بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab: 𝕀𝕘𝕙𝕠𝕥𝕤𝕒𝕥𝕦𝕝 𝕃𝕒𝕙𝕗𝕒𝕟 𝕄𝕚𝕟 𝕄𝕒𝕤𝕙𝕠𝕪𝕚𝕕𝕚𝕤𝕪 𝕊𝕪𝕒𝕚𝕥𝕙𝕒𝕟
(Penolong Orang yang Terjepit – Dari Perangkap Syaitan)
Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: 9 Dzulqa’dah 1445 / 17 Mei 2024
Bab 13 – 21 – Melumpuhkan Senjata-senjata Setan
Pada pertemuan yang lalu telah dijelaskan senjata setan antara lain:
1. Memperpanjang Angan-angan.
2. Memperdaya Manusia untuk Memandang Sesuatu yang Jahat sebagai Sesuatu Yang Baik.
3. Menakut-nakuti Orang-orang Beriman.
4. Tipu Daya terhadap Adam dan Hawwa’ dengan sumpah palsu.
5. Menguji Manusia dengan Berlebih-lebihan (ghuluw) dan Meremehkan (Al-Jafa’).
6. Pendapat dan Hawa nafsu (perkataan yang batil, pendapat-pendapat yang rendah dan hayalan-hayalan).
7. Bersandar kepada akal (mengeluarkan manusia dari ilmu dan agama)
8. Keanehan Orang-orang Sufi.
9. Menganggap Baik Perbuatan Mungkar.
10. Menganggap Diri Mulia.
11. Mengasingkan Diri dari Manusia.
12. Mengagungkan Diri Sendiri.
13. Menganggap Baik terhadap Diri Sendiri.
14. Syetan Membuat Manusia Berkelompok-kelompok.
15. Keragu-raguan dalam Bersuci dan beberapa Syubhat Orang-orang Yang Was-was.
16. FITNAH KUBUR
Termasuk perangkap syetan yang paling besar dan memperdaya banyak manusia, serta tidak dapat selamat daripadanya kecuali orang yang Allah tidak menginginkan fitnah baginya adalah apa yang dihembus-hembuskan syetan, baik dahulu maupun sekarang terhadap kelompok dan orang-orang yang setia padanya berupa fitnah kubur. Bahkan masalahnya bisa meningkat hingga pada penyembahan kepada selain Allah; orang yang dikubur juga kuburannya disembah, lalu dibuatlah patung-patung, didirikan pula bangunan-bangunan, orang-orang yang di dalam kubur dilukis, lalu lukisan itu diubah menjadi gambar fisik yang memiliki bayangan, sehingga terbentuklah patung-patung, kemudian ia disembah bersama Allah.
“Nuh berkata, Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka. Dan melakukan tipu daya yang amat besar. ‘Dan mereka berkata, ‘Jangan sekalikali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd dan jangan pula Suwaa’, Yaghust, Ya’uq dan Nasr.’Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan banyak (manusia).” (Nuh: 21-24).
Ibnu Jarir berkata dalam Jami’ul Bayan (29/98): “Adapun berita tentang mereka -sebagaimana yang sampai pada kami- yaitu apa yang diceritakan Ibnu Humaid kepada kami, ‘Mihran menceritakan kepada kami dari Musa dari Muhammad bin Qais bahwasanya Yaghuts, Ya’uq dan Nasr dahulunya adalah orangorang shalih, mereka memiliki pengikut yang meneladani mereka. Ketika mereka meninggal dunia, orang-orang yang meneladani mereka berkata, ‘Seandainya kita menggambar mereka, tentu akan lebih menyemangatkan kita beribadah saat mengingat mereka’, maka mereka pun menggambarnya, dan ketika mereka semua meninggal dan digantikan oleh generasi lain, iblis menggoda mereka seraya berkata, ‘Mereka (nenek moyangmu) dahulu sesungguhnya menyembah mereka, dan karena merekalah diturunkan hujan, akhirnya mereka pun menyembahnya‘.”
Dan tak sedikit orang-orang salaf berkata, “Mereka adalah orangorang shalih pada zaman Nabi Nuh Alaihis-Salam. Ketika mereka meninggal, orang-orang menetap dan berdiam di kuburan mereka, lalu mereka digambar dalam bentuk patung-patung, sampai setelah lama masa berlalu, akhirnya mereka pun disembah.”
Orang-orang tersebut menghimpun dua fitnah sekaligus: Fitnah kubur dan fitnah patung-patung.
Dan keduanya adalah fitnah yang diisyaratkan Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits yang keshahihannya disepakati dari Aisyah Radhiyallahu Anha, “Bahwasanya Ummu Salamah Radhiyallahu Anha menceritakan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sebuah gereja di tanah Habasyah (Ethiopia) yang disebut Mariah. la menceritakan kepada beliau apa yang dilihatnya di dalam gereja dari berbagai gambar-gambar, lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Mereka adalah kaum yang jika ada orang yang shalih atau seorang hamba yang shalih di antara mereka meninggal dunia, mereka bangun di atas kuburannya sebuah tempat ibadah, lalu mereka membuatkan di dalam tempat itu rupaka-rupaka. Mereka itulah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah.”
Dalam hadits di atas dihimpunkan antara rupaka-rupaka (patung-patung) dan kuburan, dan itulah sebab penyembahan mereka kepada Latta. Anda telah mengetahui, sebab penyembahan Wadd, Yaghuts, Ya’uq, Nasr dan Latta hanyalah karena pengagungan mereka terhadap kuburan, lalu mereka membuatkan patung-patung, lantas mereka menyembahnya. Demikian seperti yang diberitakan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Syaikh kami (Ibnu Taimiyah Rahimahullah) berkata, “Inilah alasan mengapa Pembuat Syariat melarang mendirikan masjid di atas kuburan, yang hal itu telah menjerumuskan banyak umat kepada syirik besar atau hal lain di bawah syirik besar. Jiwa-jiwa telah banyak yang menyekutukan Allah dengan patung-patung orang-orang shalih, seraya menganggap patung-patung itu tunduk kepada bintang-bintang atau sejenisnya.
Perbuatan syirik di kuburan seorang wali yang diyakini keshalihannya lebih mantap di hati daripada berbuat syirik (menyekutukan Allah) dengan pohon atau batu besar. Karena itu, kita banyak mendapati para ahli syirik merendahkan diri di kuburan, mereka begitu khusyu’ dan menghinakan diri. Mereka menyembah orang-orang shalih itu dengan segenap hatinya, hal yang justru tidak mereka lakukan di rumah-rumah Allah, juga tidak di waktu menjelang fajar. Di antara mereka bahkan ada yang bersujud kepada kuburan itu, dan sebagian besar mereka mengharapkan barakah dari shalat di sisi kuburan tersebut, juga pengabulan doa, sesuatu yang tidak mereka harapkan ketika berada di masjid-masjid.
Karena berbagai kerusakan inilah sehingga Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memotong materinya, bahkan hingga beliau melarang shalat di kuburan secara mutlak,’ meskipun orang yang shalat di kuburan tersebut tidak meniatkan mencari barakah, seperti meniatkan mencari barakah saat ia shalat di masjid; sebagaimana juga beliau melarang shalat pada waktu matahari terbit dan tenggelam,’ sebab waktu itu orang-orang musyrik melakukan shalat (peribadatan) kepada matahari, karena itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang umatnya shalat pada waktu tersebut, meskipun orang-orang yang shalat tidak menujukan shalatnya sebagaimana yang ditujukan oleh orang-orang musyrik, sebagai tindakan pencegahan (prefentif).
Adapun jika orang yang shalat di kuburan itu meniatkan untuk mencari barakah maka itulah inti pertentangannya kepada Allah dan Rasul-Nya, perselisihannya terhadap agamanya dan pengada-adaannya sesuatu dalam agama yang tidak diizinkan Allah Ta’ala. Segenap umat Islam mengetahui dengan pasti dari agama.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda bahwa shalat di kuburan adalah dilarang, dan beliau melaknat orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid.
Mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama yang terbesar dan sebab syirik yang paling penting adalah shalat di kuburan, menjadikannya sebagai tempat ibadah serta mendirikan masjid di atasnya. Banyak nash-nash secara mutawatir dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang melarang hal tersebut dan mengatakannya sebagai masalah besar.
Secara terbuka, semua golongan telah menyatakan dilarangnya membangun masjid di atas kuburan, sebagai bentuk ketaatan mereka terhadap Sunnah shahihah sharihah (yang benar dan jelas). Para pengikut Ahmad, Malik dan Syafi’i telah menyatakan keharaman hal tersebut. Dan kelompok lain menyatakannya sebagai makruh (dibenci). Tetapi, seyogyanya makruh yang dimaksud dipahami sebagai karahatut tahrim (dibenci karena dilarang), sebagai bentuk khusnuzhzhan (berbaik sangka) kepada ulama. Dan agar tidak berprasangka buruk, bahwa mereka membolehkan melakukan sesuatu yang dilarang Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallant secara mutawatir dan yang pelakunya dilaknat oleh beliau.
Dalam Shahih Muslim dari Jundab bin Abdillah Al-Bajali ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda lima hari sebelum wafatnya,
“Sungguh aku menyatakan bebas kepada Allah dari memiliki seorang khalil (kekasih mulia) di antara kalian, karena Allah telah menjadikanku sebagai khalil-(Nya), sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai khalil. Dan seandainya aku mengambil seorang khalil dari umatku, tentu aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai khalil-(ku). Ketahuilah, bahwasanya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat ibadah. Maka ingatlah, jangan kalian menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah, sesungguhnya aku benar-benar melarang dari yang demikian.“
Dari Aisyah dan Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Semoga laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat ibadah”, beliau memangkas apa yang mereka lakukan. (Muttafaq Alaih).
Dalam Shahihain juga disebutkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Semoga Allah membinasakan orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat ibadah.”
Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Semoga laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat ibadah.”
Pada akhir hayatnya, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang menjadikan kuburan sebagai tempat-tempat ibadah, lalu ketika sakaratul maut beliau melaknat orang yang melakukan demikian dari kalangan Ahli Kitab, agar umatnya tidak melakukan hal serupa.
Aisyah Radhiyallahu Anha berkata, “Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sakit yang tidak bangun lagi sesudahnya, beliau bersabda, “Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat ibadah. Dan seandainya bukan karena hal itu, niscaya kuburan beliau ditinggikan, tetapi ditakutkan akan dijadikan sebagai tempat ibadah.” (Muttafaq Alaih).
Dalam Musnad-nya Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad jayyid dari Abdillah bin Mas’ud Radhiyallahu Anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya termasuk sejelek-jelek manusia ialah orang yang masih hidup ketika terjadi kiamat dan orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah.”
Dan dalam Shahihul Bukhari, disebutkan, “Ketika Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu melihat Anas bin Malik shalat di kuburan ia berkata, ‘(Jangan shalat di) kuburan! (Jangan shalat di) kuburan!”
Ini menunjukkan bahwa persoalan shalat di kuburan yang dilarang Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah diketahui oleh para sahabat Radhiyallahu Anhum. Adapun perbuatan Anas Radhiyallahu Anhu, sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia meyakini dibolehkannya hal tersebut. Boleh jadi ia belum mengetahuinya, atau mungkin ia tidak mengetahui bahwa tempat itu adalah kuburan, atau mungkin ia lengah daripadanya. Karena itu, ketika Umar Radhiyallahu Anhu mengingatkannya, ia pun menjadi sadar.
Lebih tegas dari itu, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang shalat menghadap kuburan. Artinya, kuburan itu tidak boleh berada di antara orang yang shalat dan kiblat.
Menjadikan Kuburan sebagai Tempat Perayaan (Berhari Raya)
Termasuk berlebih-lebihan adalah menjadikan kuburan sebagai tempat perayaan (berhari raya). led (hari raya) secara bahasa berarti sesuatu yang biasa didatangi, baik berupa tempat atau masa. Adapun yang bersifat masa adalah sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
“Hari Arafah, hari kurban, dan hari-kari Mina adalah hari raya kita umat Islam.”
Diriwayatkan Abu Daud (2419), Tirmidzi (773) dan lainnya dengan sanad hasan, lihat Al-Itmam (17417) untuk mengetahui takhrij-nya. yang lain.
Sedangkan yang bersifat tempat adalah sebagaimana sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Jangan kalian jadikan kuburanku (sebagai tempat) berhari raya
Kata ied berasal dari akar kata mu ‘awadah dan i’tiyad. Jika merupakan lama tempat, berarti ia adalah tempat yang dituju buat berkumpul dengan maksud ibadah atau lainnya, sebagaimana Masjidil Haram, Mina, Muzdalifah, Arafah dan Masya’ir dijadikan Allah sebagai hari raya bagi orang-orang yang beragama Islam sekaligus berpahala, sebagaimana Dia juga menjadikan hari-hari beribadah di tempat-tempat tersebut sebagai hari raya.
Orang-orang musyrik juga memiliki hari raya, baik berupa tempat atau masa. Tetapi ketika Allah mensyariatkan agama Islam maka berbagai hari raya itu dihapuskan. Allah menggantikan berbagai hari raya itu buat umat Islam berupa Hari Raya Fitrah dan Hari Raya Kurban, juga hari-hari Mina. Sebagaimana Allah juga menggantikan hari-hari raya orang-orang musyrik yang bersifat tempat dengan Ka’bah Al-Baitil Haram, Arafah, Mina dan Masya’ir.
Maka, menjadikan kuburan sebagai tempat berhari raya (perayaan) adalah termasuk hari rayanya orang-orang musyrik sebelum kedatangan Islam. Dan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah melarang hal tersebut dilakukan padakuburannyayang paling mulia, sebagai bentuk peringatan agar juga tidak dilakukan pada kuburan-kuburan yang lain.
Abu Daud berkata, “Ahmad bin Shalih meriwayatkan kepada kami, beliau berkata, ‘Aku membaca di hadapan Abdullah bin Nafi’, (ia berkata), ‘Ibnu Abi Dzi’b mengabarkan kepadaku dari Sa’id Al-Maqbari dari Abi Hurairah Radhiyallahu Anhu ia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Jangan kamu jadikan rumah-mmahmu sebagai kuburan, jangan pula kamu jadikan kuburanku sebagai tempat berhari raya (perayaan), tetapi ucapkanlah shalawat untukku, karena sesungguhnya ucapan shalawatmu sampai kepadaku di mana pun kamu berada.”
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم