بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab: 𝕀𝕘𝕙𝕠𝕥𝕤𝕒𝕥𝕦𝕝 𝕃𝕒𝕙𝕗𝕒𝕟 𝕄𝕚𝕟 𝕄𝕒𝕤𝕙𝕠𝕪𝕚𝕕𝕚𝕤𝕪 𝕊𝕪𝕒𝕚𝕥𝕙𝕒𝕟
(Penolong Orang yang Terjepit – Dari Perangkap Syaitan)
Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: 24 Rajab 1446 / 24 Januari 2025.



Bab 13 – 8: Tipu Daya Setan

Saddudh Dhara’i – سد الذرائع (Menutup Wasilah (Sarana Keburukan))

– Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

Jika Anda merenungkan syariat, maka Anda akan dapati bahwa ia menutup segala sarana ke arah yang diharamkan, dan itu merupakan lawan dari siasat yang justru untuk mencapainya. Siasat adalah berbagai sarana dan pintu menuju keharaman, sedang saddudh dhara’i’ merupakan lawan daripadanya.

Jadi dua masalah tersebut adalah dua hal yang sangat bertentangan. Pembuat Syariat mengharamkan berbagai sarana (yang bisa menghantarkan pada keburukan), meskipun dengannya itu ia tidak memaksudkan hal yang haram, sebab ia bisa mengakibatkan kepada hal tersebut, apatah lagi jika dia memaksudkan terhadap sesuatu yang diharamkan itu sendiri.

Penjelasan:

Seperti menjual senjata disaat perang saudara, maka meskipun hukum asalnya mubah, tetapi jika dijual di saat seperti itu hukumnya menjadi haram, karena untuk menutup hal-hal yang diharamkan. Inilah yang dimaksud menutup wasilah hal-hal yang diharamkan.

Sama halnya menanam tembakau adalah mubah, tetapi karena dipakai hal yang mafsadat, maka menanamnya menjadi haram.

Menjual anggur adalah mubah, tetapi jika tahu pembelinya adalah tukang pembuat khamr, maka hukumnya menjadi haram.

Contoh lain yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam:

– Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:

– Larangan mencaci Tuhannya orang-orang Musyrik

Karena itu Allah melarang mencaci tuhan-tuhan orang-orang musyrik, karena hal itu merupakan pemicu mereka untuk mencaci Allah karena permusuhan dan kekafiran, sebagai bentuk pembalasan.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat An’am ayat 10:

وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِّنْ قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِيْنَ سَخِرُوْا مِنْهُمْ مَّا كَانُوْا بِهٖ يَسْتَهْزِءُوْنَ ࣖ

Dan sungguh, beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad) telah diperolok-olokkan, sehingga turunlah azab kepada orang-orang yang mencemoohkan itu sebagai balasan olok-olokan mereka.

Diriwayatkan dari sahabat ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مِنَ الْكَبَائِرِ شَتْمُ الرَّجُلِ وَالِدَيْهِ

Termasuk dosa besar adalah seseorang mencaci maki kedua orang tuanya.”

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah seseorang bisa mencaci maki kedua orang tuanya?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

نَعَمْ يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ، وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ

Benar. Seseorang mencela bapak orang lain, lalu orang lain tersebut mencela bapaknya. Dan seseorang mencela ibu orang lain, lalu orang lain tersebut mencela ibunya.” (HR. Muslim no. 90)

– Menjelaskan suatu Masalah yang bisa Memicu Kesalahpahaman.

Dan ketika Shafiyah Radhiyallahu Anna (istri nabi) datang mengunjungi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan saat itu beliau sedang i’tikaf (di masjid) maka beliau pun bangkit untuk mengantarkannya hingga ke rumahnya.

Ketika itu ada dua orang dari kaum Anshar yang melihat. Maka beliau bersabda, “Jangan gegabah, sesungguhnya dia adalah Shafiyah binti Huyay.” Lalu keduanya berkata, “Mahasuci Allah, ya Rasulullah.”

Lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya syetan masuk kepada anak Adam melalui aliran darah, dan sungguh aku takut jika ia melemparkan kejahatan ke dalam hati kalian.”

Jadi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menutup yang membuat keduanya berburuk sangka, yaitu dengan mengabari mereka bahwa wanita itu adalah Shafiyah (istri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam).

– Larangan Ikhtilat

Beliau mengharamkan berduaan dengan wanita bukan mahram, bepergian dengannya serta melihat kepadanya dengan tanpa suatu keperluan, untuk memangkas sebab dan menutup sarana keburukan.

– Larangan Parfum bagi Wanita, Mengingatkan Imam dengan Subhanallah, menceritakan wanita lain kepada suaminya

Dan wanita dilarang keluar ke masjid dengan menggunakan parfum dan wewangian. Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam juga melarang wanita mengucapkan tasbih dalam shalat, karena adanya kesalahan imam, tetapi menjadikan mereka bertepuk tangan. Beliau juga melarang istri menceritakan wanita lain kepada suaminya, sehingga seakan-akan suaminya melihat (langsung) kepadanya.

– Larangan Membangun Masjid di Atas Kuburan

Beliau melarang membangun tempat-tempat ibadah di atas kuburan, dan melaknat pelakunya, melarang ditinggikannya kuburan, beliau memerintahkan agar kuburan itu diratakan dengan tanah. Beliau juga melarang mendirikan bangunan di atas kuburan, mengapurnya, menulisi (kaligrafi) di atasnya, juga melarang shalat kepadanya dan di sisinya. Dan semua itu dilakukan untuk menutup sarana bagi dijadikannya kuburan sebagai berhala-berhala.

– Larangan Shalat ketika Matarahari Terbit dan Tenggelam

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang shalat ketika matahari terbit dan terbenam, karena dua waktu itu adalah waktu orangorang kafir bersujud kepada matahari. Dengan shalat (pada waktu yang sama) merupakan bentuk penyerupaan terhadap mereka secara lahir, dan itu adalah sarana yang menghantarkan pada kesesuaian dan penyerupaan mereka secara batin.

Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam juga melarang shalat setelah shalat ashar dan shalat subuh, meskipun seseorang itu tidak menghadiri saat orang-orang kafir sujud kepada matahari, sebagai bentuk perhatian yang tinggi kepada syariat, penjagaan terhadap tauhid, serta menutup berbagai sarana yang memungkinkan dan menghantarkan kepada kemusyrikan.

– Larangan Memukulkan Kaki untuk Menampakkan Perhiasan

Dan Allah melarang para wanita, “Memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (An-Nuur: 31).

Sebab dengan memukulkan kaki akan menyebabkan terdengarnya suara binggel, sehingga mengakibatkan para lelaki tertarik kepadanya, karena itu Allah melarang mereka dari yang demikian.

– Perintah Menahan Pandangan

Allah juga memerintahkan para laki-laki dan wanita agar menahan pandangan mereka, sebab pandangan merupakan sarana kepada kecenderungan dan kecintaan yang ia bisa menjerumuskan pada hal-hal yang diharamkan.

– Larangan Mendahului Puasa Ramadhan.

Ia juga melarang kita mendahului puasa Ramadhan sehari atau dua hari, sebab hal itu akan menjadi sarana kepada penambahan puasa yang wajib, seperti yang dilakukan para Ahli Kitab.

– Larangan menyerupai Ahli Kitab dan orang-orang kafir.

Ia melarang menyerupai Ahli Kitab dan orang-orang kafir lainnya dalam banyak ayat Al-Qur’an, sebab penyerupaan secara lahir merupakan sarana penyerupaan secara batin, dan jika suatu petunjuk serupa dengan petunjuk lain maka hatinya pun akan serupa dengan hatinya. Karena itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk mereka”.


Pertemuan: 8 Sya’ban 1446 / 7 Februari 2025. 

Dalam Kitab I’lam al-Muwaqi’in ‘an Rabb il-‘Alamin – Ibn Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah menyebut ada 99 dalil masalah Saddudh Dhara’i.

Kaidah Fiqh mengatakan :

الوَسِيْلَةُ لَهَا أَحْكَامُ المَقَاصِدِ

Hukum wasilah tergantung pada tujuan-tujuannya. 

– Tidak adil terhadap anggota Keluarga.

Dan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan agar sama dalam hal pemberian kepada anak, beliau mengabarkan bahwa mengkhususkan sebagian anak dengan pemberian tertentu adalah suatu kezaliman yang tidak dibenarkan, juga tidak boleh orang memberikan kesaksian atasnya, dan memerintahkan agar orang yang menyaksikannya menolak hal tersebut, lalu beliau menasihatinya dan memerintahkannya agar bertakwa kepada Allah, menyuruhnya berlaku adil, sebab berbuat tidak adil kepada anak-anak merupakan sarana yang nyata dan dekat sekali bagi terjadinya permusuhan dan terputusnya tali silaturrahim di antara mereka, dan itulah yang tampak dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan seandainya As-Sunnah yang benar dan nyata itu -sehingga tak seorang pun yang menentangnya- tidak melarang hal tersebut, niscaya qiyas dan prinsip-prinsip syariah serta apa yang dikandungnya dari berbagai kemaslahatan dan penolakan terhadap kerusakan, pasti akan mengharamkannya.

– Larangan Ucapan Ra’ina (Beradab) karena mirip Ru’unah(Istilah Bodoh /Bullying). 

Termasuk dalam hal ini adalah Allah melarang para sahabat mengatakan ucapan ra’ina (Al-Baqarah: 104) kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, padahal yang mereka maksudkan adalah makna yang benar yakni penjagaan, agar orang-orang Yahudi tidak menggunakan kata tersebut sebagai sarana untuk mencela, dan agar tidak menyerupai mereka, juga agar Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak diajak bicara dengan kata-kata yang mengandung makna yang rusak.

– Mengkhianati Orang yang Telah Menghianatinya.

Termasuk dalam hal ini adalah bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang seseorang mengambil haknya dari orang yang mengkhianatinya dengan cara khianat pula, serta dengan mengingkari haknya, meskipun ia sesungguhnya hanya mengambil haknya atau malah kurang dari haknya yang semestinya. Karena itu, kepada orang yang bertanya tentang masalah tersebut beliau bersabda,

Tunaikanlah amanat orang yang mengamanatimu, dan jangan berkhianat kepada orang yang berkhianat kepadamu.

Sebab hal itu merupakan sarana berburuk sangka padanya, menisbatkan sifat khianat padanya, sedang orang itu tidak mungkin mempertahankan diri serta menyampaikan alasannya, padahal itu juga merupakan sarana yang menjadikan seseorang tidak puas dengan ukuran kebenaran dan sifatnya, sedangkan jiwa manusia biasanya selalu tidak merasa cukup dengan ukuran kebenaran.

– Menghususkan Bulan Rajab dan Hari Jum’at untuk Berpuasa

Termasuk dalam hal ini bahwa As-Sunnah menghukumi makruh mengkhususkan puasa pada bulan Rajab, juga pada hari Jum’at, agar hal tersebut tidak dijadikan sarana berbuat bid’ah dalam agama, yakni dengan mengkhususkan waktu tertentu untuk ibadah padahal tidak diperintahkan demikian oleh syariat.

Penjelasan lengkapnya silakan merujuk terjemah Kitab Ighotsatul Lahfan halaman 324-329.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم