بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab: 𝕀𝕘𝕙𝕠𝕥𝕤𝕒𝕥𝕦𝕝 𝕃𝕒𝕙𝕗𝕒𝕟 𝕄𝕚𝕟 𝕄𝕒𝕤𝕙𝕠𝕪𝕚𝕕𝕚𝕤𝕪 𝕊𝕪𝕒𝕚𝕥𝕙𝕒𝕟
(Penolong Orang yang Terjepit – Dari Perangkap Syaitan)
Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: 28 Rajab 1445 / 9 Februari 2024



Bab 13 – 16 – Melumpuhkan Senjata-senjata Setan

Pada pertemuan yang lalu telah dijelaskan senjata setan antara lain:
1. Memperpanjang Angan-angan.
2. Memperdaya Manusia untuk Memandang Sesuatu yang Jahat sebagai Sesuatu Yang Baik.
3. Menakut-nakuti Orang-orang Beriman.
4. Tipu Daya terhadap Adam dan Hawwa’ dengan sumpah palsu.
5. Menguji Manusia dengan Berlebih-lebihan (ghuluw) dan Meremehkan (Al-Jafa’).
6. Pendapat dan Hawa nafsu (perkataan yang batil, pendapat-pendapat yang rendah dan hayalan-hayalan).
7. Bersandar kepada akal (mengeluarkan manusia dari ilmu dan agama)
8. Keanehan Orang-orang Sufi.
9. Menganggap Baik Perbuatan Mungkar.
10. Menganggap Diri Mulia.
11. Mengasingkan Diri dari Manusia.
12. Mengagungkan Diri Sendiri.
13. Menganggap Baik terhadap Diri Sendiri.
14. Syetan Membuat Manusia Berkelompok-kelompok.

15. Keragu-raguan dalam Bersuci

Termasuk tipu daya syetan yang menimpa orang-orang bodoh yaitu menimbulkan keragu-raguan pada mereka dalam bersuci dan shalat ketika hendak niat, sampai membuat mereka tertawan dan terbelenggu, serta mengeluarkan mereka dari mengikuti Sunnah Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam. Bahkan salah seorang dari mereka dijadikan beranggapan bahwa apa yang ada dalam Sunnah belumlah cukup, sehingga harus ditambah dengan yang lain. Maka syetan menghimpun bagi mereka antara anggapan yang rusak ini berikut kelelahan yang dirasakannya dengan hilang atau berkurangnya pahala.

Tidak syak lagi, syetanlah yang menyerukan pada keragu-raguan ini. Orang-orang yang terjerumus padanya telah mentaati syetan, mengikuti perintahnya dan benci untuk mengikuti Sunnah dan jalan Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sampai-sampai salah seorang dari mereka berpendapat, jika ia berwudhu atau mandi sesuai dengan wudhu dan mandi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam maka ia belum suci dan hadatsnya belum terangkat!

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an surat Thaha ayat 120:

فَوَسْوَسَ اِلَيْهِ الشَّيْطٰنُ قَالَ يٰٓاٰدَمُ هَلْ اَدُلُّكَ عَلٰى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَّا يَبْلٰى

120. Kemudian setan membisikkan (pikiran jahat) kepadanya, dengan berkata, “Wahai Adam! Maukah aku tunjukkan kepadamu pohon keabadian (khuldi) dan kerajaan yang tidak akan binasa?”

Dalam Surat Qaf ayat 16:

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهٖ نَفْسُهٗ ۖوَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ

16. Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.

⚠️ Bisikan yang menjadikan was-was ada tiga: setan, bisikan jiwa dan manusia lainnya. Cara menghilangkannya adalah dengan tidak menghiraukannya. Kita ambil yang paling yakin.

↪️ Was-was dari syetan dari jin dan manusia biasanya berupa perbuatan maksiat, Was-was dari jiwa biasanya terkait dengan kecintaan terhadap dunia. Misalnya yang berkaitan dengan hobi.

Was-was qahri (was-was yang memaksa) adalah termasuk jenis penyakit, bagi penderitanya hendaknya mencari penyembuhan.

Jika bukan karena alasan kebodohan, tentu ini merupakan permusuhan kepada rasul (Syak). Padahal Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah berwudhu dengan satu mud (air), yaitu seukuran dengan sepertiga liter Damaskus, dan beliau pernah mandi dengan satu sha’ (air), seukuran dengan satu sepertiga liter. (Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dari Anas).

Orang yang ragu-ragu berpendapat, kadar itu tidak cukup bahkan meski sekedar untuk mencuci tangannya. Maka orang yang ragu-ragu telah berbuat buruk, melampaui batas dan aniaya, lalu bagaimana mungkin ia mendekatkan did kepada Allah dengan sesuatu yang buruk, serta melampaui batasan-batasan-Nya?

Diriwayatkan secara shahih bahwa beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah mandi bersama Maimunah Radhiyallahu Anha dari mangkuk besar yang di dalamnya ada bekas adonan roti.

Seandainya orang yang selalu was-was itu melihat seseorang melakukan hal tersebut, tentu ia akan secara keras mengingkarinya seraya berkata, “Bagaimana mungkin kadar air seukuran itu cukup untuk dua orang? Lalu, bukankah bekas adonan roti itu mengubah air?” Itulah mereka. Bahkan percikan air yang masuk lagi ke dalam air, oleh sebagian mereka dianggap menajiskan, dan oleh yang lain dianggap merusak air, sehingga tidak sah untuk dijadikan bersuci.

✅️ Maka, untuk menghindari keragu-raguan maka pembagian air cukup menjadi dua: air murni yang shahih dan air najis. Sehingga jika ada tambahan maka tidak murni lagi.

Diriwayatkan pula secara shahih dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu bahwasanya ia berkata, “Pada zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dahulu, para laki-laki dan perempuan berwudhu dari satu bejana.” (Diriwayatkan Al-Bukhari).

Bejana-bejana yang digunakan mandi oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersama para istrinya, juga yang digunakan para sahabat bersama para istri mereka bukanlah bejana-bejana yang besar, juga tidak ada sarana semacam selang atau sejenisnya (kran air misalnya, pen.). Mereka juga tidak memperhatikan limpahan air sehingga harus mengalir dari sisi-sisi bejana seperti perhatian orang-orang bodoh yang diuji dengan was-was soal bejana air.

Petunjuk Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam -di mana barangsiapa membencinya maka berarti ia membenci Sunnahnya- adalah diperbolehkan mandi dari kolam atau bejana, meskipun kurang dan tidak penuh. Barangsiapa yang menunggu kolam itu penuh dan hanya menggunakan untuk sendirinya, tidak membolehkan orang lain menggunakannya bersama dirinya maka dia telah melakukan bid’ah dan menyalahi syariat.

Syaikh kami (Ibnu Taimiyah) berkata, “Orang yang mencegah daripadanya atau yang sejenisnya berhak mendapatkan hukuman, karena mereka telah mensyariatkan dalam agama sesuatu yang tidak diizinkan Allah, mereka menyembah Allah dengan bid’ah (mengada-ada) tidak dengan ittiba’ (mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam).”

Beberapa Sunnah yang shahih ini menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya tidak berlebih-lebihan dalam menuangkan air, demikian pula hal ini diikuti oleh para tabi’in secara baik.

Sa’id bin Musayyib berkata, “Sesungguhnya aku membersihkan diri dari buang air besar dengan air sebejana, lalu aku berwudhu dan menyisakannya untuk keluargaku.”

Imam Ahmad berkata, ‘Termasuk kecerdikan seseorang adalah kecintaan orang itu terhadap air.’

Al-Marwazi berkata, “Aku membantu Abu Abdillah berwudhu saat bersama orang banyak, tetapi aku menutupinya dari orang-orang agar mereka tidak mengatakan, ‘la tidak membaikkan wudhunya karena sedikitnya air yang dituangkan.’

Dan jika Imam Ahmad berwudhu, hampir saja (air bekasnya) tidak sampai membasahi tanah.”

Dan diriwayatkan secara shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau berwudhu dari satu bejana, kemudian raemasukkan tangannya ke dalam bejana itu, lalu beliau berkumur-kumur dan ber-istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung). (Diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim dari Utsman).

Demikian juga dalam membasuh (anggota wudhu), beliau memasukkan tangannya ke dalam bejana dan mengambil air daripadanya. Adapun orang yang selalu was-was, maka ia tidak akan membolehkan hal tersebut, bahkan mungkin ia menghukumi air itu telah najis, tidak suci lagi.

Secara umum, bagaimana mungkin (dengan sikap demikian) ia bisa mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan melakukan apa yang beliau lakukan? Bagaimana mungkin orang yang was-was itu menundukkan nafsunya sehingga mau mandi bersama istrinya dengan satu bejana seukuran satu faraq (lebih kurang lima liter Damaskus), memasukkan tangan mereka ke dalamnya dan menuangkan air dari-padanya? Orang yang ragu-ragu tersebut tentu akan merasa jijik dengan hal demikian, sebagaimana jijiknya orang musyrik ketika disebut nama Allah semata.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم