بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Ummahat Doha – Senin Pagi
Membahas: Kitab Minhajul Muslim karya Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi Rahimahullah
Bersama Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. Hafidzahullah
Ain Khalid – Doha, 12 Dzulqa’dah 1445 / 20 Mei 2024


Facebook video Assunnah Qatar


Bagian Kelima: Muamalat | Pasal – Perlombaan, Panahan, Olah Raga dan Olah Otak

Pembahasan Bab ini menunjukkan lengkapnya Islam dimana seluruh lini kehidupan telah dibahas dan disampaikan Rasulullah ﷺ.

Perlombaan di sini adalah perlombaan memanah, olah raga, dan cerdas cermat. Pemhahasan bab ini dibagi menjadi lima materi, yaitu:

Materi Pertama: Tujuan Olah Raga

Ada banyak cabang olahraga di dunia. Ternyata, ada tiga olahraga yang disunnahkan atau dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ. Tiga olahraga sunnah Rasul tersebut adalah memanah, berkuda dan berenang.

”Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang, dan memanah,” (HR Bukhari, Muslim).

Tujuan semua olah raga, yang dikenal pada masa awal kelahiran Islam dengan nama furusiyah (ketangkasan berkuda) adalah untuk memelihara kebenaran, mempertahankannya, dan membelanya. Tujuannya sama sekali bukan untuk memperoleh harta dan mengumpulkannya, bukan pula untuk popularitas dan kesukaan pada ketenaran, bukan pula untuk kemegahan di dunia beserta segala kerusakan yang mengiringinya, seperti yang terjadi pada olahragawan zaman sekarang.

Tujuan dari semua jenis olah raga adalah untuk menguatkan tubuh dan meningkatkan kemampuan jihad di jalan Allah ﷻ. Berdasarkan hal ini, olah raga dalam Islam harus dipahami dalam pengertian tersebut. Jika ada orang yang memahami olah raga secara berbeda, berarti ia mengeluarkan olah raga dari tujuannya yang baik ke tujuan yang buruk, yaitu permainan yang batil dan perjudian yang dilarang.

Dasar hukum disyariatkan dan dianjurkannya olah raga adalah firman Allah ﷻ dalam surat Al-A’raf ayat 60:

وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ…

Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki…

Dari Abu Hurairah, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ…

Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah….” (HR Muslim).

Kekuatan dalam Islam mencakup pedang dan tombak serta argumentasi dan bukti.

Materi Kedua: Hadiah yang Diperbolehkan dan yang Dilarang dalam Olah Raga

Menyediakan taruhan atau lebih tepatnya hadiah hukumnya boleh. Menggambil taruhan yang telah disediakan pun boleh tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama Islam dalam pacuan kuda (ketangkasan berkuda). Ini berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ dalam hadits Abu Huraihah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِى نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ

Tidak boleh memberi hadiah dalam perlombaan kecuali dalam perlombaan memanah, pacuan unta, dan pacuan kuda.” (HR. Tirmidzi, no. 1700; An-Nasai, no. 3615; Abu Daud, no. 2574; Ibnu Majah, no. 2878).

Taruhan di sini adalah sesuatu yang diserahkan lalu diambil oleh peserta lomba atau panahan yang menang (bukan taruhan yang dilakukan oleh penonton atau siapa saja selain peserta). Sedangkan taruhan selain untuk kedua jenis olah raga tersebut, seperti gulat, renang, lari, balap sepeda, balap mobil, angkat besi, kereta baghal atau keledai, perahu dayung, atau seperti memecahkan masalah-masalah ilmiah, menghafalnya, atau menjelaskannya, kendati semuanya termasuk olah raga atau adu ketangkasan, namun pendapat yang benar adalah tidak boleh menentukan taruhan untuk itu.

Kisah Rasulullah ﷺ mengadu ketangkasan gulat dengan Rukanah bin Zaid tidak dapat dijadikan alasan untuk kebolehannya, yaitu bahwa suatu ketika Rasulullah ﷺ bertanding gulat dengan Rukanah bin Zaid dan beliau mengalahkannya. Beliau lalu mengembalikan barang taruhan yang ditentukan oleh Rukanah dalam pertandingan gulat tersebut.

Sejalan dengan itu, tidak dapat dijadikan alasan pula bahwa penentuan taruhan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq & bagi kaum Quraisy dan pengambilan taruhan itu dari mereka, lantaran ia mengalahkan mereka ihwal kemenangan Romawi, terjadi pada masa awal kelahiran Islam, sebelum turunnya syariat.

Hikmah dibatasinya ketentuan mengenai barang taruhan dan pengambilannya pada ketiga perlombaan yang disebutkan dalam hadits tadi (pacuan kuda, pacuan onta, dan memanah) adalah bahwa ketiga perlombaan itu berpengaruh pada jihad, sedangkan perlombaan lainnya tidak berpengaruh pada jihad. Pasalnya, jihad sangat bergantung pada ketangkasan menunggang kuda dan onta, serta kemahiran memanah.

Jika ketangkasan mengendarai kendaraan lapis baja dan ketangkasan menerbangkan pesawat tempur dianalogikan pada kuda dan onta maka keduanya boleh dilakukan dan boleh ditentukan taruhannya dan boleh pula taruhan itu diambil, karena keduanya berpengaruh pada jihad yang merupakan tujuan olah raga.

Andaikan Sang Pembuat Syariat (Allah ﷻ) memperbolehkan pengambilan barang taruhan dari jenis-jenis olah raga selain ketiga perlombaan dalam hadits tersebut, pastilah sudah ada orang yang menjadikan olah raga sebagai profesi untuk mencari penghidupan dan mencari rezeki. Jika demikian, tujuan mulia disyarialkannya olah raga terlupakan, yaitu mempersiapkan kekuatan untuk jihad agar manusia hanya menyembah Allah Yang Maha Esa dan berada di jalan Nya, sehingga manusia meraih kebahagian di dunia dan akhirat, serta terhindar dari kesengsaraan.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم