بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab: 𝕀𝕘𝕙𝕠𝕥𝕤𝕒𝕥𝕦𝕝 𝕃𝕒𝕙𝕗𝕒𝕟 𝕄𝕚𝕟 𝕄𝕒𝕤𝕙𝕠𝕪𝕚𝕕𝕚𝕤𝕪 𝕊𝕪𝕒𝕚𝕥𝕙𝕒𝕟
(Penolong Orang yang Terjepit – Dari Perangkap Syaitan)
Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: 14 Rabi’ul Awal 1445 / 29 September 2023
Bab 12 – 4 – Mengobati Penyakit Hati dari Setan
Allâh ﷻ berfirman :
اِنَّهٗ لَيْسَ لَهٗ سُلْطٰنٌ عَلَى الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ
“Sesungguhnya syetan itu tidak memiliki sultan (kekuasaan) atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya.” (An-Nahl: 99).
Mujahid, Ikrimah dan para ahli tafsir mengatakan, “Maksudnya adalah syetan itu tidak memiliki hujjah (dalil).”
Tetapi lebih tepat dikatakan, “Syetan tidak memiliki jalan untuk menguasai mereka, baik dari segi hujjah maupun dari segi kekuasaan.”
Qudrah (kemampuan) termasuk dalam pengertian sultan (kekuasaan). Adapun dikatakannya hujjah sebagai sultan karena orang yang menguasai hujjah seperti orang yang mampu melakukan sesuatu dengan tangannya.
Setan itu Lemah
Di antara kelemahan setan adalah mereka tidak bisa menguasai hamba Allah yang sholeh yang bagus iman dan akidahnya.
Dan ingat, tipu daya setan itu lemah,
إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
“Sesungguhnya tipu daya syaitan itu lemah” (QS. An Nisa’: 76).
إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ وَكَفَى بِرَبِّكَ وَكِيلًا
“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Tuhan-mu sebagai Penjaga.” (QS. Al Isra’: 65).
Allah mengabarkan bahwa musuh-Nya tidak akan memiliki kekuasaan atas hamba-hamba-Nya yang ikhlas dan bertawakal kepada-Nya. Allah befirman dalam surat Al-Hijr,
قَالَ رَبِّ بِمَآ اَغْوَيْتَنِيْ لَاُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِى الْاَرْضِ وَلَاُغْوِيَنَّهُمْ اَجْمَعِيْنَۙ اِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِيْنَ قَالَ هٰذَا صِرَاطٌ عَلَيَّ مُسْتَقِيْمٌ اِنَّ عِبَادِيْ لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطٰنٌ اِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغٰوِيْنَ
“Iblis berkata, Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka. Allah befirman, ‘Ini adalah jalan yang lurus, kewajiban Akulah (menjaganya). Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat’.” (Al-Hijr: 39-42).
1. Diajak melakukan Kesyirikan dan kekafiran serta memusuhi Allâh ﷻ dan Rasul-Nya.
2. Diajak melakukan bid’ah. Perbuatan ini lebih disukai oleh iblis daripada dosa besar atau pun maksiat lainnya.
3. Diajak pada dosa besar (al-kabair).
4. Diajak pada dosa kecil (as-Shaghir).
5. Disibukkan dengan perkara mubah (yang sifatnya boleh, tidak ada pahala dan tidak ada sanksi di dalamnya). Namun karena sibuk dengan yang mubah mengakibatkan luput dari pahala.
6. Mempengaruhi untuk tidak melakukan ketaatan. Seperti malas karena dianggap hanya ibadah sunah.
Sebaliknya, jika jauh dari Allâh ﷻ maka setan akan menjadi temannya. Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Az-Zuhruf ayat 36:
وَمَنْ يَّعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمٰنِ نُقَيِّضْ لَهٗ شَيْطٰنًا فَهُوَ لَهٗ قَرِيْنٌ
Dan barangsiapa berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pengasih (Al-Qur’an), Kami biarkan setan (menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya.
اِنَّهٗ لَيْسَ لَهٗ سُلْطٰنٌ عَلَى الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ
99. Sungguh, setan itu tidak akan berpengaruh terhadap orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhan.
اِنَّمَا سُلْطٰنُهٗ عَلَى الَّذِيْنَ يَتَوَلَّوْنَهٗ وَالَّذِيْنَ هُمْ بِهٖ مُشْرِكُوْنَ
100. Pengaruhnya hanyalah terhadap orang yang menjadikannya pemimpin dan terhadap orang yang mempersekutukannya dengan Allah.
Ayat di atas mengandung dua perkara:
Karena itu, ketika musuh Allah tersebut mengetahui bahwa Allah tidak akan memberikan padanya kekuasaan atas orang-orang ahli tauhid dan ikhlas maka ia berkata,
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَاُغْوِيَنَّهُمْ اَجْمَعِيْنَۙ
82. (Iblis) menjawab, “Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,
اِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِيْنَ
83. kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka.” (Shaad: 82-83).
Kata الْمُخْلَصِيْنَ menggunakan kata Mukhlas (orang yang diikhlaskan) menggunakan isim maf’ul, bukan mukhlis (orang yang ikhlas), faedahnya adalah perlu perjuangan dalam ikhlas dan hanya bisa dengan pertolongan Allâh ﷻ.
Musuh Allah tersebut mengerti bahwa siapa yang meminta perlindungan kepada Allah, ikhlas dan tawakal kepada-Nya, niscaya ia tidak akan mampu menyesatkan dan membelokkan mereka. Adapun kekuasaannya hanyalah terbatas pada orang-orang yang setia kepadanya serta mereka yang menyekutukan Allah. Maka orang-orang itulah bawahan syetan. Syetan menjadi pemimpin, penguasa dan contoh bagi mereka.
Jika dikatakan, “Allah telah menetapkan kekuasaan syetan atas para kekasihnya dalam beberapa ayat di atas, tetapi bagaimana mungkin bisa terjadi Allah menafikannya dalam firman-Nya dalam surat Saba’,
وَلَقَدْ صَدَّقَ عَلَيْهِمْ اِبْلِيْسُ ظَنَّهٗ فَاتَّبَعُوْهُ اِلَّا فَرِيْقًا مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ
20. Dan sungguh, Iblis telah dapat meyakinkan terhadap mereka kebenaran sangkaannya, lalu mereka mengikutinya, kecuali sebagian dari orang-orang mukmin.
وَمَا كَانَ لَهٗ عَلَيْهِمْ مِّنْ سُلْطَانٍ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يُّؤْمِنُ بِالْاٰخِرَةِ مِمَّنْ هُوَ مِنْهَا فِيْ شَكٍّ ۗوَرَبُّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ حَفِيْظٌ
21. Dan tidak ada kekuasaan (Iblis) terhadap mereka, melainkan hanya agar Kami dapat membedakan siapa yang beriman kepada adanya akhirat dan siapa yang masih ragu-ragu tentang (akhirat) itu. Dan Tuhanmu Maha Memelihara segala sesuatu.
Maka jawabannya adalah apa yang dikatakan oleh Ibnu Qutaibah, “Sesungguhnya ketika iblis memohon kepada Allah agar menangguhkan kepadanya dan Allah memberinya tangguh, maka syetan pun bersumpah, ‘Sungguh saya akan menyesatkan, membelokkan dan memerintahkan mereka dengan begini dan begitu, dan sungguh saya akan mengambil dari hamba-hamba-Mu bagian yang sudah ditentukan (untuk saya),” (Seperti disebutkan Allah dalam surat An-Nisa’: 117-119) dan ia pada waktu mengucapkan hal ini tidak merasa yakin bahwa apa yang ia tentukan itu bisa terlaksana, tetapi ia mengatakan hal tersebut secara perkiraan, dan ketika orang-orang mengikuti dan mentaatinya maka iblis dapat membuktikan kebenaran sangkaannya terhadap mereka. Maka Allah befirman, ‘Tidaklah pemberian Kami kekuasaan kepada iblis melainkan agar Kami mengetahui antara orangorang yang beriman dengan orang-orang yang ragu-ragu. Yakni Kami mengetahui mereka menolong iblis, sehingga telah pastilah ditetapkannya (siksa) dan ditimpakannya balasan atas mereka’.”
Berdasarkan hal di atas, maka kekuasaan tersebut maksudnya adalah kekuasaan atas orang yang tidak beriman kepada hari akhirat dan ragu-ragu tentangnya. Dan mereka adalah orang-orang yang setia kepada iblis serta menyekutukan Allah dengannya. Maka kekuasaan tersebut ada, bukan tidak ada, karena itu ayat ini sesuai dengan ayat-ayat senada yang lain.
Jika ditanyakan, “Apa komentar Anda terhadap firman Allah dalam surat Ibrahim, di mana Allah befirman kepada para penduduk neraka,
وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِّنْ سُلْطٰنٍ اِلَّآ اَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِيْ
“Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku.” (Ibrahim: 22).
Perkataan di atas, meskipun merupakan ucapan iblis, tetapi Allah mengabarkannya, sekaligus menetapkan (kebenarannya), dan tidak mengingkarinya. Apakah bukan berarti demikian?
Kita katakan, “Ini adalah pertanyaan yang bagus. Adapun jawabannya yaitu, kekuasaan yang dinafikan dalam ayat di atas adalah kekuasaan hujjah dan dalil. Maknanya, aku tidak memiliki hujjah dan dalil yang dengannya aku beralasan di hadapan kalian. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas, ‘Aku tidak memiliki hujjah yang bisa kuberikan kepada kalian.’ Artinya, aku tidak menyampaikan hujjah kepada kalian, kecuali aku sekedar mengajak kepada kalian dan kalian mengikuti begitu saja, kalian membenarkan ucapanku, serta kalian mengikuti kami dengan tanpa dalil dan hujjah.”
Adapun kekuasaan yang ditetapkan dalam firman Allah,
اِنَّمَا سُلْطٰنُهٗ عَلَى الَّذِيْنَ يَتَوَلَّوْنَهٗ وَالَّذِيْنَ هُمْ بِهٖ مُشْرِكُوْنَ
An-Nahl ayat 100. Pengaruhnya hanyalah terhadap orang yang menjadikannya pemimpin dan terhadap orang yang mempersekutukannya dengan Allah.
Adalah kekuasaan atas mereka dalam membelokkan, menyesatkan dan mempengaruhinya, yakni dengan menganjurkan dan menggiringnya pada kekufuran dan kesyirikan, ia tidak akan meninggalkan mereka begitu saja, seperti firman Allâh ﷻ:
اَلَمْ تَرَ اَنَّآ اَرْسَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ عَلَى الْكٰفِرِيْنَ تَؤُزُّهُمْ اَزًّا ۙ
Maryam ayat 83. Tidakkah engkau melihat, bahwa sesungguhnya Kami telah mengutus setan-setan itu kepada orang-orang kafir untuk mendorong mereka (berbuat maksiat) dengan sungguh-sungguh?
Inilah di antara kekuasaan syetan atas orang-orang yang setia padanya dan para ahli syirik, tetapi mereka tidak memiliki kekuasaan berupa hujjah dan dalil, mereka menjawab begitu saja saat mereka diseru. Karena semuanya sesuai dengan hawa nafsu dan tujuan mereka. Mereka sendirilah yang menolong untuk menghancurkan dirinya sendiri, serta memberikan keteguhan kepada musuh mereka untuk menguasai diri mereka, yakni dengan menyepakati dan mengikutinya. Dan ketika mereka menyerahkan tangan-tangan mereka dan lebih mengutamakan musuh maka mereka ditundukkan Allah di bawah kekuasaan musuhnya, sebagai bentuk siksaan terhadap mereka.
Dengan demikian menjadi jelaslah makna firman Allah,
وَلَنْ يَّجْعَلَ اللّٰهُ لِلْكٰفِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلًا
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (An-Nisa’: 141).
Ayat di atas berlaku secara umum dan dipahami secara lahiriah. Karena itu, orang-orang beriman yang melakukan maksiat atau penyimpangan, maka hal itu akan menjadi sebab penguasaan orang-orang kafir atas mereka sesuai dengan tingkat penyimpangan yang mereka lakukan. Mereka sendirilah penyebab pemusnahan orang-orang kafir atas mereka, sebagaimana mereka menyebabkan hal tersebut saat perang Uhud karena berbuat maksiat dan menyimpang dari perintah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. (Diriwayatkan Al-Bukhari dari Al-Barra’ bin Azib).
Allah tidak menjadikan syetan berkuasa atas hamba-Nya, sehingga hamba itu sendiri memberi jalan kepada syetan tersebut dengan mentaatinya dan menyekutukan Allah dengannya. Ketika itulah Allah menjadikan dia dikuasai dan dipaksa oleh syetan. Karena itu, siapa yang mendapatkan kebaikan maka hendaknya ia memuji Allah Ta’ala, dan siapa yangmendapatkan selain daripada itu maka hendaknya ia tidak mencela kecuali kepada dirinya sendiri.
Tauhid, tawakal dan ikhlas adalah yang menolak kekuasaan syetan atas hamba. Sebaliknya, syirik dan segala cabangnya mengakibatkan kekuasaan syetan atasnya. Dan semua tergantung pada qadha’ Dzat yang di Tangan-Nya terletak segala urusan, semua kembali kepadaNya, dan Dia memiliki hujjah yang sangat kuat. Dan seandainya Dia menghendaki, niscaya manusia akan menjadi umat yang satu. Hanya saja hikmah Allah, puji dan kerajaan-Nya tidak menghendaki yang demikian.
“Maka bagi Allahlah segala puji, Tuhan langit dan Tuhan burnt, Tuhan semesta alam. Dan bagi-Nyalah keagungan di langit dan di bumi. Dialah YangMaha Perkasa lagi Mahabijaksana.” (Al-Jatsiyah: 36-37).
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم