بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kamis Malam Al-Khor
Penceramah: Ustadz Abu Abdillah Nefri, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Edisi: Kamis, 20 Rajab 1445 / 1 Februari 2024


E-book: https://www.assunnah-qatar.com/ebook/e-book-selamat-datang-kematian/


Bab 2 : Selamat datang Kematian – Pertemuan 19

D. Al-Mustarih wa Al-Mustaroh

Kedudukan manusia setelah mati kondisinya ada dua: Al-Mustarih wa Al-Mustaroh.

Al-Mustarikh merupakan isim fail (Pelaku) dari kata istarokha – yastarikhu bermakna istirahat.

Sedangkan Al-Mustaroh isim maf’ul yakni orang yang dijadikan orang lain beristirahat dari padanya.

Seorang muslim yang taat, suka beramal shaleh, berbuat baik dalam kehidupan, maka kematian baginya merupakan cara terbaik untuk beristirahat dari kelelahan dunia. (Al-Mustarikh). Tapi sebaliknya, para pecandu dosa, budak nafsu dan hawa, pelaku maksiat, orang zhalim justru kematiannya akan membuat alam sekitar merasa istirahat dari kebiadabannya (Al-Mustaroh).

Inilah sifat dunia, meletihkan dan melelahkan, maka kematian adalah istirahat bagi seorang muslim. Hingga nanti di surga, seseorang yang masuk surga akan lupa akan kelelahan yang terburuk yang pernah dialami selama di dunia.

Dari sahabat Abu Qotadah bin Rib’iyyi al-Anshari Radhiyallahu’anhu, beliau menceritakan: “Ketika jenazah seseorang dibawa melewati Rasulullah ﷺ, maka beliau bersabda: “Telah istirahat atau istirahat darinya”. Para sahabat bertanya: “Apa maksudnya wahai Rasulullah? Rasulullah ﷺ bersabda: “Seorang hamba yang beriman, dia akan istrirahat dari kelelahan dan kesulitan dunia menuju rahmat Allah, adapun seorang hamba yang bejat, maka orang-orang, negeri-negeri, pohon dan binatang pun akan merasa istirahat dari kejahatannya”. (HR. Bukhari (no. 6512).Hadist ini memberi penjelasan kepada kita tentang dua tipe manusia semasa hidup:

Pertama: Al-Mustarih yaitu Ahlu Al-Khoir, orang yang gemar berbuat baik dan lambat dalam mendatangi maksiat, orang yang shaleh dan muslih, dia senantiasa berbuat baik untuk dirinya dan berupaya memperbaiki orang lain serta lingkungannya, orang semacam ini akan dikenang karena kebaikannya semasa hidup, orang-orang justru merasa kehilangan akan kepergiannya, disaat yang sama ia justru melepas lelah dari keletihan dan hingar-bingar dunia, ia sedang bersiap untuk menerima janji kebaikan, ampunan dan tempat mulia disisi Allâh ﷻ.

Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat an-Nahl ayat 97:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Dalam surat Hud ayat 108:

وَاَمَّا الَّذِيْنَ سُعِدُوْا فَفِى الْجَنَّةِ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا

Dan adapun orang-orang yang berbahagia, maka (tempatnya) di dalam surga; mereka kekal di dalamnya…

Berkata Masruq Radhiyallahu’anhu: “Tiada sesuatupun yang lebih baik bagi seorang mukmin melebihi liang lahad. Dia akan istirahat dari kegundahan dunia dan dijaga dari azab Allah”. (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (no. 34865).

Kedua: Al-Mustaroh minhu yaitu Ahlus syarr, orang yang gemar bermaksiat dan enggan berbuat ketaatan, bergegas menuju kemaksiatan namun lamban berbuat kebaikan, ragu dan sombong menerima kebenaran, obsesi hidupnya hanya untuk urusan perut dan yang dibawah perut, bekerja siang dan malam untuk memuaskan nafsu, ia rela menjual diri dan hidupnya untuk memenuhi syahwat orang lain demi secuil keuntungan dunia. Kehidupannya tak obahnya seperti binatang ternak. Mereka dilaknat oleh Allah dan seluruh makhluk.

Allâh ﷻ berfirman:

اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَمَاتُوْا وَهُمْ كُفَّارٌ اُولٰۤىِٕكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللّٰهِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةِ وَالنَّاسِ اَجْمَعِيْنَۙ

Sungguh, orang-orang yang kafir dan mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya, (QS Al-Baqarah ayat 161).

ۗوَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا يَتَمَتَّعُوْنَ وَيَأْكُلُوْنَ كَمَا تَأْكُلُ الْاَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ

Dan orang-orang yang kafir menikmati kesenangan (dunia) dan mereka makan seperti hewan makan; dan (kelak) nerakalah tempat tinggal bagi mereka. (Muhammad ayat 12).

Tipe orang seperti ini kematian nya akan menjadi sebab kenyamanan bagi lingkungan, karena keberadaannya semasa hidup justru menebar kerusakan, sebab kerusakan bagi manusia dan sekitarnya, dan inilah orang yang celaka dan seburuk buruk manusia. Seperti firman Allâh ﷻ :

اِنَّ شَرَّ الدَّوَاۤبِّ عِنْدَ اللّٰهِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَۖ

Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah orang-orang kafir, karena mereka tidak beriman. (QS Al-Anfal ayat 55).

Dalam surat Hud ayat 105-106:

يَوْمَ يَأْتِ لَا تَكَلَّمُ نَفْسٌ اِلَّا بِاِذْنِهٖۚ فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَّسَعِيْدٌ

Ketika hari itu datang, tidak seorang pun yang berbicara, kecuali dengan izin-Nya; maka di antara mereka ada yang sengsara dan ada yang berbahagia.

فَاَمَّا الَّذِيْنَ شَقُوْا فَفِى النَّارِ لَهُمْ فِيْهَا زَفِيْرٌ وَّشَهِيْقٌۙ

Maka adapun orang-orang yang sengsara, maka (tempatnya) di dalam neraka, di sana mereka mengeluarkan dan menarik nafas dengan merintih,

Kematian orang yang berperangai buruk, justru kepergian nya disyukuri manusia, karena takut akan keburukannya. Orang-orang merasa risih, tidak aman dari keburukannya, keberadaan dan tingkah lakunya justru menjadi bencana bagi alam sekitarnya. Keberadaan orang-orang zhalim bisa jadi penyebab tidak turunnya hujan, terhalang nya rahmat, hilangnya keberkahan, hujan tidak turun, sehingga menderitalah manusia, pohon-pohon, tanaman bahkan hewan-hewan melata, akibat maksiat yang dilakukan pelaku kezhaliman.

Dari Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu’anha, Rasulullah ﷺ bersabda:

Sungguh manusia paling buruk adalah seseorang yang ditinggalkan atau dijauhi orang lain karena takut perangai buruknya”. (HR Bukhori 6054).

E. Akhir Hidup Yang Baik (Husnul Khatimah)

Setiap orang mendambakan kematian yang mulia sebagai penutup hidup yang baik. Karena yang menjadi penentu bukan garis permulaan awal dan apa yang dipandang manusia, namun yang menjadi ukuran garis finish, bagaimana keadaan seorang hamba ketika ia menutup usia.

Dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Sungguh amalan itu tergantung dengan penutupnya”. (Sahih Bukhari (no. 6607).

Akhir hidup yang baik (husnul khatimah) merupakan karunia Allah yang diberikan kepada hamba yang mukhlis. Hal itu tidak akan diraih kecuali bagi muslim yang bertauhid istiqomah diatas sunnah Nabi ﷺ. Kebiasaan dan gaya hidup, biasanya menentukan kondisi akhir kehidupan. Jika ia seorang hamba yang shaleh, jujur, ikhlas, senantiasa menjaga syariat agama Allah, maka in syaa Allah ia akan wafat diatas Islam. Jika tidak maka sebaliknya. Allâh ﷻ berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim. (QS Ali Imran ayat 102).

Berkata Al-Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullah: “Peliharalah ajaran Islam ketika kalian sehat dan kondisi aman agar kalian wafat diatasnya. Sungguh Zat Yang Maha Mulia dengan kemurahan-Nya akan memberlakukan seseorang sesuai kebiasaannya. Bahwa orang yang hidup diatas suatu kebiasaan maka ia akan diwafatkan diatas kebiasaan itu, dan siapa yang wafat diatas suatu kebiasaan tertentu maka ia akan dibangkitkan sesuai kondisi matinya. Sungguh kita berlindung kepada Allah dari wafat diatas penyimpangan”. (Ibnu Katsir 2/87).

Balasan sesuai perbuatan, dan Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan kebaikan yang kita lakukan walau itu kecil tidak dianggap disisi manusia. Allâh ﷻ berfirman:

فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ

Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, (QS Az-Zalzalah :7)

Dalam surat An-Nahl :

{وَقِيلَ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا مَاذَا أَنزلَ رَبُّكُمْ قَالُوا خَيْرًا لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الآخِرَةِ خَيْرٌ وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ (30) جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ كَذَلِكَ يَجْزِي اللَّهُ الْمُتَّقِينَ (31) الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (32) }

Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa, “Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab, “(Allah telah menurunkan) kebaikan.” Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa, (yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demi­kianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertak­wa, (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka), “Salamun ‘alaikum, masuklah kalian ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kalian kerjakan.”

Semoga Allah beri kita hati yang jujur dalam keimanan dan pengakuan, ikhlas dalam ucapan dan perbuatan, semoga Allah memberi kita sebab-sebab yang bisa mengantarkan kita menuju akhir hidup yang baik (husnul khatimah), yang dengannya diharapkan Allah memberi kita balasan selamat sampai ke jannah-Nya.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم