بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Ahad – Doha
Membahas: Mulakhas Fiqhi – Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Hanafi Abu Arify, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Doha, 25 Rabi’ul Awal 1446 / 29 September 2024


https://www.assunnah-qatar.com/wp-content/uploads/2024/09/Kajian-Ahad-Malam-29.09-Shalat-Witir.mp3?_=1

KITAB SHALAT
Shalat Tathawwu’ (Shalat Sunnah)

SHALAT WITIR DAN HUKUM-HUKUMNYA

Shalat witir itu sunah muakkad (yang ditekankan) menurut jumhur Ulama. Dan diantara para ahli fikih ada yang mewajibkannya. Yang menunjukkan tidak wajibnya adalah apa yang diriwayatkan Bukhori, (1891) dan Muslim, (11) dari Tolhah bin Ubaidillah radhiallahu anhu berkata:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَخْبِرْنِي مَاذَا فَرَضَ اللَّهُ عَلَيَّ مِنْ الصَّلاةِ ؟ فَقَالَ ( الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ إِلا أَنْ تَطَّوَّعَ شَيْئًا ) ولفظ مسلم : ( خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ . فَقَالَ : هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا ؟ قَالَ : لا ، إِلا أَنْ تَطَوَّعَ

Ada seseorang mendatangi Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dan bertanya,”Wahai Rasulullah, tolong saya diberitahu apa yang Allah wajibkan shalat atas diriku? Maka beliau menjawab, “Shalat lima waktu. Kecuali anda melakukan sesuatu yang sunah.” Dalam redaksi Muslim, “Lima shalat sehari semalam. Bertanya,”Apakah adalah selain itu untuku? Beliau menjawab, “Tidak, kecuali shalat sunah untukmu.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di dalamnya menunjukkan bahwa shalat witir bukan wajib.”

Rasulullah ﷺ tidak Pernah Meninggalkan Shalat Witir dan Shalat Fajar

Ulama telah sepakat bahwa hukumnya sunnah muakkadah (yang ditekankan). Sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya, walaupun beliau sedang dalam safar (bepergian). Berbeda dengan shalat-shalat sunnat lainnya (selain 2 rakaat sebelum shalat Subuh), beliau tidak mengerjakannya di kala safar.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ أَمَدَّكُمْ بِصَلاَةٍ هِيَ خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ الْوِتْرُ جَعَلَهُ اللَّهُ لَكُمْ فِيمَا بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى أَنْ يَطْلُعَ الْفَجْرُ

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menambah bagi kalian shalat yang lebih baik bagi kalian ketimbang memiliki onta merah, yaitu shalat witir. Allah Azza wa Jalla meletakkannya antara shalat Isya` sampai terbitnya fajar [HR. at-Tirmidzi]

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Saat safar, beliau sangat memelihara pelaksanaan shalat sunnat Fajar dan witir melebihi seluruh shalat sunnat. Dalam riwayat safar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada yang menyebutkan beliau mengerjakan shalat sunnat rawatib..” [Zâdul Ma’âd/1:315]

Witir sendiri adalah sebutan untuk satu rakaat shalat yang terpisah dari shalat sebelumnya. Juga sebutan untuk tiga rakaat, lima rakaat, tujuh rakaat, sembilan rakaat atau sebelas rakaat (apabila seluruh rakaat-rakaat itu bersambung dengan satu salam).

Apabila dilakukan dengan dua kali salam atau lebih, maka sebutan witirnya berlaku bagi rakaat (ganji) yang terpisah sendiri saja.

Waktu pelaksanaan shalat witir dimulai dari seusai shalat ‘Isya’ hingga terbitnya fajar.

Dalam Shahiih al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan, dari ‘Aisyah Radhiyallahu’anha, bahwasanya ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,

مِنْ كُلِّ اللَّيْلِ قَدْ أَوْتَرَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ وَأَوْسَطِهِ وَآخِرِهِ فَانْتَهَى وِتْرُهُ إِلَى السَّحَرِ.

Kadang-kadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan witir di awal malam, pertengahannya dan akhir malam. Sedangkan kebiasaan akhir beliau adalah beliau mengakhirkan witir hingga tiba waktu sahur.” (HR. Muslim no. 745)

Telah diriwayatkan banyak hadits yang mengindikasikan bahwa malam hari secara keseluruhan adalah waktu shalat Witir, kecuali waktu sebelum ‘Isya’. Kecuali orang yang menjamak taqdim shalat maghrib dan Isya, maka dilakukan langsung setelah shalat Isya).

Orang yang yakin akan dapat bangun di akhir malam, maka menangguhkan Witir hingga akhir malam itu lebih baik bagi dirinya.

Sementara orang yang tidak yakin akan dapat bangun di akhir malam, maka sebaiknya ia berwitir sebelum tidur.

Karena waktu akhir malam lebih utama yaitu waktu diijabahnya do’a dan turunnya Allah ﷻ ke langit dunia sebagaimana difatwakan oleh Syaikh bin Baaz 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda,

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ

Rabb kita turun ke langit dunia pada setiap malam yaitu ketika sepertiga malam terakhir. Allah berfirman, ’Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan. Barangsiapa yang meminta kepada-Ku, niscaya Aku penuhi. Dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni.” (HR. Bukhari no. 1145 dan Muslim no. 1808)

Demikian juga pesan Nabi ﷺ, Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾, darr Nabi ﷺ, bahwasanya beliau bersabda:

أَيُّكُمْ خَافَ أَنْ لاَ يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ ثُمَّ لْيَرْقُدْ وَمَنْ وَثِقَ بِقِيَامٍ مِنَ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ مِنْ آخِرِهِ فَإِنَّ قِرَاءَةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَحْضُورَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ

Siapa di antara kalian yang khawatir tidak bisa bangun di akhir malam, hendaklah ia witir dan baru kemudian tidur. Dan siapa yang yakin akan terbangun di akhir malam, hendaklah ia witir di akhir malam, karena bacaan di akhir malam dihadiri (oleh para Malaikat) dan hal itu adalah lebih utama.” (HR. Muslim no. 755)

Kita-kiat agar Bangun Shalat Malam

1. Berwudhu sebelum Tidur.

Al-Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ بَاتَ طَاهِرًا بَاتَ فِي شِعَارِهِ مَلَكٌ، فَلَمْ يَسْتَيْقِظْ إِلاَّ قَالَ الْمَلَكُ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَبْدِكَ فُلاَنٍ، فَإِنَّهُ بَاتَ طَاهِرًا.

Barangsiapa yang tidur dalam kedaan suci, maka Malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dan tidaklah ia bangun melainkan Malaikat ber-do’a: ‘Ya Allah, ampunilah hamba-Mu si fulan karena ia tidur dalam keadaan suci.’” (Shahih Ibnu Hibban).

2. Berdzikir sebelum Tidur

Ada banyak dzikir yang bisa diamalkan sebelum tidur. Semoga tidurnya penuh berkah, dapat ketenangan dan selamat dari gangguan.

3. Jangan Begadang setelah Isya

Dalil tidur setelah isya berdasarkan hadits makruhnya berbincang-bincang setelah shalat Isya, Dari Abu Barzah radhiallahu ‘anhu

أنَّ رسولَ الله – صلى الله عليه وسلم – كان يكرهُ النَّومَ قَبْلَ العِشَاءِ والحَديثَ بَعْدَهَا

Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyukai tidur sebelum shalat ‘Isya’ dan berbincang-bincang setelahnya.” [HR. Bukhatri & Muslim]

Kecuali untuk hal-hal yang bermanfaat seperti menuntut ilmu syar’i.

Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa tidur di awal malam bermanfaat bagi kesehatan, beliau berkata:

وأنفع النوم : ما كان عند شدة الحاجة إليه ، ونوم أول الليل أحمد وأنفع من آخره

Tidur yang paling bermanfaat adalah tidur ketika sangat mengantuk, tidur di awal malam paling baik dan paling bermanfaat dari lainnya.” [Madarijus Salikin 1/459-460]

4. Berniat dan bertekad untuk Bangun Shalat Malam.

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنِ امْرِئٍ تَكُونُ لَهُ صَلاَةٌ بِلَيْلٍ فَغَلَبَهُ عَلَيْهَا نَوْمٌ إِلاَّ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ أَجْرَ صَلاَتِهِ وَكَانَ نَوْمُهُ صَدَقَةً عَلَيْهِ

Tidaklah seseorang bertekad untuk bangun melaksanakan shalat malam, namun ketiduran mengalahkannya, maka Allah tetap mencatat pahala shalat malam untuknya dan tidurnya tadi dianggap sebagai sedekah untuknya.” (HR. An Nasai no. 1784, shahih menurut Syaikh Al Albani).

Mengqadha Shalat Witir.

Jika tertidur dan belum melakukan shalat Witir pada malam itu, maka disunnahkan mengqadha’nya.

Yang disunnahkan adalah mengqadha’nya pada waktu Dhuha setelah matahari meninggi dan sebelum matahari berada di tengah, yaitu dengan melakukannya secara genap, tidak ganjil, maka jika kebiasaan anda adalah melakukan shalat Witir sebanyak tiga raka’at pada malam hari, lalu anda tertidur meninggalkannya atau lupa, maka disyari’atkan untuk melakukan shalat Witir pada siang hari sebanyak empat raka’at dengan dua salam. (Fatwa Syaikh bin Baz rahimahullahu).

Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata:

كاَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا شَغَلَ عَنْ صَلاَتِهِ بِاللَّيْلِ بِنَوْمٍ أَوْ مَرَضٍ صَلَّى مِنَ النَّهَارِ اِثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً.

Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dapat melakukan shalat pada malam hari karena tertidur atau jatuh sakit, maka beliau melakukan shalat pada siang hari sebanyak dua belas raka’at.” [HR. Muslim dalam Shahiihnya].

Dan biasanya beliau melakukan shalat Witir sebanyak sebelas raka’at.

Tapi jika sengaja meninggalkannya, maka tidak dianjurkan mengqadhanya.

– Jumlah Witir sedikitnya satu rakaat.

Berdasarkan hadits-hadits yang diriwayatkan dalam hal itu, dan terbukti shahih dari sepuluh orang Sahabat -radhiallaaltu’anhum-. Akan tetapi lebih utama dan lebih baik apabila didahulu dengan rakaat-rakaat genap.

Jumlah raka’at witir yang terbanyak adalah sebelas atau tiga belas rakaat.

– Dilakukan dua raka’at-dua raka’at (AS-Safa’) Kemudian baru melanjutkannya dengan satu rakaat sebagai witirnya.

– Bisa dilakukan juga dengan sepuluh raka’at sekaligus kemudian witir satu raka’at. Atau sebelas raka’at yang dilakukan langsung sekaligus.

– Yang terbaik adalah cara yang pertama.

Fatwa Lajnah Daaimah: tidak ada batasan jumlah raka’at witir.

– Untuk witir tiga raka’at bisa dilakukan langsung tiga raka’at atau dipisah dua raka’at dan satu raka’at (inilah yang utama).

Bacaan witir yang disunnahkan adalah surat Al-A’la, surat Al-Kafirun dan surat Al-Ikhlas di raka’at ketiga.

Hukum Qunut Witir.

Secara umum, para ulama memandang qunut dalam Witir disyariatkan, namun mereka berselisih tentang hukumnya, wajib ataukah sunnah? Apakah juga disunnahkan sepanjang tahun setiap malam, ataukah hanya saat Ramadhan saja atau di akhir Ramadhan?

Yang râjih –wallahu a’lam- qunut Witir disunnahkan di sepanjang tahun, inilah pendapat madzhab Hambali dan pendapat Ibnu Mas’ud, Ibrahiim, Ishâq dan ash-hab ar-ra’yi. Hal ini berdasarkan amalan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sebagaimana terdapat dalam riwayat Ubai bin Ka’ab Radhiyallahu anhu, ia berkata:

إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُوْتِرُ فَيَقْنُتُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ. أخرجه ابن ماجه.

Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan Witir lalu melakukan qunut sebelum ruku`. [HR Ibnu Mâjah, dan dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam Irwa` al-Ghalil 2/167, hadits no. 426].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada al-Hasan bin ‘Ali Radhiyallahu anhu untuk mengucapkan doa qunut, sebagaimana terdapat dalam perkataan beliau Radhiyallahu anhu :

عَلَّمَنِيْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُوْلُهُنَّ فِي قُنُوتِ الْوِتْرِ: ” اللَّهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ ، وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ ، وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ ، وَقِنِيْ شَرَّ مَا قَضَيْتَ ؛ إِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ ، وَ إِنَّهُ لاَ يُذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan kepadaku doa yang aku ucapkan pada Witir: “Ya Allah, tunjukilah aku sebagaimana Engkau berikan petunjuk (kepada selainku), berilah keselamatan sebagaimana Engkau berikan keselamatan (kepada selainku), jadikanlah aku wali-Mu sebagaimana Engkau jadikan (selainku) sebagai wali, berilah keberkahan kepadaku pada semua pemberian-Mu, lindungilah aku dari kejelekan takdir-Mu; sesungguhnya Engkau mentakdirkan dan tidak ditakdirkan, dan sesungguhnya tidak terhinakan orang yang menjadikan Engkau sebagai wali, dan tidak mulia orang yang Engkau musuhi. Maha suci dan Maha tinggi Engkau, wahai Rabb kami”. [HR Abu Dawud, dan dishahîhkan Syaikh al-Albâni dalam Irwa` al-Ghalil, 2/172].

Kapan dilakukan Qunut Witir?

Bisa dilakukan setelah ruku’ atau sebelum ruku’. Tapi yang lebih utama dilakukan setelah ruku’ (Paling banyak riwayatnya). Sebagaimana dijelaskan Syaikh Utsaimin dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu dalam Majmu Fatawa.

Mengaminkan Do’a Qunut

Tidak dianjurkan mengaminkan pada lafadz pujian.

إِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ ، وَ إِنَّهُ لاَ يُذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ

Sesungguhnya Engkau mentakdirkan dan tidak ditakdirkan, dan sesungguhnya tidak terhinakan orang yang menjadikan Engkau sebagai wali, dan tidak mulia orang yang Engkau musuhi. Maha suci dan Maha tinggi Engkau, wahai Rabb kami.

Imam Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 menyebut ada tiga cara yang bisa dilakukan: makmum diam, membaca tasbih (Subhanallah) atau meniru bacaan imam.

Tidak dianjurkan qunut yang panjang, karena kondisi makmum yang beragam.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم