بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Daurah Umsaeed Jum’at Pagi
Ustadz Abu Tsabit Hari Susanto 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
Messaied, 21 Rabi’ul awal 1445 / 6 Oktober 2023


https://www.assunnah-qatar.com/wp-content/uploads/2023/10/Riyadhusholihin-Bab-Sabar-Ustadz-Hari-Susanto.mp3?_=1

Riyadhus Shalihin – Bab Sabar

  Hadits Ke-32:

وَعَنْ أبي هَرَيرَةَ رَضي اللَّه عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قالَ : « يَقولُ اللَّهُ تَعَالَى: مَا لِعَبْدِي المُؤْمِنِ عِنْدِي جَزَاءٌ إِذَا قَبضْتُ صَفِيَّهُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا ثُمَّ احْتَسَبهُ إِلاَّ الجَنَّة » رواه البخاري

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: “Tidak ada balasan bagi seorang hambaKu yang mu’min di sisiKu, di waktu Aku mengambil -mematikan- kekasihnya dari ahli dunia, kemudian ia mengharapkan keridhaan Allah, melainkan orang itu akan mendapatkan syurga.” (Riwayat Bukhari)

Dalam hadis qudsi ini, Nabi -‘alaihi aṣ-ṣalām- mengabarkan bahwa siapa saja yang diuji dengan kehilangan orang yang dicintainya dari kalangan kerabatnya atau yang lainnya, jika ia bersabar terhadap kematian orang yang dikasihi dan dipilihnya, serta ia memandang bahwa orang itu memiliki hubungan yang kuat dengannya, seperti anak, saudara, paman, bapak, ibu atau teman, ketika Allah -‘Azza wa Jalla- mewafatkannya lalu orang itu mengharapkan rida Allah dan pahala-Nya, maka tidak ada balasan baginya selain Surga.

Berita tentang berlipat gandanya pahala bagi orang yang bersabar. Hal itu terdapat dalam firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” [QS. Az-Zumar: 10]

Sabar yang dimaksud adalah disaat seseorang terkena musibah tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya kesabaran sejati adalah saat pertama kali musibah terjadi” (HR. Al-Bukhari, I/ 430).

Bila ketabahan dan keteguhan hati muncul saat pertama kali seseorang diserang oleh hal-hal yang menyusahkannya, itulah yang disebut ketabahan yang sempurna. Ketabahan itulah yang pasti mendapatkan pahala. Adapun apabila gambaran musibah sudah mulai redup, sehingga jiwa seseorang mulai terhibur dan munculah ketabahan hatinya, maka itu adalah ketabahan yang bersifat naluriah, tidak akan mendapatkan pahala lagi”

  Hadits Ke-33:

وعَنْ عائشَةَ رضي اللَّهُ عنها أنَهَا سَأَلَتْ رسولَ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم عَن الطَّاعونِ ، فَأَخبَرَهَا أَنَهُ كَانَ عَذَاباً يَبْعَثُهُ اللَّه تعالى عَلَى منْ يَشَاءُ ، فَجَعَلَهُ اللَّهُ تعالَى رحْمةً للْمُؤْمنِينَ ، فَلَيْسَ مِنْ عَبْدٍ يَقَعُ في الطَّاعُون فَيَمْكُثُ في بلَدِهِ صَابِراً مُحْتَسِباً يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ يُصِيبُهُ إِلاَّ مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ إِلاَّ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ » رواه البخاري

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwasanya ia bertanya kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam perihal penyakit taun, lalu beliau memberitahukannya bahwa sesungguhnya ta’un itu adalah sebagai siksaan yang dikirimkan oleh Allah Ta’ala kepada siapa saja yang dikehendaki olehNya, tetapi juga sebagai kerahmatan yang dijadikan oleh Allah Ta’ala kepada kaum mu’minin. Maka tidak seorang hambapun yang tertimpa oleh taun, kemudian menetap di negerinya sambil bersabar dan mengharapkan keridhaan Allah serta mengetahui pula bahwa taun itu tidak akan mengenainya kecuali karena telah ditetapkan oleh Allah untuknya, kecuali ia akan memperoleh seperti pahala orang yang mati syahid.” (Riwayat Bukhari)

Makna Thoun, para ulama berbeda pendapat:
Sejenis penyakit tertentu, terdapat luka bernanah yang muncul pada siku, ketiak, tangan, jari, atau sekujur badan.
Wabah penyakit yang sifatnya umum, yang mematikan dan meluas, seperti halnya Pandemi Covid-19.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menolak dharar (mudharat/bahaya) dan dhirâr (menimbulkan bahaya) tanpa alasan yang benar.

عَنْ  أَبِـيْ  سَعِيْدٍ سَعْدِ بْنِ مَالِكِ بْنِ سِنَانٍ الْـخُدْرِيِّ  رَضِيَ اللهُعَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّـى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

Dari Abû Sa’îd Sa’d bin Mâlik bin Sinân al-Khudri Radhyallahu anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.” [HR Daruquthni, Hakim dan Ahmad].

Melakukan sesuatu yang membahayakan atau merusak kehormatan, harta atau jiwa kaum Muslimin adalah tindakan kezhaliman yang diharamkan oleh Allâh Azza wa Jalla .

Maka, jika ada musibah penyakit, maka harus menahan diri dengan kesabaran. Bagi seorang Mukmin, maka musibah tersebut menjadi rahmat dengan kesabarannya. Namun sebaliknya, bagi orang-orang yang fasik, musibah akan membawa bencana.

Perlu muhasabah, apakah musibah yang datang berupa teguran, ujian ataukah azab.

  Hadits Ke-34:

وعَنْ أَنسٍ رضي اللَّه عنه قال : سَمِعْتُ رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يقولُ : « إنَّ اللَّه عَزَّ وجَلَّ قَالَ : إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبدِي بحبيبتَيْهِ فَصبَرَ عَوَّضْتُهُ مِنْهُمَا الْجنَّةَ » يُريدُ عينيْه ، رواه البخاريُّ

Dari Anas radhiyallahu anhu, katanya: “Saya mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Sesungguhnya Allah ‘Azzawajalla berfirman: “Jikalau Aku memberi cobaan kepada hambaKu dengan melenyapkan kedua matanya -yakni menjadi buta, kemudian ia bersabar, maka untuknya akan Kuberi ganti syurga karena kehilangan keduanya yakni kedua matanya itu.” (Riwayat Bukhari)

“Dalam hadits di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan dengan kedua mata karena mata sangatlah dicintai. Lihatlah jika seseorang kondisinya seperti itu dan ia mau bersabar, balasannya adalah surga. Kenikmatan dunia tentu kalah jauhnya dengan kenikmatan akhirat yang kelak. Allah menguji hamba-Nya pada penglihatannya bukan karena kurangnya ilmu Allah, namun Allah ingin menampakkan bagaimanakah kesabaran hamba tersebut. Pahala tentu saja tergantung pada besarnya kesulitan yang diderita.” (Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhis Sholihin, hal. 36)

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menasehatkan, “Mata itu adalah anggota tubuh yang amat dicintai. Jika Allah mengambilnya dan seseorang itu mau bersabar dan mengharap ganjaran, maka ia akan mendapat ganti surga. Surga itu sudah sama nilainya dengan seluruh kenikmatan dunia“. (Syarah Riyadhus Shalihin).

Kesabaran yang tinggi dan menimpa seseorang hingga menjadi buta, menunjukkan tingkat keimanan yang tinggi.

Hadits ini juga menunjukkan besarnya rahmat Allâh ﷻ. Karena semua anggota badan akan melemah pada akhirnya. Dan jika nikmat Allâh ﷻ kedua mata diambil dan seseorang bersabar, maka itu nikmat besar karena gantinya adalah surga.

  Hadits Ke-35:

وعنْ عطاءِ بْن أَبي رَباحٍ قالَ : قالَ لِي ابْنُ عبَّاسٍ رضي اللَّهُ عنهُمَا ألا أريكَ امْرَأَةً مِن أَهْلِ الجَنَّة ؟ فَقُلت : بلَى ، قَالَ : هذِهِ المْرأَةُ السوْداءُ أَتَتِ النبيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم فقالَتْ : إِنِّي أُصْرَعُ ، وإِنِّي أَتكَشَّفُ ، فَادْعُ اللَّه تعالى لِي قَالَ : « إِن شئْتِ صَبَرْتِ ولكِ الْجنَّةُ، وإِنْ شِئْتِ دعَوْتُ اللَّه تَعالَى أَنْ يُعافِيَكِ » فقَالتْ : أَصْبرُ ، فَقالت : إِنِّي أَتَكشَّفُ ، فَادْعُ اللَّه أَنْ لا أَتكشَّفَ ، فَدَعَا لَهَا . متَّفقٌ عليْهِ

Dari ‘Atha’ bin Abu Rabah, katanya: “Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma mengatakan padaku: “Apakah engkau suka saya tunjukkan seorang wanita yang tergolong ahli syurga?” Saya berkata: “Baiklah.” Ia berkata lagi: “Wanita hitam itu pernah datang kepada Nabi shalallahu alaihi wasalam lalu berkata: “Sesungguhnya saya ini terserang oleh penyakit ayan dan oleh sebab itu lalu saya membuka aurat tubuhku. Oleh karenanya haraplah Tuan mendoakan untuk saya kepada Allah -agar saya sembuh.” Beliau shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Jikalau engkau suka hendaklah bersabar saja dan untukmu adalah syurga, tetapi jikalau engkau suka maka saya akan mendoakan untukmu kepada Allah Ta’ala agar penyakitmu itu disembuhkan olehNya.” Wanita itu lalu berkata: “Saya bersabar,” lalu katanya pula: “Sesungguhnya karena penyakit itu, saya membuka aurat tubuh saya. Kalau begitu sudilah Tuan mendoakan saja untuk saya kepada Allah agar saya tidak sampai membuka aurat tubuh itu.” Nabi shalallahu alaihi wasalam lalu mendoakan untuknya -sebagaimana yang dikehendakinya itu.” (Muttafaq ‘alaih)

Perhatikanlah … betapa tingginya keimanan wanita ini. Ia berusaha menjaga hak-hak Allah dalam dirinya. Tak lupa pula mempelajari ilmu agama-Nya. Meski ditimpa penyakit, ia tidak putus asa akan rahmat Allah dan bersabar terhadap musibah yang menimpanya. Sebab ia mengetahui itu adalah sesuatu yang diwajibkan oleh Allah. Bahwasanya tak ada suatu musibah apapun yang diberikan kepada seorang mukmin yang sabar kecuali akan menjadi timbangan kebaikan baginya pada hari kiamat nanti.

Fawaid:

  • Jika seseorang betul-betul bersabar, maka pahalanya adalah surga.
  • Seseorang boleh meninggalkan berobat, hukum berobat mubah.
  • Mengobati dengan do’a sembari menjalani sebab-sebab kesembuhan.

Dalam surat Asy Syuara Ayat 80 disebutkan,

وَاِذَا مَرِضۡتُ فَهُوَ يَشۡفِيۡنِۙ‏,

“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.”

  • Hadits di atas menunjukkan sifat yang mulia yang dimiliki sahabat. Dalam hal ini adalah sifat malu.

Su’airah telah memberikan pelajaran penting bagi para wanita yang membuka auratnya, bahwa hendaknya mereka bersyukur kepada Allah ta’alla atas nikmat kesehatan yang telah dilimpahkan kepada mereka. Berpegang dengan hijab yang syar’i adalah jalan satu-satunya untuk menuju kemuliaan dan kemenangan hakiki, karena ia adalah mahkota kehormatannya. Dalam permintaannya, Su’airah hanya meminta agar penyakit yang membuatnya kehilangan kesadarannya itu tidak menjadi sebab terbukanya auratnya, padahal dalam keadaan itu pena telah diangkat darinya! Akan tetapi, ia tetap berpegang dengan hijab dan rasa malunya!

  Hadits Ke-36:

وعنْ أَبي عبْدِ الرَّحْمنِ عبْدِ اللَّه بنِ مسْعُودٍ رضيَ اللَّه عنه قَال : كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلى رسولِ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يحْكيِ نَبيّاً من الأَنْبِياءِ ، صلواتُ اللَّهِ وسَلاَمُهُ عَليْهم ، ضَرَبُهُ قَوْمُهُ فَأَدْمـوْهُ وهُو يمْسحُ الدَّم عنْ وجْهِهِ ، يقُولُ : « اللَّهمَّ اغْفِرْ لِقَوْمي فإِنَّهُمْ لا يعْلمُونَ » متفقٌ عَلَيْه

Dari Abu Abdur Rahman, yaitu Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu katanya: “Seakan-akan saya melihat kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam sedang menceritakan tentang seorang Nabi dari sekian banyak Nabi-nabi shalawatullah wa salamuhu ‘alaihim. Beliau dipukuli oleh kaumnya, sehingga menyebabkan keluar darahnya dan Nabi tersebut mengusap darah dari wajahnya sambil mengucapkan: “Ya Allah ampunilah kaumku itu, sebab mereka itu memang tidak mengerti.” (Muttafaq ‘alaih)

Hadits ini menunjukkan kesabaran para Nabi. Mereka tidak cepat naik darah, jika masalah kepribadiannya maka Nabi tidak membalas, akan tetapi sebaliknya jika agama yang dihina maka Nabi ﷺ akan membalas.

Ini adalah pelajaran yang sangat dalam dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, bahwa secara asal tindakan terhadap orang-orang-orang awam yang hanya ikut-ikutan, bukanlah dengan kekerasan, tetapi dengan sikap lemah lembut, dengan lapang dada, pemaaf dan kasih sayang kepada mereka karena kejahilan mereka.

Pada saat Nabi berdakwah kepada kaum yang masih keluarganya di daerah Tha’if, beliau dilempari dengan batu oleh mereka sehingga beliau berdarah, bahkan malaikat yang Allah perintahkan menjaga gunung menampakkan dirinya seraya berseru,

يَا مُحَمَّدُ إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمْ الْأَخْشَبَيْنِ

Wahai Muhammad! Jika engkau mau, aku bisa menimpakan Akhsabain (Dua gunung besar di Makkah).

Nabi menjawab,

بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا

“(Tidak) namun aku berharap supaya Allah azza wa jalla melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apa pun jua”. (HR. Imam al-Bukhâri dan Imam Muslim).