بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab At-Tibyan fi Adab Hamalat Al-Quran
Karya Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Nefri Abu Abdillah, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Al-Khor, 1 Rajab 1446 / 1 Januari 2024.



Kajian Ke-21 | Bab 4: Panduan Mengajar dan Belajar Al-Qur’an.

Sopan Santun di Lingkungan Belajar

– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Hendaklah pelajar masuk pada gurunya dengan memiliki sifat-sifat sempura, yaitu membersihkan diri dengan yang kami sebutkan mengenai pelajar, bersuci dengan menggunakan siwak, mengosongkan hati dari hal-hal yang melalaikan, Hendaklah ia tidak masuk tanpa minta izin apabila guru berada di tempat di mana ia perlu minta izin.

📃 Penjelasan:

Allah ﷻ berfirman dalam QS. Al-A’roof/7: 31:

يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ ࣖ – ٣١ ۞

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Perintah Alloh kepada manusia untuk memakai pakaian yang baik di setiap memasuki masjid. Dengan pakaian yang bersih dan rapih akan menambah kenyamanan dalam beribadah atau menuntut ilmu.

Termasuk sunnah yang paling sering dan yang paling senang dilakukan oleh Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bersiwak. Siwak merupakan pekerjaan yang ringan namun memiliki faedah yang banyak baik bersifat keduniaan yaitu berupa kebersihan mulut, sehat dan putihnya gigi, menghilangkan bau mulut, dan lain-lain, maupun faedah-faedah yang bersifat akhirat, yaitu ittiba’ kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mendapatkan keridhoan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ (رواه أحمد)

Siwak merupakan kebersihan bagi mulut dan keridhaan bagi Rabb“. [Hadits shahih riwayat Ahmad, Irwaul Ghalil no 66).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( لَوْلاَ أنْ أشُقَّ عَلَى أُمَّتِي – أَوْ عَلَى النَّاسِ – لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلاَةٍ )) متفقٌ عَلَيْهِ .

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya tidak memberatkan umatku—atau tidak memberatkan manusia—, aku pasti memerintahkan mereka untuk bersiwak bersamaan dengan setiap kali shalat.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 887 dan Muslim, no. 452]

Perintah bersiwak adalah perintah membersihkan gigi, adapun alatnya dipilih yang lebih optimal. Maka membersihkan gigi dengan sikat gigi dan pasta gigi akan lebih mendatangkan manfaat.

– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Hendaklah ia memberi salam kepada orang-orang yang hadir ketika masuk dan memberi penghormatan secara khusus kepadanya dan memberi salam kepadanya dan kepada mereka bila ia pergi sebagaimana ia datang.

Disebutkan dalam hadits: Salam pertama tidak lebih patut diucapkan daripada salam kedua.t

📃 Penjelasan:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian sampai di satu majelis, hendaklah ia mengucapkan salam. Lalu apabila ia hendak bangun (meninggalkan) majelis, hendaklah ia pun mengucapkan salam. Maka tidaklah yang pertama lebih berhak daripada yang terakhir.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan) [HR. Abu Daud, no. 5208; Tirmidzi, no. 2706; Ahmad, 2:230, 287, 439. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly berkata bahwa sanad hadits ini hasan].

– Siapa saja yang mendatangi suatu kaum, hendaklah ia mengucapkan salam sebelum ia memulai bicara.
– Siapa saja yang telah memenuhi hajat lantas selesai dari hajat tersebut, hendaklah ia mengucapkan salam pula.
– Ucapan salam pertama maksudnya adalah agar selamat dari kejelekan saat hadir. Sedangkan ucapan salam kedua maksudnya adalah agar selamat dari kejelekan ketika berpisah.

– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Janganlah ia melangkahi pundak orang-orang, tetapi duduk di tempat yang bisa dicapainya dalam majelis itu, kecuali guru mengizinkannya untuk maju atau ia ketahui dari keadaan mereka bahwa mereka lebih menyukai hal itu.

Janganlah menyuruh seseorang berdiri dari tempatnya. Jika orang lain mengutamakannya, janganlah ia menerima karena mengikuti teladan Ibnu Umar, kecuali dalam mendahulukannya terdapat maslahat bagi para hadirin atau guru menyuruhnya melakukan itu.

Hendaklah ia tidak duduk ditengah halaqah (majelis), kecuali karena kebutuhan yang mendesak. Janganlah ia duduk di antara kedua teman tanpa izin keduanya. Jika kedua melapangkan tempat baginya, ia boleh duduk dan merapatkan dirinya.

📃 Penjelasan:

Dalam bahasan ini terdapat faedah mendahulukan dalam hal dunia (itsar). Secara bahasa, “itsar” memiliki makna mendahulukan atau mengutamakan orang lain. Namun, dalam konteks istilah, itsar mengacu pada tindakan mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri sendiri dalam urusan dunia dengan harapan mendapatkan pahala di akhirat.

Tindakan itsar ini dilakukan dengan keyakinan yang kuat, cinta (mahabbah) yang mendalam, dan kesabaran dalam menghadapi kesulitan. Contohnya bisa dilihat dalam sikap orang-orang Muhajirin dan Anshar. (Al-Hasyr ayat 9).

Diharamkan menyuruh yang lain berdiri dari tempat duduknya lalu yang menyuruh duduk di situ. Dan dianjurkan untuk memberikan keluasan ketika duduk dalam majelis.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang di antara kalian menyuruh berdiri lainnya dari tempat duduknya kemudian ia sendiri duduk di situ. Tetapi berikanlah keluasan tempat serta kelapangan (pada orang lain yang baru datang).” Ibnu Umar apabila ada seorang yang berdiri dari tempat duduknya karena menghormatinya, ia tidak suka duduk di tempat orang tadi itu. (Muttafaq ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 6270 dan Muslim, no. 2177]

– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Pasal: Pelajar harus bersikap sopan pula kepada teman-temannya dan para hadirin di majelis Syeikh, karena hal itu sama dengan bersikap sopan kepada Syeikh dan untuk menjaga majelisnya.

Hendaklah ia duduk di hadapan Syeikh dengan posisi duduknya sebagai pelajar, bukan duduknya pengajar.

Janganlah ia mengeraskan suaranya dengan sangat keras tanpa keperluan dan jangan tertawa.

Janganlah banyak bicara tanpa keperluan dan jangan mempermainkan tangannya maupun lainnya. Jangan menoleh ke kanan dan kiri tanpa keperluan, tetapi tetap menghadap kepada guru dengan mendengarkan pembicaraannya.

📃 Penjelasan:

Pasal ini menjelaskan ketawadhuan seorang pelajar terhadap gurunya. Karena ilmu adalah warisan para nabi dan para ulama mewariskan ilmu, maka bentuk penghormatan kepada ilmu adalah dengan bersifat tawadhu.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Hujurat ayat 2:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَرْفَعُوٓا۟ أَصْوَٰتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ ٱلنَّبِىِّ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi…

Bila ia berbicara (dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan suara keras) bila kalian berbicara dengannya (sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian terhadap sebagian yang lain) tetapi rendahkanlah suara kalian di bawah suaranya demi untuk menghormati dan mengagungkannya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa berwudhu dan menyempurnakan wudhunya kemudian mendatangi Jum’at lalu diam mendengarkan khutbah, niscaya akan diampuni baginya kesalahan antara Jum’at tersebut dengan Jum’at berikutnya ditambah tiga hari. Barangsiapa mempermainkan batu kerikil berarti ia telah berbuat sia-sia”

Imam an-Nawawi berkata dalam Syarah Shahiih Muslim (VI/147), “Dalam Hadits ini disebutkan larangan mempermainkan kerikil dan bentuk-bentuk permainan lainnya saat imam berkhutbah. Hadits tersebut juga memberikan isyarat keharusan menghadirkan hati dan anggota tubuh saat mendengarkan khutbah.” Termasuk dalam hal ini adalah bermain-main dalam majelis ilmu yang dibacakan Al-Qur’an dan hadits Nabi ﷺ.

– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Yang diperhatikan ialah pelajar tidak belajar kepada guru ketika hati gurunya sedang sibuk, jemu, takut, sedih, gembira, lapar, haus, mengantuk dan gelisah dan sebagainya yang memberatkannya atau mencegahnya dari kesempurnaan kehadiran hati dan kegiatan. Hendakah ia memanfaatkan waktu-waktu ketika gurunya berada dalam keadaan giat.

📃 Penjelasan:

Sifat-sifat manusia biasa adalah banyaknya kelemahan, kita manusia biasa yang kadang, jemu, takut, sedih, marah dan lainnya… Maka jangan paksakan jika sedang ada masalah yang memberatkannya atau mencegahnya dari kesempurnaan kehadiran hati dan kegiatan. Hendakah ia memanfaatkan waktu-waktu ketika gurunya berada dalam keadaan giat.

Standar kita harus optimal, dan standar para ulama berbeda dengan kondisi kita zaman sekarang.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم