بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Kitab At-Tibyan fi Adab Hamalat Al-Quran
Karya Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Nefri Abu Abdillah, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Al-Khor, 1 Rabi’ul Awal 1446/ 4 September 2024.


Kajian 6 | Bab 3: Menghormati Ahlul Qur’an dan Larangan Menyakiti Mereka.

Allah azza wa jalla berfirman:

ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى ٱلْقُلُوبِ

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari tetakwaan hati.” (Al-Hajj: 32).

Itulah yang Allah perintahkan berupa tauhid, memurnikan ibadah kepada-Nya, serta menjauhi berhala-berhala dan ucapan dusta. Dan barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar agama ini -diantaranya; penyembelihan hadyu dan manasik haji- maka pengagungan tersebut merupakan bentuk ketakwaan hati terhadap Tuhannya.

Terdapat bimbingan Nabi untuk senantiasa memperhatikan amalan batin/hati, berusaha untuk memperbaikinya; karena taqwa itu tempatnya di hati, dan sebagai barometer kebaikan pada diri seseorang.

Orang-orang yang mengagungkan syiar-syiar haji maka tentu lebih layak dalam menghormati Ahlul Qur’an.

Karena “Kehancuran dunia ini lebih ringan di sisi Allah dibandingkan dengan pembunuhan seorang muslim.” (HR An-Nasa’i).

Ulama adalah pewaris para nabi, maka Luhumul Ulama’ Masmuumah (daging ulama itu beracun). Hendaknya dengannya kita menghormati ahlul Qur’an.

Allah Ta’ala berfirman:

وَٱخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ ٱتَّبَعَكَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ

Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (Assy-Syu’ara’: 215).

Yaitu, dengan sikap lembutmu, tutur katamu yang halus kepada mereka, rasa sayang dan cintamu kepada mereka serta akhlak mulia dan seluruh kebaikanmu terhadap mereka.

Dan sungguh nabi melakukan semua ini, sebagiamana Allah ﷻ firmankan,
maka disebakan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu,” (ali-imran:160)

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an :

وَٱلَّذِينَ يُؤْذُونَ ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ بِغَيْرِ مَا ٱكْتَسَبُوا۟ فَقَدِ ٱحْتَمَلُوا۟ بُهْتَٰنًا وَإِثْمًا مُّبِينًا

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (QS Al-Ahzab ayat 58).

Orang-orang yang telah menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan dengan perkataan maupun perbuatan yang tercela, dengan mencela/mengumpat atau menganiaya atau membunuh seorang mukmin, maka sejatinya mereka telah membawa beban dusta yang buruk.

———-

Dalam Bab ini terdapat hadits Ibnu Mas’ud Al-Anshari dan hadits Ibnu Abbas yang telah disebut di dalam Bab kedua.

وعن أبي موسى الأشعري رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم

Diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari[1] radhiyallohu ‘anhu, katanya Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إن من إجلال الله تعالى إكرام ذي الشيبة المسلم وحامل القرآن غير الغالي فيه والجافي عنه وإكرام ذي السلطان المقسط( رواه أبو داود وهو حديث حسن)

Sesungguhnya termasuk menggagungkan Allah Ta’ala adalah memuliakan orang tua yang muslim dan pengkaji Al-Qur’an yang tidak melampau batas dan tidak menyimpang dari padanya serta memuliakan penguasa yang adil.” (Riwayat Abu Dawud dan haditsnya hasan) Sunan Abu Dawud no. 4834, Bab “Menempatkan Orang Sesuai Dengan Kedudukannya”. Hadits ini juga dinilai ‘hasan’ oleh al-‘Iraqi, Ibnu Hajar dan al-Albani.

1) Beliau adalah Abdullah bin Qois bin Salim, datang ke Makkah dan masuk Islam di sana. Beliau ikut hijrah ke negeri Habasyah. Beliau ditugasi menjadi gubernur Bashrah oleh Umar bin Khattab sampai pada masa Utsman bin ‘Affan. Kemudian beliau kembali ke Makkah dan meninggal di sana pada tahun 52 H.

Hadits ini mengandung faedah-faedah:

1. Menghormati orang muslim yang sudah tua. Merekalah para sesepuh yang telah lebih dahulu makan asam garam kehidupan. Nabi ﷺ pernah mengatakan, bukan termasuk umatku orang yang tidak memuliakan dan menghormati orang yang lebih tua, menyayangi anak kecil dan tidak menghormati ulama.

Terhadap yang lebih tua maka hendaklah kita menghormati dan memuliakannya, karena mereka memiliki keutamaan. Adapun terhadap yang lebih muda maka hendaklah kita menyayangi dan lemah lembut kepadanya, karena pada diri yang lebih muda akal dan ilmunya masih kurang. Mereka perlu dibimbing dan dipenuhi kebutuhannya serta tidak menghukumnya apabila tidak sengaja melakukan kesalahan.

Dari Abu Shafwan Abdullah bin Busr Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik amal perbuatannya.”

(HR. At-Tirmidzi, no. 2330, dinilai Shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah As-Shahihah no. 1836).

Dan lebih ditekankan lagi jika dia adalah orang tua kita, ada dua hak sebagai orang tua kita dan hak seorang muslim.

Faedah Uban.

  • Uban akan menjadi cahaya di hari kiamat.

Dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَشِيبُ شَيْبَةً فِي الْإِسْلَامِ إِلَّا كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَة

Janganlah mencabut uban. Tidaklah seorang muslim yang memiliki sehelai uban, melainkan uban tersebut akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat nanti.” (HR. Abu Daud 4204. Hadis ini dishahihkan al-Albani dalam Shahih Targhib wa Tarhib, 2091)

Uban Tidak Boleh Dicabut

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَنْتِفُوا الشَّيْبَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَشِيبُ شَيْبَةً فِي الْإِسْلَامِ إِلَّا كَانَتْ لَهُ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Janganlah mencabut uban. Tidaklah seorang muslim yang beruban dalam Islam walaupun sehelai, melainkan uban tersebut akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat nanti.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shagir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

  • Uban adalah Kewibawaan

Dalam riwayat lain dijelaskan, dari Sa’id bin Musayyib, beliau berkata:

كام ابراهيم أول من ضيف الضيف وأول الناس كَانَ إِبْرَاهِيمُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلَ النَّاسِ ضَيَّفَ الضَّيْفَ وَأَوَّلَ النَّاسِ اخْتَتَنَ وَأَوَّلَ النَّاسِ قَصَّ الشَّارِبَ وَأَوَّلَ النَّاسِ رَأَى الشَّيْبَ فَقَالَ يَا رَبِّ مَا هَذَا فَقَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَقَارٌ يَا إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ يَا رَبِّ زِدْنِي وَقَارًا

Ibrahim adalah orang pertama yang menjamu tamu, orang pertama yang berkhitan, orang pertama yang memotong kumis, dan orang pertama yang melihat uban lalu berkata: Apakah ini wahai Tuhanku? Maka Allah berfirman: kewibawaan wahai Ibrahim. Ibrahim berkata: Wahai Tuhanku, tambahkan aku kewibawaan itu.” (HR. Bukhori dalam Al-Adabul Mufrod 120, Imam Malik dalam Al-Muwatto’ 9/58)

2. Menghormati Pengkaji Al-Qur’an yang tidak melampau batas dan tidak menyimpang dari padanya.

Yang melampaui batas dalam hadits ini seperti sifat Khawarij. Mereka sangat pandai membaca Al-Qur’an, bahkan fasih dan memperhatikan ilmu tajwidnya, tapi bacaan Al-Qur’an-nya hanya sampai tenggorokannya.

Bacaan itu tak sampai melepas tenggorokannya. Maksudnya apa? Tak sampai ke hatinya. (Hanya) dibaca di lisannya indah, bagus, sempurna.

Yang tidak menyimpang maksudnya bukan ahlul bid’ah. Termasuk membaca Al-Qur’an yang ghuluw, musabaqah dengan suara yang dilebih-lebihkan.

Demikian juga orang-orang yang membaca Al-Qur’an tetapi tidak mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an.

3. Menghormati Pemimpin yang Adil

Pemimpin yang mampu memberikan hak-hak orang lain, rakyatnya, dan bawahannya. Seorang pemimpin yang bersikap adil adalah mereka yang dapat bertindak dengan berlaku adil dan menermpatkan sesuatu pada tempatnya.

Maka pemimpin yang adil termasuk dalam 7 golongan yang akan mendapatkan naungan pada hari kiamat.

Tetapi jika dijumpai pemimpin muslim yang tidak adil, maka harus bersabar.

———-

Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallohu ‘anha , katanya:

أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم: أن ننزل الناس منازلهم )رواه أبو داود في سننه والبزار في مسنده قال الحاكم أبو عبد الله في علوم الحديث هو حديث صحيح(

Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa sallam menyuruh kami menempatkan orang-orang sesuai dengan kedudukan mereka.” (Riwayat Abu Dawud no. 4842 dalam Sunnannya dan Al-Bazzar dalam Musnadnya. Abu Abdillah Al-Hakim berkata dalam Ulumul hadits, derajat hadits sahih).

Seperti yang dicontohkan Rasulullah ﷺ dalam berdakwah, beliau mendidik para sahabat sesuai dengan kondisi dan tingkat pemahaman dan kedudukan masing-masing.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم