بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab: 𝕀𝕘𝕙𝕠𝕥𝕤𝕒𝕥𝕦𝕝 𝕃𝕒𝕙𝕗𝕒𝕟 𝕄𝕚𝕟 𝕄𝕒𝕤𝕙𝕠𝕪𝕚𝕕𝕚𝕤𝕪 𝕊𝕪𝕒𝕚𝕥𝕙𝕒𝕟
(Penolong Orang yang Terjepit – Dari Perangkap Syaitan)
Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: 10 Rajab 1446 / 10 Januari 2024.



Bab 13 – 8: Tipu Daya Setan: Siasat

Diantara tipu daya setan adalah siasat, makar dan penipuan yang mengandung penghalalan apa yang diharamkan Allah dan membebaskan diri dari kewajiban serta menentang apa yang diperintah dan dilarangNya.

Siasat Hilah

Hilah (Berkilah atau merekayasa hukum) atau akal-akalan terhadap hukum yang telah Allâh Ta’ala tetapkan. Padahal Allah ﷻ mengetahui segala sesuatu.

Lanjutan beberapa bentuk akal-akalan yang dimaksud antara lain:

– Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Siasat Ribawi

Semua mengetahui bahwa riba tidak diharamkan karena bentuk dan lafazh (nama)-nya saja, tetapi ia diharamkan karena hakikat, makna dan maksudnya. Dan hakikat, makna serta maksud tersebut ada dalam siasat ribawi sebagaimana adanya dalam bentuknya yang nyata. Dan dua orang yang melakukan transaksi, mengetahui hal tersebut dalam hati mereka masing-masing, demikian pula orang yang menjadi saksi mereka mengetahuinya, dan Allah mengetahui bahwa maksud keduanya adalah riba, tetapi keduanya mencari sarana yang bentuknya tampak bukan riba, dan mereka menamakannya dengan nama yang bukan namanya (riba).

Padahal semua itu tidak bisa menolak pengharaman riba, juga tidak bisa menghilangkan kerusakan yang karenanya riba diharamkan, bahkan ia semakin menambah dan memberatkan kerusakan tersebut dari berbagai segi.

Penjelasan:

Muslim memiliki arti tunduk, patuh dan beragama Islam, maka siapun yang masuk Islam harus tunduk dan patuh dengan syariat Islam, meskipun terkadang berbeda dengan keinginan kita. Sama halnya dengan riba ini, banyak yang menginginkannya sehingga menunjukkan banyak alasan.

Sehingga disebut mukallaf karena terkena beban hukum. Yaitu seseorang yang telah memenuhi beberapa kreteria untuk menyandang kewajiban dari Allah sebagai konsekwensi dari beban taklif-nya.

Hari ini, tak ada satupun aspek kehidupan yang selamat dari riba. Hampir seluruh aspek kehidupan dikepung oleh gaya hidup riba.

Akhirnya manusia dibuat tak berdaya menghadapi bujuk rayu riba, padahal sejatinya ia adalah madu berbalut racun. Gaya hidup riba adalah kehidupan yang diatur dengan hawa nafsu, tak mengenal halal haram. Meskipun dibalut dengan nama dan istilah yang syar’i dan indah, akan tetapi hakikatnya riba!

– Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Di antaranya, hal itu akan semakin membuat berani orang yang berpiutang untuk memaksa pembayaran uangnya dari orang yang dia hutangi, hal yang tak mungkin terjadi pada praktek riba secara nyata, sebab orang tersebut yakin dengan bentuk akad dan namanya (yang bukan ribawi).

Penjelasan:

Karena setiap hutang sepakat ulama, setiap utang piutang yang dalamnya adalah keuntungan, maka itu adalah Riba.

Dalam hadits disebutkan,

كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ حَرَامٌ

Setiap utang piutang yang di dalamnya ada keuntungan, maka itu dihukumi haram.

Maka jika dibumbui dengan jual beli, meskipun hakikatnya hutang ditambah dengan sistem yang menjerat, maka akan semakin mudah dalam perampasan aset dan lainnya. Dan legal dari segi hukum.

Maka, tidak heran banyak kasus yang terjebak riba untuk gaya hidup yang mengorbankan gajinya setiap bulan.

Padahal Allah memberi ancaman, Allah akan membinasakan riba:
Allah membinasakan riba dan menumbuhkan sedekah.” (QS. Al-Baqarah: 276)

Kapan hukuman di dunia ini diberikan?

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam hanya menyebutkan bahwa akhir urusannya akan miskin:
Siapapun yang memperbanyak hartanya dengan cara riba, maka akhir urusannya akan menjadi miskin.” (HR. Ibnu Majah 2279, shahih)

– Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Juga, ia akan mempercayai bahwa hal tersebut adalah perdagangan langsung, sedangkan nafsu seseorang sangat cintanya kepada masalah perdagangan. Ia sama kedudukannya dengan orang yang mencintai wanita kekasihnya dengan kecintaan yang luar biasa, tetapi haramnya berhubungan dengannya menjadikannya terhalang daripadanya. Lalu, ia pun bersiasat untuk melakukan akad semu, tidak akad sesungguhnya, sehingga ia merasa aman dari kekejian dan kenistaan sesuatu yang diharamkan, lalu ia pun merasa aman untuk mendatanginya, padahal keduanya tahu dalam hati masing-masing, bahwa perempuan itu bukan istrinya, mereka hanya sekedar melakukan akad semu untuk bisa sampai kepada maksud.

Penjelasan:

Jika sesuatu sudah tertutup dengan nafsu, maka akan terlihat halal dan biasa. Padahal hakikatnya haram, berlindung dibalik istilah dan akad hilah yang semu.

Selalu saja ada akal-akalan untuk bisa melegalkan yang haram. Kadang dengan pengaburan istilah. Kadang pula dengan melakukan trik-trik yang tetap haram. Trik-trik untuk bisa melegalkan yang haram salah satunya dapat kita lihat dalam transaksi riba.

– Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Dan hal itu sungguh akan menambah kerusakan yang karenanya riba dan zina diharamkan oleh Allah Yang Mahabijaksana dan Maha Mengetahui. Allah mengharamkan riba karena di dalamnya terdapat madharat bagi orang yang membutuhkan, melemparkannya pada kefakiran sepanjang masa, serta lilitan hutang yang tak pernah putus, bahkan hutang itu, juga bunganya yang senantiasa bertambah membuat barang-barang dan peralatan rumah tangganya disita, dan memang demikianlah kenyataan yang terjadi.

Maka riba adalah saudara perjudian, yang menjadikan orang yang kalah judi menjadi sedih, merugi dan papa. Lalu, di antara kesempurnaan syariat Islam yang senantiasa mementingkan maslahat dan kebaikan segenap hamba adalah ia mengharamkan praktek tersebut, bahkan mengharamkan sarana yang bisa menghantarkan terhadapnya. Dan bagaimana mungkin, dengan kesempurnaan syariat dan hikmahnya lalu membolehkan siasat dan makar untuk mendapatkan berbagai kerusakan tersebut, padahal akibat buruknya mereka yang makan harta orang yang membutuhkan dengan jalan siasat jauh berlipat kali.

Penjelasan:

Maka, seharusnya setiap muslim memperhatikan diri sendiri dan selalu qanaah (merasa cukup) dan jangan banyak angan-angan. Karena hutang hakikatnya tidak dianjurkan karena akan membuat sengsara. Lebih baik seorang muslim menghindari utang yang sampai Rasulullah ﷺ tidak mau mensholati orang yang berhutang.

Semoga Allah Ta’ala menjauhkan kita dan keluarga kita dari perangkap hutang dan riba. Aamiin.

Penjelasan lengkapnya silakan merujuk terjemah Kitab Ighotsatul Lahfan halaman 319.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم