بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab: 𝕀𝕘𝕙𝕠𝕥𝕤𝕒𝕥𝕦𝕝 𝕃𝕒𝕙𝕗𝕒𝕟 𝕄𝕚𝕟 𝕄𝕒𝕤𝕙𝕠𝕪𝕚𝕕𝕚𝕤𝕪 𝕊𝕪𝕒𝕚𝕥𝕙𝕒𝕟
(Penolong Orang yang Terjepit – Dari Perangkap Syaitan)
Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: 17 Rabi’ul Awal 1446 / 20 September 2024
Bab 13 – 26: PERBEDAAN ANTARA ZIARAH KUBUR AHLI TAUHID DAN ORANG-ORANG MUSYRIK
1. Ziarah Kubur Ahli Tauhid:
Adapun maksud ziarah kubur ahli tauhid adalah tiga hal:
– Pertama, untuk mengingat mati, mengambil i’tibar dan pelajaran. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengisyaratkan hal tersebut dalam sabdanya:
زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الآخِرَةَ
“Lakukanlah ziarah kubur karena hal itu lebih mengingatkan kalian pada akhirat (kematian).” (HR. Muslim no. 976, Ibnu Majah no. 1569, dan Ahmad 1: 145).
– Kedua, berbuat baik kepada si mayit dan agar hal itu tidak terlalu lama masanya, sehingga ia ditinggalkan dan dilupakan. Sebagaimana bila seseorang meninggalkan berziarah kepada orang yang masih hidup dalam masa yang lama, niscaya hal itu membuatnya lupa. Jika ia berziarah kepada orang yang hidup, tentu orang yang diziarahinya akan senang dan bersuka cita dengan ziarahnya, maka lebih-lebih yang diziarahi itu orang yang telah mati, ia akan sangat bersuka cita. Sebab ia telah berada di tempat yang ditinggalkan oleh keluarga, saudara dan handai taulannya. Karena itu, jika ia berziarah kepadanya dan memberinya suatu hadiah berupa doa, shadaqah atau suatu qurbah (pendekatan diri) kepada Allah, maka bertambah-tambahlah kebahagiaan dan suka citanya, sebagaimana orang hidup berbahagia dan senang dengan orang yang menziarahinya dan memberinya hadiah.
Bahasan Alam ghaib Diperlukan Dalil :
🏷️ Ini adalah pendapat beliau tentang apakah mayit bisa mendengar apa tidak orang yang menziarahinya. Termaktub dalam kitab Ar-Ruh. Dan sebagian besar ulama tidak setuju dengan pendapat beliau karena mengqiyaskan dengan orang hidup dan mati dan banyak dalil orang mati tidak bisa mendengar orang yang hidup.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:
إِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى
“Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar” (QS. An Naml: 80)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman:
فَإِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى
“Sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar” (QS. Ar Ruum: 52)
Juga firman-Nya:
وَمَا أَنتَ بِمُسْمِعٍ مَّن فِي الْقُبُورِ
“Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar” (QS. Fathir: 22)
Adapun mayat yang mendengar suara langkah orang yang mengantarnya (ketika berjalan meninggalkan kuburnya) setelah dia dikubur, maka itu adalah pendengaran khusus yang ditetapkan oleh nash (dalil), dan tidak lebih dari itu (tidak lebih dari sekedar mendengar suara terompah mereka), karena hal itu diperkecualikan dari dalil-dalil yang umum yang menunjukkan bahwa orang yang meninggal tidak bisa mendengar (suara orang yang masih hidup). Wallohu’alam. (Fatawa Li Al- Lajnah Ad-Da’imah I/151-152 dari Fatwa no. 7366).
Apakah Mayit mengenal orang yang menziarahi?
Ulama berbeda pendapat karena berbeda dalam menilai hadits yang menjadi landasannya:
مَا مِنْ أَحَدٍ مَرَّ بِقَبْرِ أَخِيْهِ الْمُؤْمِنِ كَانَ يَعْرِفُهُ فِي الدُّنْيَا فَسَلَّمَ عَلَيْهِ، إِلَّا عَرَفَهُ وَرَدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ
“Tidaklah seseorang melewati kuburan saudaranya yang beriman, yang ia kenal di dunia lalu memberi salam, melainkan ia (si mayit) juga mengenalnya dan menjawab salamnya.” [HR. Ibnu Abdulbarr].
Status Hadits
Hadits ini sebagian menshahihkannya dan sebagian mendhoifkan seperti Syaikh Al Bani dalam silsilah adhoifah , Ibnu Rajab dalam Ahwal al Qubur bahkan menyebut hadits mungkar dan Ibnul Jauzy rahimahumullah.
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mensyariatkan kepada orang-orang yang berziarah agar berdoa untuk ahli kubur dengan memohon ampunan, rahmat dan kesentosaan bagi mereka. Tetapi beliau tidak mensyariatkan agar berdoa kepada para ahli kubur, atau menjadikan mereka sebagai perantara dalam berdoa, juga agar tidak shalat di sisi mereka.
Yang bisa diamalkan adalah doa berikut ini,
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
ASSALAMU ’ALAIKUM AHLAD-DIYAAR MINAL MU’MINIIN WAL MUSLIM, WA INNA INSYAA ALLOOHU BIKUM LA-LAAHIQUUN, WA AS-ALULLOOHA LANAA WALAKUMUL ‘AAFIYAH.
“Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, wahai penghuni kubur, dari (golongan) orang-orang beriman dan orang-orang Islam. Kami insya Allah akan menyusul kalian, saya meminta keselamatan untuk kami dan kalian.”
Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan para sahabat ketika keluar menuju kubur dengan membaca doa di atas. Hadits di atas dari Sulaiman bin Buraidah, dari bapaknya. (HR. Muslim, no. 975)
– Ketiga, berbuat baik kepada diri sendiri dengan mengikuti Sunnah dalam berziarah, serta menetapi apa yang disyariatkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di dalamnya sehingga berarti ia berbuat baik kepada dirinya sendiri dan kepada orang yang ia ziarahi.
Keutamaan ini khusus hanya ziarah kubur yang dekat. Adapun memaksakan bepergian hanya untuk ziarah, maka ini dilarang.
Dalam hadits muttafaqun ‘alaih, dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ، وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ – صلى الله عليه وسلم – وَمَسْجِدِ الأَقْصَى
“Tidaklah pelana itu diikat –yaitu tidak boleh bersengaja melakukan perjalanan (dalam rangka ibadah ke suatu tempat)- kecuali ke tiga masjid: masjidil haram, masjid Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan masjidil aqsho” (HR. Bukhari 1189 dan Muslim no. 1397).
2. Ziarah Orang-orang Musyrik
Adapun ziarah orang-orang musyrik maka ia berasal dari para penyembah berhala. Mereka berkata, “Mayit yang diagungkan, yang ruhnya memiliki kedekatan, kedudukan dan keistimewaan di sisi Allah, masih saja diberi nikmat oleh Allah, ruhnya dilimpahi-Nya berbagai kebajikan. Karena itu, jika si peziarah menggantungkan dan mendekatkan ruhnya dengan ruh si mayit tersebut, maka akan mengimbaslah nikmat itu melalui ruh si mayit tersebut. Sebagaimana cermin yang bersih dan air yang jernih memantulkan bayangan tubuh yang berada di hadapannya.”
Karena itu mereka berkata, “Ziarah yang sempurna yaitu peziarah harus menghadapkan segenap ruh dan hatinya kepada si mayit, mengkonsentrasikan diri kepadanya sepenuhnya, menetapkan niat dan segenap tujuannya kepadanya, dengan tidak berpaling sedikit pun kepada selainnya, dan sebesar keinginan serta konsentrasi hati kepadanya, sebesar itu pula manfaat yang bakal diperolehnya!”
Shalawat kepada Nabi ﷺ disampaikan Oleh Malaikat
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : «إنَّ لله ملائكةً سَيَّاحين في الأرضِ يُبَلِّغوني مِن أُمَّتِي السَّلامَ».
[صحيح] – [رواه النسائي وأحمد والدارمي]
Dari Abdullah bin Mas’ud -raḍiyallāhu ‘anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki para malaikat yang berkelana di bumi untuk menyampaikan kepadaku ucapan salam dari umatku.”
[Hadis sahih] – [Diriwayatkan oleh Nasā`i – Diriwayatkan oleh Ahmad – Diriwayatkan oleh Dārimi]
Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- mengabarkan dalam hadis ini bahwa Allah -Ta’ālā- memiliki para malaikat yang banyak berkelana di muka bumi. Jika ada seorang dari umat ini mengucapkan salam kepada Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, maka mereka menyampaikannya kepada Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- dengan berkata kepada beliau, “Sesungguhnya si fulan menyampaikan salam kepadamu.”
Ziarah semacam ini telah disebutkan oleh Ibnu Sina, Al-Farabi dan lainnya. Dan secara terang-terangan dinyatakan pula oleh para penyembah bintang-bintang. Mereka mengatakan bahwa jika jiwa yang memohon bergantung dengan ruh-ruh yang tinggi, maka akan dicurahkanlah cahaya daripadanya. Dan karena rahasia ini pula sehingga bintang-bintang disembah, lalu dibuatkan haikal-haikal untuknya, dikarangkan bentuk-bentuk permohonan kepadanya, juga dibuatkan patung-patung visualnya. Dan karena alasan yang sama pulalah sehingga menjadikan para penyembah kuburan membuat perayaan-perayaan di kuburan, membuatkan tabir-tabir untuknya, menyalakan lampu-lampu serta mendirikan tempat ibadah di atasnya. Padahal itulah yang dituju Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam agar dihancurkan sama sekali, dan agar dipangkas segala yang mengakibatkan kepada hal-hal tersebut.
Lalu orang-orang musyrik menghalangi jalannya dan menolak tujuannya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berada di suatu pihak dan mereka berada di pihak lain.
Apa yang dilakukan orang-orang penyembah kuburan dalam ziarah kubur, hal yang sama itulah yang dilakukan oleh orang-orang musyrik, yakni meminta syafa’at yang mereka kira bahwa tuhan-tuhan mereka itu bermanfaat bisa memberi syafa’at kepada mereka di sisi Allah Ta’ala.
Syafa’at Itu Ada Dua Macam.
1. Syafa’at Tsabitah Shahihah (yang tetap dan benar), yaitu yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala dalam kitab-Nya atau yang ditetapkan oleh RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syafa’at ini hanya bagi Ahlut Tauhid wal Ikhlas, karena Abu Hurairah pernah bertanya kepada Nabi :
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafa’at baginda ?“. Beliau menjawab :
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ
“Orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang orang yang mengatakan Laa ilaaha illallah secara ikhlas (murni) dari kalbunya“.
Syafa’at ini bisa diperoleh dengan adanya tiga syarat :
1. Keridhaan Allah terhadap yang memberi syafa’at (syafi’)
2. Keridhaan Allah terhadap yang diberi syafa’at (masyfu’ lahu)
3. Izin Allah Ta’ala bagi syafi’ untuk memberi syafa’at.
Syarat-syarat ini secara mujmal terdapat dalam firman Allah Ta’ala.
وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَىٰ
“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa’at mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai(Nya)“. [An-Najm/53 : 26]
Kemudian diperinci oleh firmanNya.
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ
“Siapakah yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya” [Al-Baqarah/2 : 255]
يَوْمَئِذٍ لَا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَٰنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلًا
“Pada hari itu tidak berguna syafa’at,kecuali (syafa’at) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya dan Dia telah meridhai perkataanNya“. [Thaha/20 : 109]
وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَىٰ
“Mereka tidak bisa memberi syafa’at kecuali kepada orang yang diridhai oleh Allah“. [Al-Anbiya/21 : 28]
2. Syafa’ah Bathilah (syafa’at yang batil).
Yaitu syafa’at yang tidak akan bisa memberi manfaat. Itulah syafa’at yang jadi anggapan orang-orang musyrik berupa syafa’at dari ilah-ilah mereka yang dianggap bisa menyelamatkan mereka di sisi Allah Azza wa Jalla. Syafa’at ini sama sekali tidak akan memberikan manfaat kepada mereka. Allah Ta’ala berfirman.
فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ
“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa’at dari orang-orang yang memberikan syafa’at“.[Al-Muddatsir/74 : 48]
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم