya.” Dikeluarkan oleh Muslim dari hadits ‘Abdullah bin Amru (no. 173).

Shalat Zhuhur sebaiknya dilakukan di awal waktu, kecuali bila panas terik. Saat itu dianjurkan menangguhkannya sejenak, hingga panas berkurang. Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ :

“Apabila panas sangat terik, tundalah shalat hingga agak dingin. Sesungguhnya teriknya panas berasal dari uap Neraka Jahannam”. (Muttaafaq alaihi).

2. SHALAT ‘ASHAR

Dimulai dari akhir waktu Zhuhur. Yakni ketika bayangan sesuatu sama dengan sesuatu tersebut. Dan terus berlangsung hingga sinar matahari menguning. Inilah pendapat yang benar dari dua pendapat ulama yang ada. (Karena pendapat ulama yang lain adalah bahwa waktu ‘Ashar berlangsung hingga waktu Maghrib. Yang benar berdasarkan hadits adalah pendapat di atas – pentj.)

Dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu ‘anhu,

وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ

“Dan waktu ‘ashar masih tetap ada selama matahari belum menguning………” (HR. Muslim No. 612).

🏷️ Waktu ‘ashar ada dua waktu:

  • Waktul ikhtiyar: dari masuknya waktu ashar sampai matahari menguning. Boleh bagi yang memiliki udzur untuk menunda sampai matahari menguning. Tapi tidak boleh bagi yang tidak punya udzur.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rahimahullah berkata : Tidak boleh menunda sholat tanpa udzur sampai matahari menguning, apalagi sampai tenggelam matahari. Baik jamak atau tidak, baik mukim atau safar.

  • Waktun Iqtira: Dimulai dari matahari menguning sampai terbenam matahari. Tidak boleh menunda sampai waktu ini.

Misalkan seseorang sholat semenit sebelum maghrib, setelah satu rakaat berkumandang shalat maghrib. Maka dia mendapatkan sholat asharnya,selesaikan hingga shalat selesai. Karena membatalkan amalan wajib sebelum selesai maka ini perbuatan sia-sia.

Rasulullah ﷺ bersabda : “Barangsiapa yang mendapati satu rakaat shalat Ashar sebelum matahari tenggelam, maka Ia telah mendapatkan shalat Ashar” (HR. Bukhori No. 579 dan Muslim No. 608).

Jika dia belum mendapatkan satu raka’at ashar kemudian berkumandang shalat maghrib, maka ia tidak mendapatkan waktu ashar. Ini pendapat yang rajih dari Syafi’i yah dan dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rahimahumullah.

Shalat ‘Ashar dianjurkan dilaksanakan di awal waktu. Itulah yang disebut sebagai asb-shalaatul Wustha yang ditegaskan keutamaannya oleh Allâh ﷻ di dalam firman-Nya:

حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الْوُسْطٰى وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْنَ

Al-Baqarah ayat 238. Peliharalah semua salat dan salat wustha. Dan laksanakanlah (salat) karena Allah dengan khusyuk.

Dalam berbagai hadits shahih terbuktikan bahwa shalat al-wustha di sini adalah shalat ‘Ashar. Meskipun ada banyak pendapat dalam hal ini dan pendapat shalat Ashar adalah pendapat Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu.

3. SHALAT MAGHRIB.

Dimulai sejak matahari terbenam. Yakni saat bola matahari terbenam seluruhnya, sehingga tak terlihat sedikit pun, baik dari dataran rendah maupun pegunungan. Tenggelamnya matahari juga dapat ditengarai dengan munculnya kegelapan malam dari arah timur. Berdasarkan sabda Nabi ﷺ:

Apabila malam telah tiba dari arah sini, dan siang lenyap dari arah sini, maka orang yang berpuasa sudah boleh berbuka. (Mutafaqun’alaih)

^Waktu Maghrib terus berlangsung hingga tenggelamnya asy-syafaq al-ahmar (mega merah). Yang dimaksud dengan mega-merah di sini adalah warna putih kemerah-merahan. Bila warna merah itu lenyap, dan tersisa warna putih bersih saja, kemudian warna itupun lenyap, maka hilangnya warna putih itu sebagai indikasi bahwa mega merah sudah tenggelam.

Shalat Maghrib juga dianjurkan dilakukan di awal waktunya, berdasarkan hadits at-Tirmidzi dan dinyatakan shahih oleh beliau, dari Ummu Salamah, bahwa Nabi ﷺ biasa shalat Maghrib bila matahari sudah tenggelam dan menghilang di balik ufuk. (Mutafaqun’alaih)

Imam at-Tirmidzi berkomentar, “Dan itu adalah pendapat mayoritas ulama dari kalangan para Sahabat dan Tabi’in.”

4. SHALAT ISYA

Dimulai dari selesainya waktu Maghrib. Yakni sejak tenggelamnya mega merah (Seperti disampaikan Ibnul mundzir dalam Al-Ausath), dan terus berlangsung hingga terbitnya fajar kedua. Waktu’Isya’ sendiri terbagi menjadi dua:

  • Pertama: waktu pilihan yang berlangsung hingga sepertiga waktu malam saja.
  • Kedua: waktu darurat, yang berlangsung dari sepertiga malam hingga fajar kedua (fajar shadiq).

Ada pendapat yang mengatakan bahwa akhir waktu sholat ‘isya’ adalah setengah malam. Inilah pendapatnya Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarok, Ishaq, Abu Tsaur, Mazhab Hanafi dan Ibnu Hazm rohimahumullah. Dalil pendapat ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu ‘anhu,

…وَقْتُ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الأَوْسَطِ….

“Waktu sholat ‘isya’ adalah hingga setengah malam” (HR. Muslim No. 612).

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengatakan, jika dilakukan setelah setengah malam, maka itu dihitung qadha sholat isya dan dihitung sah sholatnya meskipun pahalanya berbeda.

  • Untuk menentukan waktu di tengah malam, kita dapat memakai rumus ini.

Waktu Tengah Malam = Waktu Tenggelam Matahari + [ (Wkt Terbit Fajar – Wkt Tenggelam Matahari) / 2 ]

Misalnya, jika waktu tenggelamnya matahari adalah pukul 18.00 dan waktu terbit fajar esok hari adalah pukul 05.00, maka jarak waktu antara keduanya setelah kita hitung adalah 11 jam. Waktu 11 jam ini kita bagi menjadi dua, maka hasilnya adalah 5 jam 30 menit. Kemudian hasil pembagian tersebut kita tambahkan kepada waktu matahari tenggelam, maka 18.00 + 5.30 = 23.30, maka jadilah waktu pertengahan malam adalah 23.30.

  • Sedangkan untuk pertigaan malam kita bisa memakai rumus ini dengan perhitungan yang sama .

Waktu Permulaan Sepertiga Malam Akhir :

Waktu terbit fajar – (perbedaan waktu antara waktu matahari tenggelam dengan waktu fajar terbit / 3)

Contohnya : pukul 05.00 – (11 jam / 3) = 05.00 – 3 jam 40 menit = pukul 01.20.

Didapatkan bahwa pukul 01.20 adalah permulaan sepertiga akhir. Sehingga pukul 01.20 sampai menjelang shubuh itu adalah waktu darurat untuk sholat Isya. Dan waktu terbaik untuk sholat tahajjud.

Disunnahkan Mengakhirkan Sholat ‘Isya’

Penangguhan shalat hingga akhir waktu pilihan (sepertiga malam), itu lebih baik jika memungkinkan. Namun bila memberatkan jama’ah, dianjurkan untuk dilakukan segera di awal waktu, agar tidak memberatkan.

Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ أَنْ يُؤَخِّرُوا الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ أَوْ نِصْفِهِ

“Jika sekiranya tidak memberatkan ummatku maka akan aku perintah agar mereka mengakhirkan sholat ‘isya’ hingga sepertiga atau setengah malam” (HR. Tirmidzi No. 167, Ibnu Majah No. 691, dinyatakan shohih oleh Al Albani di Takhrij Sunan Tirmidzi).

Akan tetapi hal ini tidak selalu dikerjakan Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam, sebagaimana dalam hadits yang lain,

وَالْعِشَاءُ أَحْيَانًا يُقَدِّمُهَا ، وَأَحْيَانًا يُؤَخِّرُهَا : إذَا رَآهُمْ اجْتَمَعُوا عَجَّلَ ، وَإِذَا رَآهُمْ أَبْطَئُوا أَخَّرَ

“Terkadang (Nabi) menyegerakan sholat isya dan terkadang juga mengakhirkannya. Jika mereka telah terlihat terkumpul maa segerakanlah dan jika terlihat (lambat datang ke masjid)” (HR. Bukhori No. 560, Muslim No. 233).

Makruh hukumnya tidur sebelum shalat ‘Isya’.

Hal ini agar seseorang tidak ketiduran sehingga melewatkan shalat ‘Isya’. Juga makruh hukumnya berbincang sesudah ‘Isya’. Yakni berbicara banyak dengan orang lain. Karena kebiasaan itu bisa menghalangi seseorang tidur lebih awal, agar dapat bangun lebih dini. Sehingga, selesai shalat ‘Isya’, dianjurkan segera tidur, agar dapat bangun di akhir malam, lalu melakukan shalat tahajjud dan shalat Shubuh dengan semangat. Nabi tidak suka tidur sebelum’Isya’ dan mengobrol sesudahnya.

Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,

كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَهَا وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا

“Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam membenci tidur sebelum sholat ‘isya’ dan melakukan pembicaraan yang tidak berguna setelahnya (HR. BukhoriNo. 568, Muslim No. 237)”.

Itu kalau begadang sesudah’Isya’ tanpa arti. Tapi kalau dengan tujuan yang benar, dan keperluan yang bermanfaat, maka boleh-boleh saja.

5. SHALAT SHUBUH.

Waktunya mulai dari terbitnya fajar kedua (fajar shadiq), hingga terbit matahari. Dianjurkan melaksanakan shalat Shubuh di awal waktu, bila sudah terbukti terbit fajar.

Inilah waktu-waktu lima shalat yang diwajibkan oleh Allah. Hendaknya kita berkomitmen terhadapnya, dengan tidak melakukannya sebelum waktunya, dan tidak pula mengakhirkannya.

Allah Ta’ala berfirman : “Maka ‘Neraka wail’ bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al-Maa’uun: 4-5)

Yakni orang yang menangguhkan shalat hingga ke luar dari waktunya. Dalam ayat lain:

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih, maka mereka itu akan masuk Surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun “ (QS. Maryam: 59-60)

Arti menyia-nyiakan shalat, yakni menangguhkan pelaksanaannya hingga di luar waktu. Orang yang menangguhkan waktu shalat hingga di luar waktunya, oleh Allah disebut sebagai orang yang lalai dan menyia-nyiakan shalat. Bahkan diancam dengan neraka wail dan dengan kesesatan. Wail adalah nama sebuah lembah di Neraka Jahannam.


اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم