بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

𝕂𝕒𝕛𝕚𝕒𝕟 ℝ𝕒𝕓𝕦 𝕄𝕒𝕝𝕒𝕞
Penceramah: Abu Abdillah Nefri bin ‘Ali bin Muhammad Sa’id, Lc. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Edisi: Rabu, 14 Jumadil Akhir 1445 / 27 Desember 2023


Sabar terhadap Pemimpin Diktator dan Semena-mena

Imam Al-Mawardi dalam al-Ahkam al-Sultaniah berkata: Urusan Imamah merupakan suatu yang menjelaskan tentang kepemimpinan dalam Islam yang bertugas menggantikan peran Nabi dalam memimpin setelah Nabi wafat. Imamah (kepemimpinan) juga dapat meneguhkan prinsip-prinsip agama termasuk di antaranya sesuatu yang menunjang kemaslahatan hidup sehingga
urusan umat tertata dengan baik sehingga melahirkan pemerintahannya yang unggul.

Asal pemimpin adalah ditaati. Sikap rakyat terhadap pemimpin adalah:

1. Sabar terhadap Penguasa.

Setiap orang merindukan sosok pemimpin adil, penguasa yang ideal, perhatian pada kemaslahatan rakyat, mendahulukan kepentingan bangsa atas dirinya, tegas dalam menegakkan kebenaran dan berani mencegah kemungkaran. Jika pemimpin itu sesuai harapan maka rakyat akan memuji dan menyanjungnya. Jika pemimpin itu tidak sesuai harapan, apalagi terkenal dengan kezhaliman dan ketidak adilan, rakyat akan berbalik menghujat, mencaci, membuli, kecuali orang-orang yang di beri Taufiq oleh Allah Zat Yang Maha Terpuji.

Kebanyakan rakyat hanya bisa menuntut pemimpin untuk berlaku adil dan mengimpikan pemimpin ideal. Namun mereka lupa bagaimana cara mewujudkan harapan itu menjadi nyata. Justru impian itu mereka wujudkan dengan kudeta, menggulingkan pemimpin yang ada dan berangan-angan akan datang pemimpin yang lebih baik setelahnya. Padahal bersabar itu jauh lebih utama, menghadapi penguasa yang tidak sesuai selera.

Allâh ﷻ menyebutkan kesabaran Nabi Musa alaihissalam dan umatnya atas kezaliman Fir’aun:

وَقَالَ الْمَلَاُ مِنْ قَوْمِ فِرْعَوْنَ اَتَذَرُ مُوْسٰى وَقَوْمَهٗ لِيُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ وَيَذَرَكَ وَاٰلِهَتَكَۗ قَالَ سَنُقَتِّلُ اَبْنَاۤءَهُمْ وَنَسْتَحْيٖ نِسَاۤءَهُمْۚ وَاِنَّا فَوْقَهُمْ قَاهِرُوْنَ

Dan para pemuka dari kaum Fir‘aun berkata, “Apakah engkau akan membiarkan Musa dan kaumnya untuk berbuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkanmu dan tuhan-tuhanmu?” (Fir‘aun) menjawab, “Akan kita bunuh anak-anak laki-laki mereka dan kita biarkan hidup anak-anak perempuan mereka dan sesungguhnya kita berkuasa penuh atas mereka.” (QS Al-A’raf ayat 127).

Perhatikan, orang-orang disekitar Fir’aun, para pembisik dan para mentrinya yang begitu zhalim, bagaimana kezhaliman Fir’aun sampai pada puncak kesyirikan, tidak hanya mengaku dirinya tuhan, tapi juga mengambil tuhan yang disembah selain Allah, dan ia bertekad untuk membunuh anak-anak bani Israil. Berkata Imam Hasan Al-Bashri Rahimahullah: “Dahulu Fir’aun mempunyai tuhan yang ia sembah secara diam-diam”. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir).

“Musa berkata kepada kaumnya: “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; diwariskan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa”.

Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka Sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami”. (QS. As-Sajadah: )

Saudaraku, perlu diketahui bahwa diantara Sunnatullah yang sudah Allah tetapkan dengan hikmah-Nya, munculnya sebagian pemimpin yang zhalim dan berkuasa atas kaum muslimin, menyelisihi aturan syari’at, arogan, tidak adil, mendahulukan kepentingan perut dan nafsunya diatas penderitaan rakyatnya.

Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda: “Akan datang keadaan yang dibenci dan perkara-perkara yang diingkari”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apa yang engkau kepada kami? Rasulullah ﷺ bersabda: “Tunaikan kewajiban kalian, dan mintalah hak kalian kepada Allah”. (HR Bukhori : 3603).

Berkata al-Qadhi ‘Iyadh Rahimahullah: “Maksud keadaan yang dibenci yaitu pemimpin yang terlalu mencintai dunia, mengutamakan kepentingan nya atas kepentingan kalian, mengutamakan orang lain atas kalian, dan tidak memberikan hak kalian”. (Masyaariqu al-Anwar 1/18).

Dari sahabat Huzaifah bin Al-Yaman Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Akan datang sepeninggalanku pemimpin-pemimpin yang tidak berhukum dengan petunjukku, dan tidak berjalan diatas Sunnahku. Dan akan ada diantara mereka figur berhati syaithan berwujud manusia”.

Kemudian Huzaifah Radhiyallahu’anhu berkata:
Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui masa itu? Rasulullah ﷺ bersabda; “Tetaplah engkau mendengar dan patuh kepada penguasa walaupun punggungmu dipukul dan hartamu diambil. Tetaplah mendengar dan taat” . (HR. Muslim (no. 1847).

Berkata Imam an-Nawawi Rahimahullah: “Hadis ini mendorong untuk mendengar dan taat walau penguasa itu zalim, tetap berikan hak ketaatan kepadanya, tidak memberontak, tidak membuat keributan, akan tetapi hendaklah ia merendahkan diri memohon kepada Allah untuk mengangkat kezhalimannya dan agar diperbaiki keadaannya”. (Syarah Shahih Muslim 12/232)

Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa kezhaliman penguasa, tidak menjadi penghalang bagi rakyat untuk bersabar, taat aturan yang tidak menyelisihi syariat dan tidak dibenarkan memberontak. Dari sahabat ‘Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk senantiasa bertakwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintahkan kalian adalah seorang budak dari Habasyah (Ethopia)”. (HR Ahmad :17144).

Suatu hal yang sangat ganjil jika orang arab dipimpin oleh orang ‘ajam berkulit hitam (Ethiopia). Maka hadist yang mulia ini isyarat bahwa tetap taat kepada penguasa walau kepemimpinan itu diperoleh dengan kecurangan, tidak jujur. Tetap taat demi menjaga keamanan negara dan kemaslahatan rakyat, serta menghindari kerusakan, hilangnya keaman dan tertumpahnya darah kaum muslimin.

Dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu’anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda: “Siapa yang benci sesuatu dari sikap penguasanya, maka hendaklah ia bersabar. Siapa yang keluar dari ketaatan kepada penguasa satu jengkal, maka ia wafat diatas satu cabang perangai jahiliyah”. (Bukhari (no. 7053) Muslim (no. 1849).

Dari Zubair bin ‘Adi Radhiyallahu’anhu, ketika orang-orang datang kepada sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu’anhu mengadukan kezhaliman Hajjaj bin Yusuf, maka Anas berkata, aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Bersabarlah kalian, sungguh tidaklah datang suatu zaman atas kalian, kecuali setelahnya lebih buruk dari zaman sebelumnya, sampai kalian bertemu Rabb kalian”. (HR. Bukhari (no. 7068).

Bersabar atas kezhaliman penguasa, senantiasa mendoakan hidayah dan kebaikan, merupakan prinsip besar dalam Islam. Itulah jalan menuju kejayaan, negri-negri akan senantiasa aman. Demikian sikap para ulama salaf pilihan, seperti tauladan kesabaran Imam Ahmad atas kezaliman penguasa disetiap pergantian kekuasaan.

Berkata Imam an-Nawawi (w. 676 H): “Adapun kudeta dan memerangi penguasa muslim Haram dengan Kesepakatan Ulama Islam, walaupun mereka fasiq dan zhalim. Sangat banyak hadist-hadist yang telah aku sebutkan, Ijma’ ahlu sunnah bahwa penguasa fasiq tidak boleh dikudeta”. (Syarah Shahih Muslim 12/229).

Para ulama mengatakan: “60 tahun dipimpin penguasa yang zalim lebih baik dari pada satu malam tanpa ada pemimpin. Dan realita telah membuktikan itu”. (Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah rahimahullah 28/391).

Penguasa adalah naungan Allah di muka bumi. ketika terjadi penyerangan musuh, kasus kezhaliman, akan sangat sulit dihadapi jika tidak ada penguasa.