بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab: 𝕀𝕘𝕙𝕠𝕥𝕤𝕒𝕥𝕦𝕝 𝕃𝕒𝕙𝕗𝕒𝕟 𝕄𝕚𝕟 𝕄𝕒𝕤𝕙𝕠𝕪𝕚𝕕𝕚𝕤𝕪 𝕊𝕪𝕒𝕚𝕥𝕙𝕒𝕟
(Penolong Orang yang Terjepit – Dari Perangkap Syaitan)
Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, BA 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: 16 Shafar 1445 / 1 September 2023

Setelah memuji Allâh dan bersyukur atas nikmat yang Allâh ﷻ karuniakan kepada kita, Ustadz memulai kajian dengan mengingatkan kita akan karunia Allâh ﷻ yang telah diberikan kepada kita berupa kesehatan dan kesempatan untuk menuntut ilmu.

Melanjutkan kajian Kitab ini, pada pertemuan kali ini Ustadz memuraja’ah kajian sebelumnya.

PEMBAGIAN HATI : SEHAT, SAKIT DAN MATI

Baik buruknya seseorang sangat tergantung pada hatinya. Jika hatinya lurus, maka perilakunya juga baik, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, sepantasnya seseorang selalu memperhatikan dan memperbaiki hatinya, jika dia menginginkan kebaikan untuk dirinya dan orang lain.

Hati manusia itu bermacam-macam. Ada qalbun salîm (hati yang selamat; sehat); qalbun mayyit (hati yang mati); dan qalbun marîdh (hati yang sakit). Inilah sedikit perincian tentang hal ini.

  • Hati yang sehat: Orang-orang yang memilik hati ini akan selamat pada hari kiamat, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla:

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ ﴿٨٨﴾ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tiada lagi berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allâh dengan hati yang bersih. [Asy-Syu’ara’/26: 88-89].

Disebut qalbun salîm (hati yang selamat; sehat) karena sifat selamat dan sehat telah menyatu dengan hatinya. Di samping, ia juga merupakan lawan dari hati yang sakit.

  • Hati yang mati, hati yang kosong dari kehidupan. Ia tidak mengetahui Rabbnya, apalagi beribadah kepada-Nya. Ia selalu menuruti keinginan nafsu dan kesenangan dirinya, meskipun akibatnya ia akan dimurkai dan dibenci Allâh Azza wa Jalla . Ia tidak peduli dengan apapun, yang penting bagi dia adalah keinginan dan syahwatnya terpenuhi.
  • Yang ketiga adalah hati yang hidup tetapi sakit. Ia memiliki dua unsur yang saling tarik-menarik. Ketika ia berhasil memenangkan pertarungan itu, berarti di dalam hatinya sedang ada rasa cinta kepada Allâh, keimanan, keikhlasan dan tawakal kepada-Nya. Itulah nutrisi kehidupan hati.

PEMBAGIAN OBAT PENYAKT HATI: ALAMIAH DAN SYAR’IYAH.

Pembagian obat yang syar’i adalah iman melalui Al-Qur’an. Bahwa sesungguhnya Al-Quran itu merupakan penyembuh dan rahmat bagi kaum mukminin. Yaitu menghilangkan segala hal berupa keraguan, kemunafikan, kesyirikan, penyimpangan, dan penyelisihan yang terdapat dalam hati. Al-Qur’an-lah yang menyembuhkan itu semua.

Firman Allah menyebutkan:

وننَزِّلُ مِنَ القرآنِ مَا هُوَ شفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِّـلْمُؤْمِنِيْنَ، وَلاَ يَزيْدُ الظالِمِيْنَ إلاَّ خَساراً

“Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS Al Isra’ [17]: 82).

Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan ayat ini bahwa Al-Quran mengandung penyembuh dan rahmat. Namun hal ini tidak berlaku untuk semua orang, hanya bagi orang-orang beriman yang memang membenarkan ayat-ayat-Nya dan berilmu dengannya.

Adapun orang-orang zalim, yang tidak membenarkan dan tidak mengamalkannya, maka ayat- ayat tersebut tidaklah menambah baginya kecuali kerugian.

Adapun obat-obatan non syar’i ditujukan untuk mengobati penyakit fisik yang sudah diketahui penyebab-penyebabnya.

HIDUP DAN BERSINARNYA HATI ADALAH MODAL SEGALA KEBAIKAN DAN MATI SERTA GELAPNYAH ADALAH MODAL SEGALA KEBURUKAN

Dasar segala kebaikan dan kebahagiaan hamba, bahkan setiap makhluk hidup adalah kesempurnaan hidup dan cahayanya. Hidup dan cahaya adalah modal segala kebaikan.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan kami berikan kepadanya cahaya yang terang yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya?” (Al-An’am: 122).

Allah menghimpun dua dasar fundamental: Kehidupan dan cahaya. Hidup akan melahirkan kekuatan; kekuatan pendengaran, penglihatan, malu, ‘iffah (menahan diri dari yang diharamkan), keberanian, kesabaran dan segenap akhlak mulia lainnya. Juga ia akan melahirkan kecintaan pada kebaikan dan benci keburukan. Semakin kuat hidup seseorang semakin kuat pula sifat-sifat di atas. Sebaliknya, jika hidupnya lemah maka lemah pula sifat-sifat itu pada dirinya.

Do’a yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ agar hati mendapatkan cahaya:

اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي لِسَانِي نُورًا وَاجْعَلْ فِي سَمْعِي نُورًا وَاجْعَلْ فِي بَصَرِي نُورًا وَاجْعَلْ مِنْ خَلْفِي نُورًا وَمِنْ أَمَامِي نُورًا وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِي نُورًا وَمِنْ تَحْتِي نُورًا اللَّهُمَّ أَعْطِنِي نُورًا

Allahumma ij’al fi qalbii nuuran wa fii sam’ii nuuran wa fii basharii nuuran wa fii khalfii nuuran wa an syimalii nuran wa amamii nuran wa ‘an yaminii nuuran wa fauqii nuran wa tahtii nuran, waj’al lii nuuran.

“Ya Allah, berilah cahaya di hatiku, cahaya di telingaku, cahaya di mataku, cahaya di belakangku, dan cahaya di kiriku, cahaya di depanku, cahaya di kananku, cahaya di atasku, cahaya di bawahku, berilah aku cahaya.” ( HR. Muslim)”

Doa itu tentu sangat baik dan bagus untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari kita, kapan pun dan di mana pun.

KEHIDUPAN DAN SEHATNYA HATI TIDAK AKAN DIDAPAT KECUALI DENGAN MENGETAHUI, MENGINGINKAN DAN MENGUTAMAKAN KEBENARAN DARIPADA YANG LAIN

Hati memiliki dua kekuatan:

  • Pertama, kekuatan ilmu dan pembeda.
  • Kedua, kekuatan keinginan dan cinta.

Kesempurnaan dan kebaikan hati bisa dicapai dengan menggunakan dua kekuatan tersebut untuk hal-hal yang bermanfaat baginya, serta untuk kebaikan dan kebahagiaannya.

Jadi, kesempurnaan hati terletak pada kekuatan ilmu dalam mengetahui dan memahami kebenaran, serta dalam membedakan antara kebenaran itu dengan kebatilan.

Juga dengan menggunakan kekuatan keinginan dan cinta dalam mencari dan mencintai kebenaran serta dalam mengutamakan kebenaran daripada kebatilan. Siapa yang tidak mengetahui kebenaran maka dia tersesat. Siapa yang mengetahui kebenaran tapi mengutamakan yang lain daripadanya maka dia adalah orang yang mendapat murka. Dan siapa yang mengetahui kebenaran lalu mengikutinya maka dia adalah orang yang mendapat kenikmatan.

Kebenaran dalam hal ini adalah Tauhid Uluhiyah. Yaitu mengesakan seluruh bentuk ibadah kepada Allah, seperti berdo’a, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernadzar, harapan dalam cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

TIDAK ADA KEBAHAGIAAN, KELEZATAN, KENIKMATAN DAN KEBAIKAN HATI MELAINKAN JIKA ALLAH SEBAGAI TUHANNYA, PENCIPTANYA YANG MAHAESA, SEMBAHANNYA, PUNCAK TUJUANNYA DAN YANG PALING DICINTAINYA DARIPADA YANG LAIN

Semua mengetahui bahwa setiap yang hidup -selain Allah Subhanahu wa Ta’ala-, baik malaikat, manusia, jin atau hewan sangat menghajatkan untuk mendapatkan apa yang bermanfaat baginya serta menolak apa yang membahayakan dirinya. Dan itu tidak akan bisa dicapai secara sempurna kecuali dengan memiliki gambaran yang jelas tentang apa yang bermanfaat dan apa yang membahayakan tersebut. Manfaat adalah suatu jenis kenikmatan dan kelezatan, sedang bahaya adalah suatu jenis dari kesakitan dan siksa.

Allah Ta’ala adalah Dzat yang wajib menjadi tujuan, yang diminta dan yang dicari, yang diharapkan WajahNya, yang dicari kedekatan-Nya, yang diminta keridhaan-Nya dan Dialah yang menolong mendapatkan semua hal tersebut.

AL-QUR’AN MENGANDUNG OBAT DAN PENAWAR HATI DARI BERBAGAI PENYAKIT

Allah befirman,

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalan dada.” (Yunus: 57).

“Dan Kami turunkan dan Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman,” (Al-Israa’: 82).

Telah dijelaskan di muka bahwa penyakit-penyakit hati itu dapat disimpulkan berupa syubhat dan syahwat. Al-Qur’an adalah obat dari kedua macam penyakit itu. Di dalamnya terdapat keterangan dan dalil yang menjelaskan tentang kebenaran dan kebatilan.

Karena itu menjadi hilanglah penyakit-penyakit syubhat yang merusak ilmu, pandangan dan pengetahuan, kemudian menjadi tampaklah segala sesuatu sesuai dengan hakikatnya.

ZAKATNYA HATI

Secara bahasa zakat berarti tumbuh dan bertambah dalam kebaikan, juga berarti kesempurnaan sesuatu.

Allah befirman, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.” (At-Taubah: 103).

Dua hal, yakni pertumbuhan dan kebersihan dikumpulkan karena keterikatan satu dengan yang lain.

Zakatnya hati adalah menjaga pandangan. Sebagaimana badan, jika ia dikosongkan dari berbagai kotoran akan menjadi murnilah kekuatan alamiahnya sehingga dia menjadi ringan, lalu ia mampu bekerja tanpa penghalang dan kendala, dan badan pun tumbuh sehat, maka demikian pula dengan hati jika ia bebas dari berbagai dosa dengan taubat, ia berarti bebas dari kotoran, sehingga menjadi murnilah kekuatan hati dan keinginannya pada kebaikan.

KEBERSIHAN HATI DARI KOTORAN DAN NAJIS

Zakat (pertumbuhan) hati tidak akan tercapai kecuali dengan kebersihan.

Allah befirman, “Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah.” (Al-Muddatstsir: 1-4).

Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu berkata, “Seandainya hati kita bersih, niscaya tidak akan pernah kenyang dengan firman-firman Allah.”

Karena itu, hati yang bersih -karena kesempurnaan kehidupan, cahaya dan bersihnya dari berbagai kotoran dan keburukan-, tidak akan pernah kenyang dengan Al-Qur’an. la tidak akan makan kecuali dengan hakikat-hakikatnya, tidak akan berobat kecuali dengan obat-obatan yang telah disediakannya.

TANDA-TANDA HATI YANG SAKIT DAN YANG SEHAT

Tanda-tanda hati yang sehat

  • Hati yang sehat selalu mengutamakan hal yang bermanfaat
  • Mengutamakan akhirat daripada dunia
  • Bertaubat kepada Allah dan menggantungkan hidupnya kepada-Nya
  • Selalu ingat kepada Allah dan tidak bosan dalam beribadah kepada-Nya
  • Bersedih apabila terluput dari wirid, lebih sedih daripada kehilangan harta. Yaitu Dzikir-dzikir baik yang mutlak maupun muqoyad.

Tanda-tanda hati yang sakit

  • Tidak mengenal Allah, tidak mencintai-Nya, tidak merindukan perjumpaan dengan-Nya, dan tidak mau kembali ke jalan-Nya, serta lebih suka mengikuti hawa nafsu
  • Tidak merasa sakit (tidak merasa tersiksa) dengan kebodohannya (ketidaktahuannya) akan kebenaran. Berbeda dengan hati yang sehat, yang akan merasa sakit dengan datang syubhat (ketidak-jelasan) pada dirinya
  • Hati yang sakit cinta pada dunia, senang tinggal di dunia, tidak merasa asing di dunia, dan tidak merasa rindu kepada akhirat

MENGOBATI HATI DARI KEKUASAAN NAFSU

Jiwa dibagi menjadi tiga:

1. Muthmainnah, yaitu sifat jiwa yang memperoleh ketenangan. Apabila jiwa merasa tenteram kepada Allâh ﷻ tenang dengan mengingat-Nya, dan bertobat kepada-Nya, rindu bertemu dengan-Nya, dan menghibur diri dengan dekat kepada-Nya, maka ialah jiwa yang dalam keadaan muthmainnah.

Seperti firman Allah dalam QS al-Fajr ayat 27-30.

“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku.”

2. Lawwamah, yaitu menyesali diri. Dalam sifat ini, manusia sangat diwajarkan ketika merasa menyesal atas diri sendiri dan cenderung mencela dirinya. Seperti yang dijelaskan dalam firman Allah dalam surah Alqiyamah: 2, “Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).”

Annafsullawwamah, yaitu suatu keadaan di mana jiwa menyesali keadaan diri karena merasa kurang melakukan kebaikan dan menyesal atas keburukan yang dilakukan. Dalam hal ini, jiwa memiliki kesadaran akan hal itu.

3. Al Ammarah bi suu’, yaitu suka menyuruh kepada keburukan. Kata tersebut bermakna bahwa jiwa pada dasarnya memiliki sifat yang cenderung melakukan keburukan. Maka dari itu, setiap orang pada dasarnya memiliki sifat untuk melakukan hal yang buruk.

💡 Bahaya Meninggalkan Muhasabah

Yang paling berbahaya bagi suatu pekerjaan adalah meremehkan, meninggalkan muhasabah, melepaskan begitu saja dan menggampangkan persoalan, sebab hal-hal itu akan menghantarkan pada kehancuran. Akibatnya maka akan mudah baginya terjerumus pada dosa, ia akan senang bergumul dengannya bahkan akan sulit untuk berpisah dengannya. Seandainya saja ia mengikuti kebenaran, niscaya ia akan tahu bahwa penjagaan nafsu lebih mudah daripada meliarkannya.

💡 Tahapan dalam Muhasabah:

  1. Muhasabah dalam hal-hal yang wajib. Jika ditinggalkan hendaknya menyusulnya dengan perbaikan atau qadha.
  2. Menghisab dalam hal-hal yang dilarang, caranya dengan banyak taubat, istighfar dan berbagai kebaikan yang menghapus dosa.
  3. Menghisab atas kelalaian dirinya. Jika ia lengah tentang untuk apa ia diciptakan maka hendaknya ia menyusulnya dengan dzikir dan menghadap kepada Allah.
  4. Menghisab apa yang telah ia bicarakan, atau ke mana kakinya melangkah, atau apa yang diambil oleh kedua tangannya, atau apa yang didengar oleh kedua telinganya, untuk apa ia lakukan semua itu dan untuk siapa? Dan atas dasar apa yang ia lakukan semua itu?

Pertanyaan yang pertama adalah tentang ikhlas sedang yang kedua adalah tentang mutaba’ah (mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam).