بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab At-Tibyan fi Adab Hamalat Al-Quran
Karya Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Nefri Abu Abdillah, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Al-Khor, 25 Jumadil Awwal 1446 / 4 Desember 2024.


Facebook Assunnah Qatar Live


Kajian Ke-18 | Bab 4: Panduan Mengajar dan Belajar Al-Qur’an.

Sikap Terpuji dalam Lingkup Akademik

Akademik berarti berhubungan dengan akademi atau bersifat ilmiah, teoritis, dan berorientasi pada pengetahuan yang berhubungan dengan pendidikan.

Pada zaman Nabi ﷺ, fungsi akademik erat berkaitan dengan masjid. Segala hal yang berhubungan dengan kaidah ilmiah disampaikan Rasulullah ﷺ di dalam masjid. Hanya orang musyrik yang tidak Memakmurkan Masjid.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah Ayat 17:

مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَن يَعْمُرُوا۟ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ شَٰهِدِينَ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِم بِٱلْكُفْرِ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَٰلُهُمْ وَفِى ٱلنَّارِ هُمْ خَٰلِدُو

Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka.

Masjid adalah kampus nubuwah yang melahirkan generasi terbaik di umat ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah membaca Kitabullah dan saling mengajarkan satu dan lainnya melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), akan dinaungi rahmat, akan dikeliling para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di sisi makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya.” (HR. Muslim, no. 2699).

Seorang mufti Yaman Mohammed bin Ismail Al Amrani Rahimahullah pernah ditanya: Apakah engkau pernah belajar di universitas. Beliau menjawab saya dulu berada di Al-Jami (maksudnya masjid) adapun kalian hari ini lebih memprioritaskan di Jamiah (Universitas). Dan tidaklah sama laki-laki dan perempuan.

Fungsi pendidikan zaman salaf di masjid-masjid sungguh berbeda dengan pendidikan di universitas di zaman ini. Di sana menghasilkan para ulama yang tingkat keilmuan mereka tidak diragukan. Sementara kita paham, akan kualitas pendidikan zaman sekarang. Maka kualitas akademis tidak terbatas pada pendidikan formal di universitas.

Masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat sarana ibadah, tetapi memiliki peran yang strategis dalam proses pendidikan dan pembelajaran, khususnya yang terkait dengan pendidikan agama Islam.

– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Adab-adab Pengajar

Hendaklah guru menjaga kedua tangannya dari bermain-main ketika mengajar dan menjaga kedua matanya dari memandang kemana-mana tanpa keperluan.

Penjelasan:

Sama halnya dengan bermain-main disaat khutbah (yang hakikatnya menuntut ilmu).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا

Siapa yang bermain kerikil, maka dia telah menyia-nyiakan pahala jumatannya. (HR. Muslim 857, Abu Daud 1050, Turmudzi 498, dan yang lainnya).

Imam An-Nawawi menjelaskan hadis di atas,

فيه النهي عن مس الحصى وغيره من أنواع العبث في حالة الخطبة، وفيه إشارة إلى إقبال القلب والجوارح على الخطبة

Dalam hadis ini terdapat larangan untuk bermain kerikil atau permainan lainnya ketika mendengar khutbah. Dalam hadis ini terdapat arahan untuk mengkonsentrasikan hati dan anggota badan dalam rangka mendengarkan khutbah.

– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Hendaklah ia duduk dalam keadaan berwudhu dengan menghadap kiblat dan duduk dengan tenang dan memakai baju yang putih bersih. Apabila sampai ke tempat duduknya, ia kerjakan shalat dua rakaat sebelum duduk, baik tempatnya di masjid atau lainnya. Jika tempatnya di masjid, maka itu lebih diutamakan, karena dihukum makruh duduk di situ sebelum shalat.

Ia boleh duduk bersilah atau tidak bersilah. Diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abi Dawud As-Sijistani dengan isnadnya dari Abdullah bin Mas’ud bahwa ia dulu mengajar orang-orang di masjid sambil duduk berlulut di atas kedua lututnya.

Penjelasan:

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan adab-adab dalam mengajar di majelis ilmu. Dalam rangka mengagungkan dan menghormati semua elemen yang ada di majelis ilmu.

Allah ﷻ memerintahkan kepada manusia untuk memakai pakaian yang baik di setiap memasuki masjid, baik untuk thowaf, sholat, atau lainnya.

QS. Al-A’raf/7: 31

يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ ࣖ

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Lakukan Shalat tahiyatul masjid yaitu sholat sunnah yang dilakukan saat memasuki masjid sebagai bentuk penghormatan dan syukur kepada Allah ﷻ dan masjid. Sholat ini dilakukan sebelum duduk dan bisa dilakukan kapan saja.

Kesunnahan shalat Tahiyatul Masjid berdasarkan hadits Rasulullah ﷺ yang berbunyi:

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ، فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِس

Jika salah seorang di antara kalian memasuki masjid maka hendaklah ia mengerjakan shalat dua rakaat sebelum ia duduk” (HR Abu Qatadah).

Adapun di selain masjid, maka diperlukan dalil (Penjelasan Syaikh Utsaimin) dan penjelasan imam Nawawi hanya ijtihad beliau dalam rangka ta’dzim terhadap ilmu.

– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Pasal: Termasuk adab-adabnya yang penting dan patut diperhatikan ialah tidak merendahkan ilmu dengan pergi ke suatu tempat milik muridnya supaya ia belajar darinya, meskipun pelajar itu khalifah atau lebih rendah dari itu. Akan tetapi ia harus menjaga dari hal itu sebagaimana para ulama salaf menjaganya. Cerita-cerita mereka tentang hal ini banyak dan masyhur.

Penjelasan:

Kaidahnya, ilmu didatangi bukan mendatangi, artinya murid yang harus mendatangi guru.

Imam Ibnu Muflih rahimahullah dalam Adabusy Syar’iyyah menceritakan kisah Imam Malik Rahimahullah:

Khalifah Harun Ar-Rasyid adalah Khalifah kelima dari Dinasti Abbasiyah yang berkuasa di Baghdad. Ia merupakan seorang pemimpin yang mencintai ilmu pengetahuan.

Dan Imam Malik adalah tokoh Ulama Mazhab Maliki yang tinggal di Kota Madinah. Ia dikenal sebagai penulis kitab monumental Al-Muwattha.

Hubungan antara Harun Ar-Rasyid dan Imam Malik pernah diwarnai dengan percakapan yang mengejutkan.

Suatu ketika, Harun Ar-Rasyid mengunjungi Kota Madinah dan meminta tiga hal kepada Imam Malik. Imam Malik menolak ketiga permintaan tersebut.

Harun Ar-Rasyid terkejut karena Imam Malik menolak undangannya untuk berceramah di istana.

Imam Malik berkata, “Wahai Rasyid! Hadis adalah pelajaran yang sangat dihormati dan dijunjung tinggi leluhur Anda. Kalau Anda tidak menghormatinya, maka orang lain pun juga demikian. Sesungguhnya orang yang mencari ilmu harus mendatangi ilmu itu, dan bukan ilmu yang mendatanginya.

Kisah di atas adalah kisah di zaman umat Islam mengagungkan ilmu, sementara sekarang sungguh kebalikannya. Maka, kualitas generasi di zaman itu berbeda dengan kualitas zaman sekarang.

– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Pasal: Hendaklah ia menyediakan majelis yang luas supaya memungkinkan bagi murid-muridnya untuk duduk di situ. Disebutkan dalam hadits dari Nabi ﷺ:

Sebaik-baik majelis adalah yang paling luas.” Hadits riwayat Abu Dawud dalam sunannya dengan isnad sahih dari Abi Said Al-Khudri dalam awal-awal kitab Al-Adaab.

Penjelasan:

Sama halnya dalam majelis ilmu. Seorang hamba memohon dan meminta kebahagiaan di dunia ini. Dan ternyata ada beberapa faktor dalam dunia ini yang bisa menyempurnakan atau paling tidak menambah kebahagiaan seorang hamba. Meskipun bukan itu kebahagiaan sebenarnya. Diantara faktor-faktor dunia ini, diantara yang disebutkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang pertama adalah tentang tempat tinggal yang luas.

Abu Nu’aim dan Qabishah menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Habib bin Abi Tsabit, dari Khumail:

.عن نا فع بن لحا ر ث، عن النبي صلى ا لله عليه وسلم قال: من سعادةالمرءالمسكن الواسع، والجارالصالح، والمركب الهنيء

“Dari Nafi’ bin al-Harist, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “diantara kebahagiaan seseorang adalah tempat tinggal yang luas, tetangga yang baik serta kendaraan yang nyaman.” (Adabul Mufrad no. 457).

Al-Imam Al-Qorofi berkata, “Ketahuilah bahwa sedikit adab lebih baik ketimbang banyaknya amal. Sebab itu Ruwaiyim (seorang Ulama) menyampaikan kepada anaknya, “Wahai anakku, jadikanlah amalmu itu ibarat garam sedangkan adabmu ibarat tepung. Yakni perbanyaklah adab hingga perbandingan banyaknya seperti perbandingan tepung dan garam dalam suatu adonan. Banyak adab dengan sedikit amal masih lebih baik ketimbang banyak amal namun kurangnya adab.” (Al-Furuq 4/272)

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم