بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Ahad – Doha
Membahas: Mulakhas Fiqhi – Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Hanafi Abu Arify 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Doha, 21 Shafar 1446 / 24 Agustus 2024


https://www.assunnah-qatar.com/wp-content/uploads/2024/08/Sujud-Sahwi.mp3?_=1

KITAB SHALAT

BAB – SUJUD SAHWI

Manakala manusia memiliki kecenderungan untuk lengah dan lupa, sementara syaitan amat gigih menggoda manusia dalam shalatnya, dengan membangkitkan berbagai pikiran dan menyibukkan benaknya, hingga mengganggu konsentrasi shalatnya, di mana boleh jadi hal itu berakibat pada pengurangan atau penambahan dalam shalat, karena faktor lengah dan lalai tersebut.

Begitulah, manusia memiliki tabiat pelupa. Seorang penyair berkata:

وَمَاسُمِّيَ الإِنْسَانُ إِلاَّ لِنِسْيَانِهِ @ وَلاَ الْقَلْبُ إِلاَّ أَنَّهُ يَتَقَلَّبُ

Tidaklah manusia dinamakan insan kecuali karena pelupanya (an-nasyu).

Dan tidaklah hati dinamakan qalbu kecuali karena sifatnya yang suka bolak-balik (taqallub).

Terdapat hadits Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhuma : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami lima raka’at. Kami pun mengatakan, “Wahai Rasulullah, apakah engkau menambah dalam shalat?” Lalu beliau pun mengatakan, “Memang ada apa tadi?” Para sahabat pun menjawab, “Engkau telah mengerjakan shalat lima raka’at.” Lantas beliau bersabda, “Sesungguhnya aku hanyalah manusia semisal kalian. Aku bisa memiliki ingatan yang baik sebagaimana kalian. Begitu pula aku bisa lupa sebagaimana kalian pun demikian.” Setelah itu beliau melakukan dua kali sujud sahwi.” (HR. Muslim no. 572)

Setan yang suka menggangu orang shalat namanya Khinzib atau Khanzab.

Dicontohkan untuk membaca Taawudz jika diganggu dalam Shalat. Kemudian meniupkan mulut dengan sedikit hembusan ludah (tafl; bukan meludah) sebanyak tiga kali.

Kasus semacam ini pernah dialami oleh sahabat Utsman bin Abil ‘Ash radhiallahu ‘anhu, beliau pun datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengadukan gangguan yang dia alami ketika shalat. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ذَاكَ شيطَانٌ يُقَالُ له خَنْزَبٌ، فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ باللَّهِ منه، وَاتْفِلْ علَى يَسَارِكَ ثَلَاثًا

Itu adalah setan. Namanya Khanzab. Jika kamu merasa diganggu, mintalah perlindungan kepada Allah dari gangguannya dan meniup ludah sedikit saja ke arah kiri tiga kali.” (HR. Muslim, no. 2203)

Pelajaran hadis:

Dalam hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan –kepada kita– dua cara untuk menghilangkan gangguan setan dalam shalat:

1. Memohon perlindungan kepada Allah, dengan membaca ta’awudz (a’udzu billahi minas syaithanir rajim). Bacaan ini dilafalkan, bukan di batin. Ini hukumnya diperbolehkan dan tidak membatalkan shalat.
2. Meludah ringan ke kiri, dengan cara meniupkan udara yang mengandung sedikit air ludah. Ini diperbolehkan, dengan syarat tidak mengganggu orang yang berada di sebelah kirinya dan tidak mengotori masjid.

Tetapi jika dalam shalat jamaah yang akan mengganggu Jama’ah lainnya maka cukup dengan ta’awudz (Pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rahimahullah).

Maka Allah mensyari’atkan bagi orang yang shalat, untuk melakukan sujud di penghuiung shalatnya.

Yaitu Sebagai penebus hal tersebut dan untuk meredam gangguan syaitan. Di samping juga untuk menutupi kekurangan dan mencari keridhaan Allah, ar-Rahmaan. Sujud ini dikenal di kalangan para ulama dengan sebutan Sujud Sahwi. Sahwi artinya lupa.

Nabi ﷺ pernah lupa dalam shalat. Beliau lupa, dan hal itu merupakan penyempurnaan karunia Allah pada umatnya dan agama mereka. Agar mereka meneladani beliau terkait dengan syari’at yang harus mereka lakukan saat terlupa dalam shalat. Ada beberapa riwayat yang mencatat beberapa kasus di mana beliau terlupa dalam shalat.

Beliau pernah melakukan salam saat shalat baru dua rakaat (shalat Zhuhur), lalu beliau melakukan sujud sahwi. (Seperti dalam hadits Abu Hurairah -dalam kisah Dzul Yadain- Muttafaqun ‘alaih).

Beliau pernah salam di rakaat ketiga,lalu beliau melakukan sujud Sahwi. (Seperti dalam hadits ‘Imran bin Hushain yang diriwayatkan oleh Muslim).

Beliau juga pernah berdiri usai rakaat kedua, tanpa melakukan tasyahhud pertama karena lupa, lalu beliaupun bersujud. Dan beberapa kejadian yang lain.

Nabi ﷺ bersabda:

Jika salah seorang di antara kalian lupa dalam shalat, hendaklah ia melakukan sujud sahwi dua kali.’ (HR Muslim dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhuma).

Hukum Sujud Sahwi

Mengenai hukum sujud sahwi para ulama berselisih menjadi dua pendapat, ada yang mengatakan wajib dan ada pula yang mengatakan sunnah.

Pendapat yang menyatakan hukum sujud sahwi wajib semacam ini dipilih oleh ulama Hanafiyah, salah satu pendapat dari Malikiyah, pendapat yang jadi sandaran dalam madzhab Hambali, ulama Zhohiriyah dan dipilih pula oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Pendapat yang menyatakan sunnah adalah pendapat Syafi’iyah dan sebagian Malikiyah.

Pendapat yang lebih baik (rajih) ada perinciannya:
1. Jika yang ditinggalkan adalah rukun-rukun dan wajib shalat maka hukumnya wajib.
2. Jika yang ditinggalkan adalah sunnah-sunnah shalat, maka tidak wajib.

Kapan dilakukan Sujud Syahwi

Sebelum atau sesudah salam diperbolehkan, yang menjadi khilaf diantara ulama adalah mana yang lebih afdhal.

Perincian yang dilakukan oleh Malikiyah:
1. Jika penambahan dalam shalat maka afdhalnya setelah salam.
2. Jika pengurangan maka dilakukan sebelum salam.
3. Jika ada keraguan:
– Jika dia bisa menguatkan jumlah raka’at maka dilakukan setelah salam.
– Jika tidak bisa menguatkan salah satunya maka pilih yang paling sedikit dan sujud sebelum salam.

Sujud sahwi disyari’atkan pada salah satu dari tiga kondisi berikut:
1. Jika seseorang menambah sesuatu dalam shalat, karena lupa.
2. Jika seseorang kurang melakukan satu hal karena lupa.
3. Jika seseorang ragu, apakah ia sudah melakukan hal tertentu dalam shalat, atau belum?

Pada salah satu dari tiga kondisi tersebut, seseorang disyari’atkan melakukan sujud sahwi, sesuai dengan dalil yang ada. Artinya, tidak setiap kelebihan, kekurangan dan keragu-raguan dalam shalat, disyari’atkan sujud sahwi.

Sujud sahwi dilakukan, bila ada faktor penyebabnya. Baik dalam shalat wajib maupun sunnah, berdasarkan keumuman dalil yang ada.

SUJUD SAHWI KARENA KELEBIHAN MELAKUKAN SESUATU.

Adapun kondisi pertama dari beberapa kondisi, di mana sujud sahwi diiyari’atkan, adalah kondisi seseorang kelebihan melakukan sesuatu dalam shalat. Kelebihan itu bisa berupa ucapan, bisa pula gerakan.

KELEBIHAN GERAKAN

Kelebihan gerakan dalam shalat adalah apabila kelebihan tersebut termasuk dalam jenis gerakan shalat. Seperti berdiri tegak saat seharusnya duduk, atau duduk saat seharusnya berdiri. Atau kelebihan ruku’ atau sujud. Jika itu dilakukan karena lupa, maka ia harus melakukan sujud sahwi, berdasarkan hadits Ibnu Mas’ud:

Apabila seseorang kelebihan atau kurang melakukan sesuatu dalam shalat, hendaknya ia melakukan sujud sahwi dua kali.” Diriwayatkan oleh Muslim.

Karena kelebihan dalam gerakan shalat adalah kekurangan dalam implementasi shalat, maka disyari’atkan sujud sahwi untuk menutupi kekurangan tersebut.

Begitu pula bila seseorang kelebihan melakukan ruku’, dan baru menyadarinya setelah selesai shalat, maka ia harus melakukan sujud sahwi. Namun jika ia menyadari telah kelebihan melakukan rukun saat sedang shalat, maka ia segera duduk,lalu melakukan tasyahhud terlebih dahulu -jika ia belum bertasyahhud-, kemudian melakukan sujud sahwi, dan setelah itu salam.

Sadar atau ingat ada dua keadaan:
Jika sadar atau ingat setelah selesai shalat, maka dia sah shalatnya, dan langsung sujud sahwi.
Jika sadar saat berdiri, maka langsung duduk Tasyahud, salam dan sujud sahwi.

Jika sudah tahu kelebihan dan tetap berdiri, maka shalatnya batal. Jika menjadi makmum, maka makmum menunggu imam salam atau salam sendiri.

Apabila ia sebagai imam, maka makmum yang mengerahui bahwa imam kelebihan dalam melakukan gerakan, harus mengingatkannya. Caranya, bagi pria cukup dengan bertasbih, dan bagi wanita dengan menepukkan bagian dalam telapak tangan kanannya, ke bagian luar telapak tangan kirinya.

Dalam kondisi semacam ini, imam wajib mengikuti apa yang mereka ingatkan, jika ia tidak yakin bahwa dirinya benar. Karena hal itu adalah kembali kepada kebenaran. Begitu pula halnya jika imam kurang dalam melakukan sesuaru, makmum wajib mengingatkannya.

KELEBIHAN UCAPAN

Adapun menambah ucapan, seperti membaca Al-Qur’an saat ruku’ dan sujud, atau membaca surat pada dua rakaat terakhir dari shalat yang empat rakaat, atau pada rakaat ketiga shalat Maghrib, jika itu dilakukan karena lupa, maka ia dianjurkan melakukan sujud sahwi.

SUJUD SAHWI KARENA KURANG MELAKUKAN SESUATU

Dalam kondisi kedua, yakni apabila seseorang kurang dalam melakukan sesuatu karena lupa. Yaitu meninggalkan satu bagian dari shalat. Jika yang tertinggal itu berupa rukun, dan rukun tersebut adalah Takbiratul Ihram,maka shalatnya tidak sah. (Dalam kondisi ini) tidak ada gunanya dia melakukan sujud sahwi. Namun apabila yang tertinggal adalah rukun selain Takbiratul ihram seperti ruku’ atau sujud, lalu ia teringat bahwa bagian itu tertinggal, sebelum masuk ke rakaat selanjutnya dan membaca bacaannya, maka ia wajib kembali untuk melakukannya dan melakukan gerakan-gerakan setelahnya.

Apabila ia teringat setelah masuk dalam bacaan rakaat sesudahnya, maka rakaat yang tertinggal rukunnya itu batal. Dan rakaat sesudahnya menggantikan rakaat tersebut. Karena ia telah meninggalkan rukun yang tidak mungkin lagi dikoreksi, karena rukun tersebut akan bercampur dengan rakaat sesudahnya.

Apabila seseorang baru menyadari rukun yang terlewatkan tersebut sesudah salam, maka ia harus mengganggap dirinya telah meninggalkan satu rakaat utuh. Jika tidak ada tenggang waktu lama, sementara ia masih dalam kondisi suci, ia cukup mengulang lagi satu raka’at utuh, kemudian ia melakukan sujud sahwi, lalu salam. Namun apabila ada tenggang waktu agak lama, atau wudhunya batal, maka ia harus mengulang kembali shalatnya. Kecuali jika yang tertinggal itu adalah tasyahhud akhir atau salam, maka ia tidak dianggap meninggalkan satu rakaat penuh, dan cukup baginya melakukan hal tersebut, kemudian melakukan sujud sahwi dan salam.

Apabila seseorang lupa melakukan langsung bangkit menuju rakaat ketiga, tasyahhud pertama, lalu ia harus duduk kembali melakukan tasyahhud, selama ia belum terlanjur berdiri tegak. Jika ia terlanjur berdiri tegak, makruh baginya kembali duduk. Jika ia tetap kembali duduk, shalatnya tidak batal. Namun jika ia terlanjur membaca bacaan, haram baginya kembali duduk, karena dia telah masuk dalam rukun lain yang tidak boleh diputus begitu saja.

Apabila ia meninggalkan membaca tasbih dalam ruku’ atau sujud, maka ia harus kembali untuk melakukannya, jika belum terlanjur berdiri tegak untuk rakaat berikutnya. Dalam semua kondisi tersebut, ia harus melakukan sujud sahwi.

SUJUD SAHWI KARENA RAGU

Dalam kondisi ketiga, yakni kondisi ragu dalam shalat. Jika ia ragu tentang jumlah rakaatnya, yakni ragu apakah ia sudah shalat dua atau tiga rakaat misalnya, maka ia harus menetapkan jumlah yang lebih sedikit. Karena itu adalah jumlah yang pasti. Selanjutnya sujud sahwi sebelum salam. Karena pada dasarnya sesuatu yang diragukan itu tidak ada.

Dasarnya adalah hadits ‘Abdurrahman bin ‘Auf: “Apabila salah seorang di antara kalian ragu dalam shalatnya, dan tidak tahu apakah telah shalat dua rakaat ataukah satu raka’at, hendaknya ia menganggapnya satu raka’at. Jika ia ragu apakah dua atau tiga rakaat, hendaklah ia menganggapnya dua rakaat.” Diriwayatkan oleh Muslim dan at-Tirmidzi.

Apabila makmum merasa ragu, apakah ia shalat bersama imam sejak raka’at pertama ataukah kedua, maka ia harus menganggapnya sejak raka’at kedua. Atau ia ragu, apakah ia mendapatkan raka’at bersama imam ataukah tidak, maka raka’at itu tidak dihitung. Setelah itu ia melakukan sujud sahwi.

Apabila ia ragu apakah ia telah meninggalkan suatu rukun tertentu ataukah tidak, maka ia harus melakukan sebagaimana jika ia melupakan rukun. Yaitu kembali untuk melakukannya dan melakukan gerakan-gerakan setelahnya, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

Apabila ia ragu, apakah ia meninggalkan suatu kewajiban ataukah tidak, maka ia tidak perlu menghiraukannya dan tidak perlu pula melakukan sujud sahwi. Demikian pula apabila ia ragu apakah ia kelebihan melakukan kewajiban ataukah tidak, maka ia tidak perlu menghiraukannya. Karena pada dasarnya tidak ada kelebihan.

Demikianlah beberapa pembahasan seputar hukum-hukum sujud sahwi. Barangsiapa ingin mengetahuinya lebih jauh, silakan merujuk kitab-kitab fiqih.

Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم