بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kamis Malam Al-Khor
Penceramah: Ustadz Abu Abdillah Nefri, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Edisi: Kamis, 13 Rabi’ul Awal 1445 / 28 September 2023



Selamat datang Kematian – Pertemuan 3
Bab 1 – Mengingat Nasib (2)

F. Peringatan Dan Rayuan

Al-Quran dan Sunnah datang memberi peringatan terbaik untuk jadi pedoman bagi manusia. Bahwa genderang perang sudah ditabuh Iblis untuk benar-benar menyesatkan keturunan Adam p sebagai bentuk kepuasannya dalam melampiaskan dendam lama. Allâh ﷻ berfirman:

وَمَا كَانَ لَهٗ عَلَيْهِمْ مِّنْ سُلْطَانٍ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يُّؤْمِنُ بِالْاٰخِرَةِ مِمَّنْ هُوَ مِنْهَا فِيْ شَكٍّ ۗوَرَبُّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ حَفِيْظٌ ࣖ .

Dan tidak ada kekuasaan (Iblis) terhadap mereka, melainkan hanya agar Kami dapat membedakan siapa yang beriman kepada adanya akhirat dan siapa yang masih ragu-ragu tentang (akhirat) itu. Dan Tuhanmu Maha Memelihara segala sesuatu. (QS. Saba: 21)

قَالَ فَالْحَقُّۖ وَالْحَقَّ اَقُوْلُۚ لَاَمْلَئَنَّ جَهَنَّمَ مِنْكَ وَمِمَّنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ اَجْمَعِيْنَ

“Allah berfirman: “Maka yang benar (adalah sumpah-Ku) dan hanya kebenaran itulah yang Ku-katakan”. Sesungguhnya Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jenis kamu dan dengan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka kesemuanya”. (QS. Shad: 84-85)

يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيْهِمْۗ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطٰنُ اِلَّا غُرُوْرًا وَمَنۡ يَّتَّخِذِ الشَّيۡطٰنَ وَلِيًّا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰهِ فَقَدۡ خَسِرَ خُسۡرَانًا مُّبِيۡنًا

“Siapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka”. (QS. An-Nisa: 119-120)

Allâh ﷻ dengan rahmat dan kasih sayang-Nya mengingatkan keturunan Adam akan permusuhan Iblis yang belum selesai. Peperangan belum usai. Iblis dan pasukannya akan senantiasa terus mencari mangsa manusia-manusia lalai, siang dan malam tanpa lelah, usia yang panjang ia benar-benar manfaatkan untuk menggoda anak Adam, agar dijadikan pengikut yang bernasib sama menghuni negri yang mengerikan.

G. Negri Perantauan

Sejatinya dunia ini merupakan negri perantauan. Semenjak ayah kita Adam alaihissalam menginjakan kaki di muka bumi, maka semenjak itulah sifat ujian berlaku bagi beliau dan anak cucu keturunannya. Setiap orang yang merantau akan selalu ingat dengan kampung halaman, dan berbekal untuk pulang. Dunia bukan negri kekelalan, setiap yang datang sudah membawa catatan nasib dan jatah ajal masing-masing. Ada yang bahagia dan tidak sedikit yang sengsara. Ada yang menyudahi kehidupan dengan kebaikan, juga tidak sedikit yang mati diatas keburukan dan kekafiran. Semuanya berjalan dalam rahasia Allah dan suratan yang sudah tersimpan. Allâh ﷻ berfirman:

وَكُلُّ شَىْءٍ عِندَهُۥ بِمِقْدَارٍ

“Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya”. (QS. Ar-Ra’ad: 8)

Ayat ini merupakan dalil adanya takdir. Hal itu sesuai catatan takdir di lauhul mahfudz.

فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَّسَعِيْدٌ

“Maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia”. (QS. Hud: 105)

Dari ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak seorang pun diantara kalian kecuali telah dicatat baginya tempat kembalinya disurga atau di neraka”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah kita tidak bersandar saja kepada Takdir? Rasulullah ﷺ menjawab: “Tidak, tapi beramallah kalian, karena setiap orang akan dimudahkan untuk beramal sesuai takdirnya diciptakan”. ( HR. Bukhari (no. 4947).

Berkata Sahl bin Abdillah at-Tustari rahimahullah : “Segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah, syaitan senantiasa menghiasi perbuatan buruk, yang dituntut dari seorang hamba beramal kebaikan”. ( Al-Ibanah Al-Kubra 4/292 (no. 1942), Ibnu Batthah Rahimahullah).

Jika kita merenungi informasi Al-Quran dan Sunnah yang sahih, maka kita akan mengetahui hakikat dunia yang seutuhnya, agar kita tahu bagaimana cara bersikap yang benar dalam kehidupan dunia ini. Prinsip sebagai muslim adalah “Bukan apa kata orang tentang dunia, namun apa kata Allah dan Rasul-Nya”.

Inilah hakikat dunia yang mesti kita sadari:

a) Rendah Dan Hina:

Kata “Dunia” sering kita jumpai didalam al-Quran, kalimat ini berasal dari bahasa arab yang diambi dari kata “danaa”, artinya sesuatu yang dekat, sebentar dan sesaat. Dikatakan demikian karena kenyataannya kehidupan dunia sifatnya sebentar.

Kehidupan di dunia ini sebentar sekali dibanding kehidupan akhirat, demikian kenikmatan, kebahagiaan, juga rasa sakit, musibah yang ada padanya, hanya secuil dibandingkan nikmat dan musibah akhirat yang abadi, sempurna dan selamanya. Oleh karenanya kehidupan dunia disebut kehidupan yang fana, penuh kesemuan, kesenangan menipu (fatamorgana). Nilainya sangat remeh dan hina dimata orang-orang mulia.

Allâh ﷻ berfirman:

“Sunguh perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanamtanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir”. (QS. Yunus: 24)

Dari Sahal bin Sa’ad Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Seandainya dunia ini disisi Allah bernilai seperti seekor sayap nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberi minum orang kafir walau seteguk air”. (HR. At-Tirmizi (no. 2320) dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).

Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Rasulullah ﷺ berjalan melewati sebuah pasar yang dimasuki banyak orang, beliau menemui seekor bangkai anak kambing jantan yang telinga nya kecil. Beliau ambil bangkai itu dengan memegang telinganya dan berkata: “Siapa diantara kalian yang mau membeli bangkai ini seharga satu dirham? Para sahabat berkata: “Kami tidak tertarik padanya, apa yang bisa kami perbuat dengannya. Rasulullah ﷺ berkata: “Maukah kalian ini gratis menjadi milik kalian? Mereka menjawab: “Demi Allah, sekiranya anak kambing itu hidup, padanya ada cacat sehingga tidak bernilai, dua telinganya kecil, bagaimana lagi jika sudah jadi bangkai? Rasulullah ﷺ bersabda:

“Demi Allah, sungguh dunia lebih hina disisi Allah dari bangkai kambing ini”. (HR. Muslim (no. 2957).

Namun sangat disayangkan, begitu banyak manusia yang telah mengabdi menjadi budak-budak dunia, mereka tertipu dengan sesuatu yang sifatnya sesaat. Hasilnya, tidak sedikit manusia yang menghalalkan segala cara untuk mencicipi dunia, halal-haram sudah tidak dihiraukan, aturan agama diterjang dan diabaikan, hanya demi memenuhi syahwat perut dan kemaluan. Inilah ciri dasar anak-anak dunia yang telah menghambakan diri kepadanya, padahal nikmat dan kesenangan itu sifatnya tipuan dan sementara.

Allâh ﷻ berfirman: “Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkanNya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal”. (QS. Az-Zumar: 21)

Allah mengumpakan kehidupan dunia dan seluruh kemilaunya bagaikan air dan tanaman yang hijau mempesona. Yang memukau setiap mata yang meliriknya. Namun kehijauan itu tidak kekal bertahan lama, dia cepat berubah warna, kering, sirna dan mengecewakan. Itulah perumpamaan dunia dengan segala keindahannya.

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui”. (QS. Al-‘Ankabut: 64)

Islam tidak melarang manusia menikmati dunia, mencari harta selama cara memperolehnya dari sumber yang halal dan tidak bertentangan dengan aturan Allah dan Rasul-Nya. Seorang muslim justru mulia dengan memiliki harta dunia, karena dengan harta dunia banyak kebaikan yang bisa diwujudkan, seperti menjaga kehormatan diri dan keluarga, menuntut ilmu, berinfak dan sedekah, melakukan ibadah haji, jihad dijalan Allah, yang semua itu tidak dinafikan membutuhkan harta dunia. Islam sangat membenci generasi pengangguran dan para pemalas, justru dianjurkan seorang muslim untuk berusaha, bekerja mencari dunia dengan cara yang halal untuk tujuan akhirat.

Allâh ﷻ berfirman: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu”. (QS. Al-Qasas: 77)

Yang dibenci dalam syariat adalah memperoleh dunia dengan cara yang syubuhat dan haram, tidak peduli lawan-kawan, rasa malu disingkirkan, aturan agama tidak dipedulikan, nyawa dan kehormatan siap jadi taruran, demi meraup harta, melampiaskan syahwat dan keinginan. Mereka rela menjual agama mereka dengan dunia yang rendah. Dan ini merupakan obsesi dan karakter dasar orang-orang kafir.

Allâh ﷻ berfirman: “Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”. (QS. Al-A’la: 16-17)

Berkata Ja’far bin Sulaiman Rahimahullah: “Sibuk memikirkan dunia akan mendatangkan kegelapan didalam hati, dan sibuk memikirkan akhirat akan menjadi penerang didalam hati”. (Mausu’atu ibnu Abi ad-Dunya 5/191, dinukil dari Hayaatu as-Salaf 1/439).

Kehidupan dunia ini sangat sementara dibandingkan kehidupan akhirat yang abadi, bahkan perbandingan waktu di dunia dibanding satu hari akhirat 1: 50.000 tahun. Sesuatu yang sangat tidak berbanding.

Allâh ﷻ berfirman: “Ukuran sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun”. (QS. Al-Ma’arij: 4)

Dari Ali bin Abi Talhah Radhiyallahu’anhu, Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma berkata: “Ini adalah satu hari di hari kiamat. Allâh ﷻ menjadikannya untuk orang kafir satu hari setara 50.000 tahun”. (Tafsir Ibnu Katsir 8/222).

b) Negri Ujian Yang Penuh Tipuan:

Dunia adalah negri ujian untuk semua manusia tanpa terkecuali. Tidak seorangpun yang bebas dari yang namanya ujian, musibah, dan ketakutan tanpa terkecuali para nabi, para ulama, orang-orang mulia, pemilik kekuasaan, para raja, orang terkaya didunia, orang papa bahkan orang kafirpun juga sedang berada di galanggang ujian. Manusia hidup untuk diuji bukan untuk memanjakan diri. Ujian manusia di dunia ini pada dua sisi. Ujian dunia dan ujian agama. Yang pertama jauh lebih ringan dibandingkan yang kedua. Ujian dunia berupa musibah, kemiskinan, kekayaan, penyakit, kesehatan, masa sulit dan kelapangan, kehidupan dan kematian. Semua anak Adam pasti berada diantara dua keadaan, sebagaimana firman Allâh ﷻ :

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. (QS. Al-Baqarah: 155)

🏷️ Ujian agama lebih berat daripada ujian dunia, karena ujian dunia pengaruhnya hanya sebatas di dunia saja, sedangkan ujian agama, pengaruhnya di dunia dan di akhirat.

Berkata Imam Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah: “Siapa yang sadar bahwa dirinya adalah hamba Allah dan dia akan kembali kepadaNya, maka ketahuilah ia pasti akan berdiri dihadapan Allah. Jika ia sadar bahwa ia akan diberdiri dihadapan Allah, maka pasti ia akan ditanya. Jika ia sadar bahwa ia akan ditanya, maka persiapkanlah jawaban untuk pertanyaan”. (Hilyatu Al-Auliya 8/113).

Bahkan sesama anak Adam juga ujian satu dengan yang lain. Anak ujian bagi orang tua, istri ujian bagi suami, rakyat ujian bagi pemimpin, bahkan para Nabi ujian bagi umatnya, para da’i ujian untuk jama’ahnya, dan sebaliknya, Allâh ﷻ berfirman: “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu”. (QS. Al-An’am: 165)

“Dan kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu maha Melihat”. (QS. Al-Furqan: 20)

Namun amat disayangkan, umumnya manusia lebih memandang ujian berupa musibah yang menimpa urusan dunia mereka, baik berupa penyakit, kemiskinan, kehilangan karir dan jabatan bahkan kematian, seakan itulah musibah paling besar. Padahal disisi Allah dan orang beriman musibah itu tidak seberapa dibanding musibah jika menimpa agama seseorang yang orientasinya menyangkut kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karenanya perlu seorang muslim untuk belajar mengenal petunjuk Rabbnya yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ diatas petunjuk Al-Quran dan As-Sunnah.

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS. An-Nahl: 78)

Berkata Imam As-Syafi’i Rahimahullah:

Siapa yang tidak merasakan pahitnya menuntut ilmu sesaat
Ia akan meneguk pahitnya kebodohan sepanjang hidupnya
Siapa yang masa mudanya tidak digunakan untuk belajar
Maka bertakbirlah atasnya sebanyak empat kali
(Diwan as-Syafi’i hal 69, dinukil dari Al-Akhlaku az-Zakiyyah fii adabittolab al-Mardhiyyah 1/161).

Kita sadar bahwa dunia adalah negri ujian yang penuh tipudaya, hijaunya dunia sering membuat silau mata yang menatapnya. Tidak jarang yang terpapar kemilau dunia, berpacu saling mengalahkan, sikut kiri terjang kanan, berlelah-letih untuk menggapai pernak-pernik dunia yang nilainya secuil namun menggiurkan, kelelahannya justru berbuah penyesalan. Oleh karenanya Allah melarang kita untuk tidak memanjangkan angan-angan agar tidak menjadi korban. Allâh ﷻ berfirman:

“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah”. (QS. Fathir: 6)

c) Gelanggang Untuk Beramal:

Allâh ﷻ dengan kebijaksanaan-Nya telah menjadikan kehidupan dunia ini dan segala keindahannya sebagai ujian bagi manusia, agar dia melihat siapa yang terbaik dalam amal dan cara menyikapinya. Allâh ﷻ berfirman:

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya”. (QS. Al-Kahfi: 7)

Dan bahwasanya Dialah yang mematikan dan menghidupkan”. (QS. An-Najm: 44)

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya”. (QS. Al-Mulk: 2)

Berkata Muhammad bin ‘Ajlan rahimahullah: “Dalam ayat ini Allah tidak mengatakan yang paling banyak amalannya”. (Tafsir Ibnu Katsir 8/176).

Berkata Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah: “Amalan yang paling baik adalah yang paling ikhlas karena Allah dan yang paling sesuai dengan Sunnah”. (Tafsir Al-Baghawi 5/124 ).

Berkata Imam Qotadah Rahimahullah: “Sungguh Allah telah menjadikan anak Adam lemah dengan kematian. Allah jadikan dunia negri kehidupan kemudian kebinasaan, dan Allah jadikan akhirat negri pembalasan dan keabadian”. (Tafsir Ibnu Abi Hatim 10/3365, Ad-Dur Al-Mantsur fii at-Tafsir bi al-Ma’tsur 8/234).

Hendaknya seorang hamba yang sadar akan nasib hidupnya, bahwa perhiasan dunia dan apa yang ia miliki tidak akan kekal bersamanya, setiap yang sudah sampai titik puncak maka sejenak lagi ia akan jatuh dan lemah, jabatan, gelar, ketampanan dan kecantikan, badan yang kekar, kulit yang kencang, semuanya akan berujung pada titik kerusakan dan kehancuran.

Dia sadar akan meninggalkan dunia ini dan apa yang ia punya, termasuk anak-anak dan orang dicintainya, apakah dia yang akan meninggalkan mereka atau mereka yang akan mendahuluinya. Hal itu pasti, tanpa ada keraguan padanya. Tiada yang akan kekal bersamanya selain amal shaleh yang dia kerjakan semasa hidup didunia. Allâh ﷻ berfirman: “Semua yang ada di bumi itu akan binasa”. (QS. Ar-Rahman: 26)

Dari Abdullan bin ‘Umar Radhiyallahu’anhu ia berkata: “Aku pernah bersama Rasulullah ﷺ, tibatiba seorang pemuda Anshar datang dan bertanya:

“Wahai Rasulullah, mukmin seperti apa yang utama? Rasulullahy bersabda: “Mukmin yang paling baik akhlaknya”. Pemuda itu bertanya lagi, siapa mukmin yang cerdas? Rasulullah ﷺ bersabda: “Orang beriman yang cerdas adalah yang palin banyak mengingat mati dan yang paling bagus persiapannya untuk bekal setelah kematian, mereka itulah orang-orang yang cerdas”. (HR. Ibnu Majah (no. 4259) dihasankan oleh Syaikh Al-Albani Rahimahullah).

Dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu’anhu, seseorang bertanya kepada Nabi ﷺ , tunjukkan aku amalan yang membuat aku dicintai Allah dan manusia? Nabi ﷺ menjawab: “Zuhudlah engkau dengan dunia, niscaya engkau akan di cintai Allah. Zuhudlah (jangan rakus) terhadap apa yang ada disisi manusia, maka manusia akan mencintaimu”. (Syu’abu al-Iman (no. 10523), Shahih atau Hasan dengan syawahid. As-Silsilah as-Shahihah (no. 944).

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah Rahimahullah: “Zuhud itu meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat di akhirat”. (Hayaatu as-Salaf baina al-Qaulu wa al-‘Amal 1/407. Syaikh Ahmad Nasir ath-Thayyar).

Dari Bisyir bin Al-Harist Rahimahullah, ada yang bertanya kepada Sufyan at-Tsauri rahimahullah:
“Apakah mungkin seorang menjadi zuhud padahal dia orang yang kaya”? beliau menjawab: “Ya, jika diuji dengan kekurangan harta ia bersabar, jika hartanya lebih ia bersyukur”. (As-Siyar 2/696, dinukil dari Hayaatu as-Salaf, Hilyatu Al-Auliya 8/3).

Dari Sufyan at-Tsauri Rahimahullah , seseorang berkata kepada Abu Hazim, ”Apa harta yang ada bersamamu? Abu Hazim rahimahullah menjawab: “Keyakinanku dengan Allah dan keputus asaanku terhadap apa yang ada disisi manusia”. (Hilyatu Al-Auliya 3/231)

Berkata Imam Sufyan At-Tsauri Rahimahullah: “Alangkah indahnya kerendahan hati para pemilik harta disisi orang-orang miskin. Betapa hinanya orang fakir miskin yang menghinakan diri dihadapan pemilik harta”. (Hilyatu Al-Auliya 8/3)

Sahabat yang mulia ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu berkata: “Sungguh dunia akan pergi menjauh, sedangkan akhirat makin mendekat. Setiap keduanya memiliki anak-anak. Maka jadilah kalian anak-anak akhirat, jangan menjadi budak dunia. Hari ini beramal tanpa hisab, esok hisab tanpa amal”. (Shahih Bukhari 8/89, secara Mu’allaq. Syarhu Sunnah Al-Baghawi 14/234)

Berkata Al-Hasan Al-Basri Rahimahullah: “Jika engkau melihat seseorang mengalahkanmu dalam hal dunia, maka kalahkanlah ia dalam akhirat”. (Lathaaif Al-Ma’aarif 1/244).


اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم