بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab: 𝕀𝕘𝕙𝕠𝕥𝕤𝕒𝕥𝕦𝕝 𝕃𝕒𝕙𝕗𝕒𝕟 𝕄𝕚𝕟 𝕄𝕒𝕤𝕙𝕠𝕪𝕚𝕕𝕚𝕤𝕪 𝕊𝕪𝕒𝕚𝕥𝕙𝕒𝕟
(Penolong Orang yang Terjepit – Dari Perangkap Syaitan)
Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: 21 Rajab 1445 / 2 Februari 2024


Bab 13 – 15 – Melumpuhkan Senjata-senjata Setan

Pada pertemuan yang lalu telah dijelaskan senjata setan antara lain:
1. Memperpanjang Angan-angan.
2. Memperdaya Manusia untuk Memandang Sesuatu yang Jahat sebagai Sesuatu Yang Baik.
3. Menakut-nakuti Orang-orang Beriman.
4. Tipu Daya terhadap Adam dan Hawwa’ dengan sumpah palsu.
5. Menguji Manusia dengan Berlebih-lebihan (ghuluw) dan Meremehkan (Al-Jafa’).
6. Pendapat dan Hawa nafsu (perkataan yang batil, pendapat-pendapat yang rendah dan hayalan-hayalan).
7. Bersandar kepada akal (mengeluarkan manusia dari ilmu dan agama)
8. Keanehan Orang-orang Sufi.
9. Menganggap Baik Perbuatan Mungkar.
10. Menganggap Diri Mulia.
11. Mengasingkan Diri dari Manusia.
12. Mengagungkan Diri Sendiri.
13. Menganggap Baik terhadap Diri Sendiri.

14. Syetan Membuat Manusia Berkelompok-kelompok

Termasuk tipu daya syetan yaitu ia memerintahkan manusia mengenakan pakaian yang satu, berseragam, berkeadaan dan berjalan dengan aturan tertentu, guru tertentu serta tarikat tertentu pula. Syetan menganjurkan mereka mentaati hal tersebut, sebagaimana ketaatan mereka terhadap hal-hal yang wajib. Maka mereka tidak keluar dari aturan main tersebut, lalu orang yang keluar daripadanya mereka sikapi dengan kejam dan mereka olok-olok, bahkan mungkin seseorang dari mereka menetapkan tempat tertentu untuk shalat, dan tidak mau shalat kecuali di tempat tersebut. Padahal Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang seseorang mengambil tempat tertentu untuk shalat sebagaimana unta mengambil tempat tertentu untuk dirinya. (Hadits shahih).

Wala’ dan bara’ harus berlandaskan syari’at, Islam melarang pakaian dalam hal:

  1. Dilarang syari’at seperti isbal.
  2. Tasyabuh bil kufar (menyerupai pakaian orang-orang kafir).
  3. Syuhrah (pakaian yang menarik perhatian) dan sesuai dengan kehendaknya.

Sehingga meskipun dalam hal berpakaian tetapi jika dikaitkan dengan ibadah, yang menjadikannya syarat dalam ibadah tertentu, takutnya hal ini menjadi terkait dengan bid’ah. Imam As-Syathibi mendefinisikan bid’ah secara istilah adalah suatu cara baru dalam agama yang menandingi syari’at dimana tujuan dibuatnya adalah untuk membuat nilai lebih dalam beribadah kepada Allâh ﷻ. (Kitab Al-I’tisham).

Demikian juga Anda melihat salah seorang dari mereka tidak shalat kecuali di atas sajadah, padahal Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak pernah shalat di atas sajadah. Juga tidak pernah digelarkan sajadah di hadapan beliau, tetapi beliau shalat di atas lantai, dan mungkin sujud di atas tanah, beliau juga shalat di atas tikar. Jadi beliau shalat di atas sesuatu yang sesuai dan cocok sebagai hamparan, jika tidak ada, maka beliau shalat di atas lantai.

Orang-orang tersebut menyibukkan dirinya menghafal simbol-simbol daripada syariat dan hakikat. Maka mereka hanya menghadapi simbol-simbol yang diada-adakan itu, karenanya mereka bukanlah ahli fiqh, tidak pula ahli hakikat.

Barangsiapa merenungkan petunjuk Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan sirah (perjalanan hidup) beliau, niscaya ia akan mendapatinya berbeda dengan petunjuk yang dibawa oleh orang-orang tersebut. Terkadang Rasulullah mengenakan baju, jubah, sarung, atau selendang, dan beliau menunggang kendaraan yang datang, terkadang beliau duduk di atas lantai, di atas tikar atau terkadang pula di atas permadani, terkadang berjalan sendirian, terkadang pula bersama para sahabat beliau.

Dan petunjuk beliau adalah agar tidak memaksakan diri dan mengikatkan diri dengan sesuatu yang tidak diperintahkan Allah. Karena itu, antara petunjuk beliau dengan petunjuk mereka terdapat perbedaan yang sangat jauh.