بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kamis Malam Al-Khor
Penceramah: Ustadz Abu Abdillah Nefri, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Edisi: Kamis, 6 Rabi’ul Awal 1445 / 21 September 2023

📒 E-book: https://www.assunnah-qatar.com/ebook/e-book-selamat-datang-kematian/



Selamat datang Kematian – Bagian 2

Bab 1 – Mengingat Nasib

Nasib adalah kondisi kita yang kita jalani sebenarnya. Dan nasib merupakan bagian dari takdir (Sesuatu yang sudah ditentukan oleh Allâh ﷻ atas diri seseorang).

Sangat perlu kiranya seorang muslim mempelajari, merenungi untung dan mengingat nasib diri, sebagai bentuk muhasabah yang benar sesuai yang di kehendaki oleh Allâh ﷻ. Dari mana kita mereka berasal, untuk apa hadir kedunia, dan kemana kita akan kembali. Dengan mengingat untung diri, maka akan lahirlah manusia yang benar-benar manusia, ia sadar akan diri mereka yang sesungguhnya. Allâh ﷻ berfirman:

“Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka”. (QS. Al-Gasyiyah: 25-26)

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Hasyar: 18)

🏷️Ali bin Abi Thalib: Takwa adalah takut kepada Allah yang bersifat Jalal, dan beramal dengan dasar Al Qur’an (At Tanjil), dan menerima (Qona’ah) terhadap yang sedikit dan bersiap-siap menghadapi hari akhir (hari perpindahan).

Berkata Sahabat ‘Umar bin Khattab Radhiyallahu’anhu:

“Hendaklah kalian menghitung nasib kalian sebelum kalian dihisab, dan hendaklah kalian menimbang amal perbuatan kalian sebelum kalian ditimbang. Dan bersiapsiaplah (dengan amal shaleh) untuk hari besar untuk ditampakkan seluruh amal perbuatan. “Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah)”. (QS. Al-Haqqah: 18)”. (Mushannaf ibnu Abi Syaibah (no. 34459 ), Az-Zuhd 1/103 (no. 306), Abdullah bin Mubarakh).

Iman Al-Hasan Al-Basri Rahimahullah berkata:

“Tiada seorangpun dari penduduk langit dan bumi kecuali akan menyesali dirinya pada hari kiamat”. (Tafsir Ibnu Katsir 8/275).

🏷️ Jika orang baik maka akan menyesal, kenapa dulu tidak beramal lebih banyak, jika orang buruk akan menyesal kenapa dahulu tidak beriman dan beramal.

“Sungguh seorang mukmin pemimpin yang bertanggungjawab atas dirinya. Dia senantiasa meng-audit dirinya untuk Allâh ﷻ. Hisab akan diringankan pada hari kiamat hanya untuk orang-orang meng-audit dirinya semasa di dunia, dan akan diberatkan perhitungan itu bagi suatu kaum yang tidak peduli nasibnya”. (Az-Zuhd 1/103 (no. 307), Imam Abdullah Ibnu Mubarakh Al-Marwazi (w. 181 H).

Berkata Maimun bin Mihran:

“Tidaklah seorang hamba dikatakan bertakwa sampai dia menghitung nasib dirinya sebagaimana dia mengoreksi teman kerjanya dari mana makanan dan pakaiannya”. (Sunan At-Turmizi 4/219 (no. 2459).

Saudaraku, ketahuilah! Sungguh Rabb kita Allah tidak menciptakan kita untuk tujuan remeh dan untuk bermain-main, namun kita diciptakan untuk satu tujuan yang sangat agung lagi mulia. Yaitu untuk mengenal Allah dengan benar, menghambakan diri dengan tauhid beribadah hanya kepada-Nya, mengagungkan aturan syariat agar kita berjalan diatas perintah dan larangan-Nya. Allâh ﷻ berfirman:

اَفَحَسِبْتُمْ اَنَّمَا خَلَقْنٰكُمْ عَبَثًا وَّاَنَّكُمْ اِلَيْنَا لَا تُرْجَعُوْنَ

Al-Mukminun ayat 115. Maka apakah kamu mengira, bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Ad-Dzariyat ayat 56. Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.

🏷️Kata ل pada لِيَعْبُدُوْنِ adalah ل ta’lil yaitu lam yang dibaca kasrah yang berfungsi sebagai penjelas dalam sebuah kalimat yang bermakna “agar/supaya”. Atau sebagai tujuan.

Berkata Sahabat ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu:

“Melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. Yaitu Aku perintahkan mereka untuk memberikan seluruh jenis ibadah hanya kepada-Ku, dan aku menyeru mereka agar beribadah kepada-Ku. Hal ini menguatkan firman Allah: “Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa”. (QS. At-Taubah: 31) (Ma’aalimu At-Tanzil 4/288 ).

A. Kampung Halaman

Surga itulah kampung halaman Anak Adam, karena disanalah Ayahanda kita Adam dan Ibunda Hawwa tinggal setelah diciptakan. Surga negri yang penuh kedamaian, tiada kebisingan dan hingar bingar kehidupan, melainkan taman-taman yang rindang dan tempat bernaung yang amat menyejukkan. Allâh ﷻ berfirman:

“Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai“. (QS. Al-Baqarah: 35)

“Maka Kami berkata: “Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka”. (QS. Taha: 117)

“Sungguh engkau tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang, dan sungguh engkau tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya”. (QS. Taha: 118-119)

Dari Sahabat Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu’anhu ia menceritakan, bahwa Nabi kita Muhammad ﷺ bersabda: “Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh salah seorang di antara mereka lebih kenal terhadap tempat tinggalnya di surga Allah dari pada tempat tinggalnya semasa di dunia.”
(HR Bukhori (no. 2440, 6535).

Dari ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak seorang pun diantara kalian kecuali telah dicatat baginya tempat kembalinya disurga atau di neraka”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah kita tidak bersandar saja kepada Takdir? Rasulullah menjawab: “Tidak, tapi beramallah kalian, karena setiap orang akan dimudahkan untuk beramal sesuai takdirnya diciptakan”. (HR. Bukhari (no. 4947).

Berkata Al-Hafizh Ibnu Al-Qoyyim Rahimahullah:

“Dan diantara keunikan keledai yang terkenal dengan hewan tangguh yayng ditunggangi oleh manusia untuk perjalanan jauh dan pulang diantar menuju rumah majikan walaupun dimalam gelap gulita, keledai tetap mampu mengenali rumah tujuannya. Siapa yang tidak mengenal jalan menuju rumahnya -yaitu surga-, sungguh ia lebih dungu daripada keledai”. (Syifaul ‘Alil 1/74, potongan kalimat terakhir masyhur dinisbatkan kepada Ibnu Al-Qoyyim).

B. Dari Tanah Manusia Tercipta

Allâh ﷻ menciptakan Nabi Adam p dari bahan tanah. Sementara anak cucuk keturunannya diciptakan dengan proses pernikahan dari sesuatu yang sudah diketahui. Allâh ﷻ berfirman: ِِ

Allâh ﷻ menciptakan Nabi Adam alaihissalam dari bahan tanah. Sementara anak cucu keturunannya diciptakan dengan proses pernikahan dari sesuatu yang sudah diketahui. Allah ﷻ berfirman:

“Dan sungguh Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk“. (QS. Al-Hijr: 26-27)

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah”. (QS. Al-Mukminun: 12)

Dari Ibunda ‘Aisyah Radhiyallahu’anha, Rasulullah ﷺ bersabda: “Malaikat diciptakan dari cahaya, Iblis diciptakan dari api yang menyala dan Adam diciptakan dari yang telah disifatkan (oleh Allah k dalam al-Quran) kepada kalian (dari tanah)”. (Sahih Muslim (no. 2996).

Adapun anak cucu keturunan ayahanda Adam alaihissalam diciptakan melalui proses pernikahan. Allâh ﷻ berfirman:

“Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik”. (QS. Al-Mukminun: 13-14)

Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al-‘Ankabut: 20)

Datang dalam hadist dari Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sungguh Allah menciptakan Adam dari segenggam tanah yang digenggam-Nya dari seluruh jenis tanah. Sehingga rupa anak cucu Adam sebagaimana bentuk tanah yang ada dibumi. Diantara mereka ada yang berkulit merah, berkulit hitam, berkulit putih dan ada diantara yang demikian. Ada manusia yang buruk dan ada juga yang baik, dan antara keduanya”. (HR. Ahmad (no. 19642), Abu Daud (no. 4693) dengan Sanad yang Sahih).

Setiap anak Adam bersaudara dari jalur nasab, semua kita hamba Allah, tidak ada perbedaan setatus dan kedudukan disisi Allah kecuali iman dan ketaqwaan. Itulah nasib dan barometer kemuliaan seorang hamba. Islam tidak mengenal kasta. Kemuliaan tidak dilihat dari bangsa dan warna kulit, tidak pula dari setatus sosial dan kekayaan, namun yang paling mulia adalah manusia yang paling baik amal perbuatannya, setelah dia beriman kepada Allah kwalaupun ia dari non arab (‘ajam). Sahabat yang mulia Bilal bin Rabah, seorang maula berkulit hitam dari Ethopia, namun Bilal  sosok mulia yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah. Salman Al-Farisi bukan Arab, namun mulia disisi Pencipta alam raya, Abu Lahab dari nasab yang tinggi dan kabilah yang disegani, namun terhina tanpa nilai takwa dan ketundukan kepada agama Allâh ﷻ.

Dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk rupa dan kekayaan kalian, akan tetapi yang Allah perhatikan adalah hati dan perbuatan kalian”. (HR. Muslim (no. 2564) .

“Orang yang terbaik dari kalian dimasa jahiliyah, terbaik pula dalam Islam jika mereka faham agama”. (HR. Bukhari (no. 3374).

Diceritakan oleh Abdullah bin Umar Radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah ﷺ berkhutbah dihadapan manusia pada hari Fathu Makkah, Nabi ﷺ bersabda: “Wahai Manusia! Sesungguhnya Allah telah menghilangkan kesombongan (fanatik) jahiliyah, sikap saling berbangga dengan garis keturunan dan suku. Manusia hanya ada dua, Pertama: hamba berbuat baik lagi bertakwa, mulia disisi Allah. Kedua, hamba yang Fajir (ahli maksiat), celaka, dan dia hina disisi Allah. Semua manusia dari Adam, dan Adam dari Tanah”.

Kemudian Rasulullah ﷺ membaca firman Allâh ﷻ : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu”. (QS. Al-Hujurat: 13) (HR. At-Tirmizi (no: 3270), dishahihkan Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Sahiihul Jaami’ (no. 1787).

Perbedaan bangsa, bahasa dan warna kulit bukanlah tolak ukur kemuliaan seseorang, karena adanya ragam itu semua merupakan karunia dan tanda-tanda kebesaran Allâh ﷻ untuk kita saling menghormati, bukan untuk saling mengejek, membulli, membangun fanatik kebencian rasisme sehingga berujung saling bunuh satu dengan lainnya.

Rabb kita Allâh ﷻ berfirman: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh pada yang demikan itu benarbenar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui”. (QS. Ar-Rum: 22)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Manusia semuanya dari Adam, dan Adam diciptkan dari tanah. Hendaklah suatu kaum berhenti dari berbangga dengan nasab di masa jahiliyah, atau mereka akan menjadi lebih hina disisi Allah dari pada kumbang yang suka hinggap dikotoran”. (Sunan Al-Kubra (no. 21062), Imam Al-Baihaqi)

Berkata ‘Ashim bin Al-Hasan Al-‘Asimi Rahimahullah:

Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah dalam setiap keadaan Jangan tinggalkan ketakwaan dengan bersandar kepada nasab keturunan 

Sungguh Islam telah mengangkat kemuliaan Salman yang berasal dari Persia Dan syirik telah menghinakan Abu Lahab yang telah binasa (Mukhtasar Tarikh Dimasyq 29/135)

Segala sesuatu merupakan perhiasan ditengah manusia Dan perhiasan seorang hamba adalah Tauhid yang bersih kepada Pencipta

Sungguh kemuliaan seseorang diantara kita dengan Tauhidnya Walaupun ia berasal dari nasab yang sederhana (Mawaridu az-Zam-an 5/156, ‘Uluwwul Himmah 1/96).

Jika kita mau merenungi nasib, untung dan asal-usul kita, maka tidak akan ada diantara kita yang bersifat angkuh dan sombong. Allah muliakan anak Adam dengan agama dan ketakwaan. Hendaklah setiap diri sadar dan tawadhu’ dalam kehidupan, rendah hati terhadap sesama dan saling menghormati orang lain. Allah berfirman:

“Sungguh Kami ciptakan mereka dari apa yang mereka ketahui (air mani)”. (QS. AlMa’arij: 39)

“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan”. (QS. At-Tariq: 5-7)

Imam Mutharrif bin Abdillah bin Syikkhir rahimahullah (ulama tabi’in, w. 95 H)29 bahwa beliau melihat seseorang lelaki bernama Al-Muhallab bin Abi Shafrah berjalan dengan sombong penuh kebanggaan didepan Mutharrif dengan mengenakan jubah yang terbuat dari sutra. Mutharrif rahimahullah berkata kepadanya;

“Wahai hamba Allah! Cara berjalan apakah ini yang sangat dibenci Allah ”? Muhallab menjawab, “Apakah anda tidak kenal saya? Imam Mutharrif rahimahullah menjawab, “Ya, saya kenal bahwasanya engkau berasal dari air mani yang hina, akhir hidupmu bangkai yang busuk, dan selama hidup engkau selalu membawa kotoran dan dosa”. Maka Muhallab pergi dan merubah cara berjalan yang dibenci Allâh ﷻ. (Tafsir Al-Jaami’ Li ahkaamil Quran 12/300).

Seorang muslim hendaklah berjalan dimuka bumi dengan rendah hati, berakhlak mulia dan selalu optimis dalam hidup, bertawakkal kepada Allah Zat Yang Maha kuat. Sikap rendah hati, tawadhu’ kepada orang beriman adalah ciri adab orang mulia, ibadah agung yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan kepada manusia. Allâh ﷻ berfirman:

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (QS. Luqman: 18)

Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman”. (QS. Al-Hijr: 88).

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati”. (QS. Al-Furqan: 63)

Dari ‘Iyadh bin Himar Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Sungguh Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian saling rendah hati. Janganlah seseorang membanggakan diri atas orang lain, dan jangan melampaui batas terhadap orang lain”. (Sahih Muslim (no. 2865).

C. Adam Manusia Pertama

Nabi Adam alaihissalam dikenal dengan Abu Al-Basyar (bapak manusia). Adam adalah ayah dari seluruh manusia dan nabi Allah yang pertama. Dari sulbi Adam asalmuasal semua makhluk yang bernama manusia di muka bumi ini, dari suku dan ras manapun, mereka disebut anak Adam alaihissalam. Dan ini merupakan Ijma’ kesepakatan seluruh ulama ahlu sunnah, bahkan konsensus semua agama (ahlu al-milal).

Dalil argumentasi yang menujukkan Adam adalah Manusia pertama dan ayah seluruh manusia, terdapat dalam petunjuk wahyu yang suci dalam Al-Quran dan AsSunnah yang sahih, serta apa yang difahami oleh para ulama as-Salaf generasi terbaik umat ini. Allâh ﷻ berfirman:

“Dan siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam”. (QS. An-Nisa: 115)

Menurut salah satu tafsiran ayat ini “Jalan orang-orang beriman”, mereka adalah para As-Salaf pendahulu umat ini. (Lihat Tafsir Imam As-Syafi’i t dan para ulama lainnya ketika menafsirkan ayat QS. An-Nisa: 115).

Dari Tsauban Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Akan senantiasa ada segolongan manusia dari umatku yang tegak diatas kebenaran, tidak akan memberi mudharat kepada mereka orang-orang menyelisihi mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka tetap demikian”. (HR. Muslim (no. 1920).

D. Hasad Yang Membara

Ternyata penciptaan Nabi Adam sebagai makhluk baru di langit, menumbuat Iblis tidak nyaman dan hilang naluri sehat kehambaan. Ia berusaha memendam gelora hasad dan api kebencian, karena merasa lebih baik, lebih senior dari pada Adam p sebagai anggota baru ciptaan Allah, maka api kesombongan telah mengalahkan ketaatannya, hasad telah membakar fitrahnya sebagai hamba. Dia enggan untuk mengikuti perintah dan ketetapan Allah untuk menghormati Adam. Allâh ﷻ berfirman:

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: “Bersujudlah kamu kepada Adam”, maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud”. (QS. Al-A’raf: 11)

“Dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepada malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka mereka sujud kecuali iblis. Ia membangkang”. (QS. Taha: 116)

Makna perintah sujud kepada Adam bukan sujud ibadah. Sujud ada dua, sujud yang bermakna pengagungan, taqarrub kepada yang di sujudi, dan sujud ini adalah Ibadah yang tidak halal diberikan kepada siapapun kecuali kepada Allah semata. Ada sujud yang bermakna selamat dan penghormatan (tahiyyah). Sujud jenis inilah yang Allah perintahkan kepada Malaikat untuk diberikan kepada Adam. Dan itu merupakan bentuk ibadah kepada Allah dari sisi ketaatan atas perintah-Nya.

Sebagaimana dahulu ada syariat sujud orang tua nabi Yusuf dan saudarasaudaranya kepada nabi Yusuf. Sujud mereka bermakna keselamatan dan penghormatan. Di seluruh syariat para Nabi hingga Nabi Muhammad n sujud pengagungan hanya diberikan kepada Allâh ﷻ.

Dari Abdullah bin Abi Aufa, ia menceritakan: Ketika Muazh datang dari Syam, ia tiba-tiba langsung sujud kepada Nabi ﷺ , karena melihat bahwa ahli kitab mereka sujud kepada para pembesar mereka, maka Nabi ﷺ melarang hal itu dan bersabda:

“Sekiranya boleh memerintahkan seseorang sujud kepada , maka aku akan perintahkan para istri sujud kepada suaminya karena besarnya hak para suami yang Allah tetapkan atas para istri”. HR. Ibnu Majah (no. 1853)

E. Sumpah Yang Diabadikan

Iblis telah menorehkan janji yang pasti ia tepati. Sebuah sumpah besar yang diikrarkan dihadapan Zat Yang Maha Terpuji, ia meminta diberi tangguh hidup dengan usia yang panjang hingga hari kiamat terjadi, mengajak manusia agar bernasib sama dihari pembalasan nanti. Allâh ﷻ berfirman:

Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”. (QS. Al-A’raf: 16-17)

Sebagian As-Salaf menafsirkan maksud ayat “saya benar-benar akan menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus”, yaitu: “Jalan kebenaran dan keselamatan, dan saya akan sesatkan mereka agar mereka tidak beribadah kepada-Mu, tidak mentauhidkan-Mu karena sebab Engkau telah membuat aku sesat”. (Tafsir Ibnu Katsir 3/394).

Berkata Abdullah bin Abbas: “Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka” maksudnya: “Akan aku buat mereka ragu terhadap urusan akhirat mereka. “Dari kanan dan dari kiri mereka” Aku jadikan mereka cinta dunia, dan syubuhat dalam perkara agama mereka. “Dari arah kiri mereka”. Aku akan buat mereka candu berbuat maksiat”. (Tafsir Ibnu Katsir 3/394).

Dari Sabrah bin Al-Fakih Al-Asadi Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sungguh syaitan duduk untuk menghalang-halangi anak Adam dari berbagai jalan. Syaitan duduk menghalangi jalan untuk masuk Islam. Syaitan berkata: “Apakah kamu masuk Islam dan kamu tinggalkan agamamu dan agama nenek moyangmu?” Anak Adam itu tidak mentaatinya dan ia masuk Islam. Kemudia syaitan duduk menghalangi jalan untuk hijrah dan berkata: “Apakah engkau mau hijrah, meninggalkan kampung halamanmu?” Sungguh perumpamaan orang yang berhijrah seperti seperti kuda yang diikat tali. Anak Adam itu tidak mentaatinya dan ia terus berhijrah. Kemudian syaitan duduk menghalangi jalan jihad. Syaitan berkata: “Apakah kamu mau berjihad?”. Jihad itu adalah perjuangan dengan jiwa dan harta. Syaitan terus menggoda, “Engkau berperang, nanti akan terbunuh, istrimu akan dinikahi orang lain, hartamu akan dibagibagi?”. Maka anak Adam itu tidak mentaatinya dan iapun terus berangkat jihad. Rasulullah n bersabda: “Siapa yang melakukan hal itu, maka wajib bagi Allah untuk memasukkannya kedalam surga”. (HR. An-Nasai (no. 3134), disahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam as-Sahihah (no. 2979).

Tekad dan perkataan Iblis akan menyesatkan banyak anak Adam hanya dibangun diatas persangkaan dan praduga semata. Asalnya Iblis tidak mengetahui ilmu ghaib, namun persangkaannya menjadi realita, tepat dan tidak meleset, seperti itulah kenyataan yang terjadi. Allâh ﷻ berfirman:

“Dan sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka lalu mereka mengikutinya, kecuali sebahagian orang-orang yang beriman”. (QS. Saba: 20)

Berkata Imam Al-Hasan Al-Basri “Ketika Adam dan Hawwa’ turun dari surga, maka Iblis senanh atas apa yang menimpa mereka berdua. Dan Iblis berkata: “Jika aku telah sukses menggoda kedua orang tua mereka atas apa yang telah aku lakukan, tentulah anak cucu keturunannya bisa lebih banyak untuk aku sesatkan. Demikianlah persangkaan dari Iblis”. (Tafsir Ibnu Katsir 6/513).

Tidak ada yang bisa aman dari tipuan Iblis dan bala tentaranya kecuali orang-orang yang dijaga oleh Allah, diberi keikhlasan (al-Mukhlashin), dan para hamba yang benarbenar ikhlas dalam niat dan tauhidnya kepada Allah (al-Mukhlishin).

Hendaklah seorang muslim banyak berlidung kepada Allah, berzikir diwaktu pagi dan sore hari, memperbanyak doa dengan doa-doa yang datang dari Nabi ﷺ.

Dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي وَآمِنْ رَوْعَاتِي اللَّهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ وَمِنْ خَلْفِي وَعَنْ يَمِينِي وَعَنْ شِمَالِي وَمِنْ فَوْقِي وَأَعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي

“Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu keselamatan didunia dan akhirat. Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan pada agama, dunia, keluarga dan hartaku. Ya Allah, tutuplah aibku, tenangkanlah hatiku, dan jagalah aku dari depan dan belakangku, arah kanan, kiri dan atasku. Dan aku berlindung kepadaMu dari ditenggalamkan (di bumi) dari arah bawahku”. (HR. Ibnu Majah (no. 3871), disahihkan Syaikh Al-Albani dalam Takhrij al-Kalim at-Thayyib (no. 27).