Judul Buku
Pengarang tidak menyebutkan judul buku secara jelas baik di awal, tengah atau di akhir pembahasan. Bisa jadi sangat dipengaruhi oleh isi buku yang hanya memuat penjelasan dan keterangan tentang masalah yang berkaitan dengan pengenalan terhadap Sunnah (Aqidah) serta penjelasan karakter Ahli sunnah dan para penentang sunnah. Pembahasan masalah sunnah (aqidah) dalam buku ini sebagai bukti kuat bahwa pengarang ingin menjelaskan secara ringkas dan lugas tentang masalah sunnah dan menyampaikan kepada Ahli sunnah pada zamannya sehingga buku ini tidak perlu diberi judul khusus.
Tulisan ini membuat berbagai masalah keyakinan dan itiqad yang dikenal pada zaman penulis dan sebelumnya dengan istilah sunnah sebagaimana Imam Ahmad bin Hambal telah memberi nama kitabnya tentang masalah aqidah dengan judul As Sunnah, begitu juga putranya Abdullah, Al Khalal, Al Maruzy, Al Lalika’i dan Ibnu Jarir, dan masih banyak ulama lain yang memberi sebutan kitab aqidah dengan judul As sunnah. Oleh sebab itu buku ini dikenal sebagian besar orang dengan judul Syarhus Sunnah.
Ibnu Abu Ya’la berkata: “Imam Al Barbahariy menulis banyak buku, antara lain kitab Syarhus Sunnah.”
Adz Dzahaby berkata: “Abu Muhammad Al Barbahariy telah menulis banyak karya tulis dan buku, antara lain Syarhus Sunnah.”11
Banyak Ahli sejarah memberi sebutan buku ini dengan judul Syarhus Sunnah. Dan judul ini yang ditemukan dalam tulisan asli.
Judul dan Isi Buku
Imam Al Barbahariy memulai penulisan bukunya dengan pujian dan sanjungan kepada Allah serta pengakuan tulus terhadap segala karunia dan nikmat-Nya. Kemudian beliau menegaskan bahwa Islam adalah sunnah dan sunnah adalah Islam dan mendorong semua umat agar tetap teguh di atas Jamaah. Lalu beliau menjelaskan bahwa landasan sunnah dan orang yang menjadi penafsir sunnah secara benar adalah para sahabat Rasulullah Sholallohu’alaihi wasallam.
Beliau sangat menganjurkan dengan keras untuk mengambil ajaran agama dari mereka dan memberi ancaman keras kepada siapa saja yang menentang mereka dan pada akhirnya dia pasti tersesat dan membuat kebid’ahan.
Beliau juga memberi peringatan keras kepada semua umat agar tidak mengikuti ajaran Ahli bid’ah yang menentang sunnah. Kemudian memberi peringatan keras terhadap bahaya bid’ah dan tindakan meninggalkan sunnah.
Beliau memberi peringatan keras terhadap segala kebid’ahan sekecil apapun sebab keburukan diawali dengan perkara kecil dan remeh lalu membesar dan beliau juga memperingatkan segala bentuk dan cara yang ditempuh Ahli bid’ah untuk mengajak kepada kebid’ahan.
Beliau juga menjelaskan secara gamblang metode dan langkah Ahli bid’ah dalam menyebarkan kebid’ahan dan kebatilan.
Kemudian beliau mengajak dan memberi motivasi untuk mengikuti sunnah dan meninggalkan kebid’ahan, dan beliau juga memperingatkan terhadap bahaya qiyas dan membuat perumpamaan dalam masalah Sunnah serta mengajak setiap muslim hanya beriman dan membenarkan apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya.
Beliau juga memberi peringatan keras terhadap bahaya berbantah-bantahan, berdebat dan adu argumentasi karena semua tindakan itu menumbuhkan keragu-raguan dalam hati.
Kemudian penulis menjelaskan keyakinan yang benar dalam masalah Asma’ dan Sifat.
Beliau juga berbicara tentang masalah keimanan bahwa Allah bisa dilihat pada hari kiamat dan beriman terhadap Mizan, Adzab Kubur, Telaga Rasulullah Sholallohu’alaihi wasallam dan setiap Nabi memiliki telaga, syafaat, Shirath, para Nabi dan malaikat, Surga dan Neraka, Dajjal, dan turunnya Isa ‘alaihissalam pada akhir zaman.
Penulis juga berbicara masalah iman bahwa iman terdiri dari ucapan dan perbuatan, niat dan tindakan, bisa bertambah dan berkurang.
Sebaik-baik umat setelah Rasulullah Sholallohu’alaihi wasallam adalah Abu Bakar Radhiyallohu’anhu, Umar Radhiyallohu’anhu, Utsman Radhiyallohu’anhu dan Ali Radhiyallohu’anhu lalu para sahabat yang telah mendapat jaminan masuk surga kemudian kaum Muhajirin pertama dan kaum Anshar lalu para sahabat yang telah bersanding dengan Nabi Sholallohu’alaihi wasallamsesuai masa dan waktu masing-masing. Beliau mengajak untuk selalu berdoa dengan rahmat kepada mereka dan tidak menyebut-nyebut mereka kecuali kebaikan mereka saja.
Kemudian beliau mendorong kepada kita agar mentaati pemimpin dan tidak boleh seorang bermalam tidur memiliki niat berlepas diri dari pemimpin, baik dari seorang pemimpin yang shalih atau jahat, serta haji dan jihad bersama pemimpin untuk selama-lamanya.
Beliau menjelaskan bahwa Khilafah hanya dari Quraisy dan beliau memberi peringatan keras terhadap bahaya keluar dari para pemimpin meskipun mereka jahat, sebab tidak ada dalam ajaran Ahli sunnah ajakan untuk memerangi pemimpin karena memerangi pemimpin akan menimbulkan kerusakan agama dan dunia.
Kemudian beliau membolehkan untuk memerangi kaum Khawarij bila mereka mengganggu kaum Muslimin dan beliau memberi cara untuk mensikapi kaum Bughat.
Penulis juga menjelaskan bahwa tidak boleh mentaati makhluk dalam rangka bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Tidak boleh memberi kesaksian tentang kebaikan dan keburukan secara pasti sebab tidak diketahui nasib akhir kematian seseorang.
Pintu taubat terbuka bagi setiap pelaku dosa.
Beliau menjelaskan bahwa hukum rajam benar, mengusap sepatu bot termasuk sunnah dan begitu juga mengqashar shalat dalam keadaan bepergian.
Penulis menguraikan hakekat nifak kemudian beliau memaparkan tentang hukum yang berkaitan dengan kehidupan dunia dan bagaimana seorang muslim bersikap terhadap Ahli kiblat.
Lalu penulis memaparkan tentang perbuatan yang menjadi penyebab kufur bagi orang yang melakukannya dan beliau mengulas lagi tentang sikap yang benar dalam beriman terhadap Asma’ dan Sifat.
Penulis juga menguraikan secara lugas bahwa barang-siapa yang menyatakan bahwa Allah bisa dilihat di dunia berarti telah kafir. Dan beliau juga memberi peringatan keras bahaya berfikir tentang Dzat Allah Subahanahu wata’aala, sebab demikian itu cara-cara yang ditempuh Ahli bid’ah dan hanya menimbulkan kebimbangan dalam hati serta bertentangan dengan petunjuk Nabi kelika beliau melarang keras dalam berfikir tentang Dzat Allah.
Beliau juga menjelaskan bahwa segala macam makhluk yang mengganggu dan binatang buas serta hewan melata semuanya ada di bawah perintah Allah dan tidak mengganggu kecuali atas izin Allah. Beliau berbicara tentang masalah ilmu Allah dan Dia mengetahui segala sesuatu.
Kemudian beliau berbicara masalah hukum pernikahan dan thalak yang termasuk masalah yang mutawatir dan dikenal oleh kebanyakan Ahli sunnah.
Penulis juga menjelaskan bahwa darah seorang muslim tidak halal kecuali karena tiga perkara, pezina setelah menikah, pembunuh jiwa yang mukmin dan orang yang murtad dan keluar dari jamaah.
Kemudian beliau menjelaskan tentang fenomena kehancuran alam semesta pada hari kiamat dan penjelasan seputar masalah yang berkaitan tentang hukum Allah kepada para makhluk nanti pada hari kiamat.
Kemudian beliau mengajak dan mendorong untuk ikhlas beramal karena Allah dan rela menerima semua ketentuan Allah serta bersikap sabar terhadap seluruh musibah.
Kemudian beliau menuturkan sekilas tentang hukum shalat Jenazah.
Dan beliau juga berbicara bahwa setiap tetesan hujan dari langit disertai oleh malaikat untuk meletakkan air hujan tersebut sesuai yang telah diperintahkan Allah.
Orang-orang musyrik yang di masukkan ke dalam sumur Badar yang meninggal di perang Badar mendengar ketika diajak bicara oleh Rasulullah Sholallohu’alaihi wasallam.
Penulis menjelaskan bahwa orang sakit diberi pahala sebagai balasan dari sakitnya dan orang yang mati syahid mendapat balasan pahala karena terbunuh.
Sesungguhnya anak-anak kecil ketika terkena musibah merasakan kesakitan.
Tidak seorangpun masuk Surga melainkan atas rahmat Allah dan tidak seorangpun masuk Neraka melainkan hanya karena dosa yang ia perbuat.
Beliau juga menguraikan karakter utama pengikut kebatilan dan kesesatan yaitu suka menolak dan membantah atsar.
Dan penulis juga menuturkan bahwa Al-Qur’an lebih butuh terhadap sunnah daripada sunnah terhadap Al-Qu r’an.
Beliau juga memberi peringatan keras terhadap bahaya debat, adu argumentasi dan adu mulut serta berbantah-bantahan soal masalah takdir.
Penulis memaparkan bahwa setiap orang wajib beriman terhadap peristiwa Isra’ dan segala apa yang diperoleh Nabi, baik berupa tanda-tanda kekuasaan Allah dan petunjuk agama.
Beliau juga berbicara masalah ruh orang-orang yang mati Syahid, orang-orang mukmin, orang-orang kafir dan orang-orang jahat dengan penjelasan kedudukan masing-masing ruh tersebut.
Kemudian beliau berbicara masalah kalamullah dan Allah Subahanahu wata’aala, telah mengajak bicara Musa dengan suara. Dan beliau juga menuturkan bahwa akal merupakan pemberian Allah sejak lahir dan Allah memberikan kelebihan akal bagi masing-masing manusia berbeda-beda.
Beliau juga berbicara masalah pentingnya nasihat kepada kaum muslimin.
Kemudian beliau juga berbicara tentang kebesaran Allah. Beliau menjelaskan bahwa kabar gembira ketika meninggal dunia ada tiga macam sebagaimana yang telah beliau uraikan dalam buku ini.
Lalu beliau mengulas sekali lagi tentang masalah Allah bisa dilihat pada hari kiamat.
Dan beliau mengulas kembali bahaya berdebat, berbantah-bantahan dan adu mulut dalam masalah agama serta bahaya ilmu kalam.
Kemudian beliau menjelaskan bahwa Allah akan menyiksa penghuni Neraka dengan cambuk, rantai dan belenggu, dan beliau memberi bantahan terhadap pemikiran Jahmiyah dalam masalah ini.
Lalu beliau juga berbicara masalah hukum shalat dan zakat, masuk Islam bisa ditandai dengan mengucapkan dua kalimat syahadah.
Sesungguhnya Allah tidak akan ingkar janji dan seorang muslim wajib beriman terhadap seluruh syariat. Kemudian beliau menjelaskan hukum-hukum yang berkaitan dengan jual-beli.
Dan penulis juga berbicara tentang keadaan orang-orang beriman di dunia dan semua orang harus selalu merasa khawatir selagi masih hidup di dunia.
Beliau menjelaskan bahwa pelaku dosa dan maksiat tidak boleh putus harapan dengan rahmat Allah dan harus selalu baik sangka terhadap Allah.
Seorang mukmin harus beriman bahwa Allah menampakkan kepada Nabi apa yang diperbuat oleh umatnya hingga nanti hari kiamat.
Kemudian beliau berbicara masalah perpecahan umat dan munculnya bcrbagai firqah sesat dan beliau menjelaskan secara global karakter Ahli sunnah dan Ahli bid’ah.
Kemudian beliau menjelaskan keharaman nikah mut’ah
Lalu beliau menjelaskan kedudukan dan keutamaan Bani Hasyim begitu juga keutamaan kabilah Quraisy dan orang-orang Arab, serta mengajak kepada semua umat u n t u k mengenali kemuliaan mereka.
Kemudian beliau berbicara tentang kesesatan, kebid’ahan dan bahaya pemikiran Jahmiyah. Kemudian beliau menjelaskan tentang masalah lafadz atau orang yang mengatakan bahwa pengucapan saya akan Al-Qur’an adalah makhluk, maka beliau memperingatkan kaum muslimin terhadap ucapan tersebut, dan beliau juga menyebutkan hukum orang yang mengucapkan perkataan itu.
Kemudian beliau masih mengulas pemikiran Jahmiyah dan membongkar seluruh kesesatan mereka serta sikap ulama Ahli sunnah terhadap mereka.
Beliau juga menjelaskan bahwa kebid’ahan muncul dari kalangan orang-orang puritan lagi kerdil ilmunya yang gampang terombang-ambing oleh arus kesesatan.
Kemudian beliau menguraikan sekilas tentang sebagian karakter Ahlul haq dan Ahli sunnah. Dan beliau menyatakan bahwa ilmu itu bukan karena banyaknya riwayat dan kitab akan tetapi kemauan untuk mengikuti atsar.
Kemudian beliau melarang keras dalam mengikuti ra ‘yu, qiyas dan takwil.
Lalu beliau mendorong kepada seluruh umat agar mengikuti sunnah, petunjuk Nabi dan para sahabat. Beliau juga memberi peringatan keras tentang bahaya kebid’ahan dan Ahli bid’ah lalu penjelasan tentang akar bid’ah dan cabang-cabangnya.
Beliau juga mengajak semua umat agar selalu berpegang teguh kepada perkara generasi pertama lagi murni.
Beliau bersikap tegas dalam mengajak seluruh umat agar bersikap tunduk patuh terhadap isi buku ini yang berkaitan dengan aqidah dan mengambil isi buku ini merupakan suatu hal yang wajib.
Kemudian beliau menjelaskan sikap seorang muslim ketika menghadapi fitnah.
Dan beliau melarang keras kepada setiap orang Islam dari ilmu perbintangan kecuali untuk suatu yang sangat penting. Dan beliau melarang duduk-duduk dan berbicara dengan para Ahli perbintangan.
Beliau juga menjelaskan pentingnya takut kepada Allah dan itulah jalan orang-orang shalih. Beliau melarang dengan keras duduk-duduk bersama Ahli tasawwuf yang tersesat dari sunnah.
Dan beliau juga menjelaskan sikap seorang muslim terhadap perselisihan yang terjadi di kalangan para sahabat dan beliau juga menguraikan tentang hukum fikih seputar mencari rizki dan berusaha. Dan beliau berbicara soal hukum shalat di belakang Ahli bid’ah secara jelas.
Kemudian beliau mengulas kembali seputar hukum-hukum fikih dan kedudukan amar ma ‘ruf nahi mungkar.
Kemudian beliau menjelaskan sebagian karakter Ahli kebatilan dan kesesatan yaitu suka menghujat terhadap sahabat Nabi dan menghujat atsar.
Lain beliau mengulas lagi pentingnya taat terhadap pemimpin dan sabar terhadap kedzaliman para pemimpin serta selalu berdoa untuk kebaikan para pemimpin dan itulah karakter Ahli sunnah. Kemudian beliau menyebutkan kembali karakter Ahli bid’ah dan kebatilan. Beliau juga mengulangi penjelasan tentang karakter Ahli sunnah.
Beliau menjelaskan bahwa semua bentuk kebid’ahan pasti akan mengajak kepada peperangan. Kemudian beliau dengan panjang lebar menjelaskan tentang sifat dan kriteria Ahli bid’ah dan pengikut kesesatan dan kebatilan serta beliau melarang keras untuk mendengar terhadap (ucapan) Ahli bid’ah
dan duduk-duduk bersama mereka.
Beliau juga mengulas kembali bahaya berdebat, berbantah-bantahan dan adu mulut dan beliau mengajak untuk berpegang teguh dengan sunnah dan atsar, serta berdiam diri dari ayat-ayat yang mutasyabih, dan beliau juga melarang berdebat dengan Ahli bid’ah dan condong terhadap mereka.
Kemudian beliau mengulas kembali karakter Ahli bid’ah secara panjang lebar, dan beliau melarang bergaul dan berdebat dengan mereka. Beliau juga memberi penjelasan tentang Ahli bid’ah dan pemikiran mereka dan kapan seorang bisa dikatakan Ahli sunnah.
Dan beliau memberi peringatan keras tentang kebid’ahan yang timbul pada masanya seperti bid’ah Irja’, Syiah dan Rafidhah.
Kemudian beliau berbicara masalah sahabat dan sikap seorang muslim terhadap mereka.
Beliau menjelaskan bahwa barangsiapa yang ingkar atau ragu-ragu terhadap satu huruf dari Al-Qur’an atau sebagian riwayat dari sunnah Nabi Sholallohu’alaihi wasallammaka ia bertemu dengan Allah Subahanahu wata’aala sebagai seorang pendusta.
Termasuk bagian dari perkara sunnah (aqidah), tidak memberi bantuan terhadap pelaku maksiat. Bertaubat dari segala dosa merupakan suatu kewajiban setiap hamba Allah.
Setiap muslim wajib memberi kesaksian kepada siapa saja orang yang telah dijamin masuk surga. Barangsiapa tidak memberi kesaksian terhadap mereka maka ia termasuk Ahli bid’ah dan tersesat.
Kemudian beliau menutup bahasan buku ini dengan mengutip beberapa atsar dari para ulama salaf seputar masalah pentingnya tetap teguh di atas jamaah dan mengikuti atsar. Begitu juga atsar para ulama yang berkaitan dengan bahaya Ahli bid’ah dan pengikut kesesatan dan kebatilan.
Setelah membaca selayang pandang isi buku ini maka nampak jelas di hadapan kita semua bahwa penulis ingin menjelaskan aqidah salafiyah dan sikap dan karakter para pengikut dakwah salaf. Dan beliau juga menjelaskan secara lugas karakter penentang aqidah dan dakwah salaf sehingga beliau memberi peringatan keras terhadap langkah, cara-cara dan taktik bermuamalah dengan mereka.
Dengan demikian menjadi sangat jelas makna sunnah yang dikehendaki oleh penulis yaitu seluruh keyakinan dan hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan baik berupa ibadah, muamalah, etika dan yang lainnya yang mencakup seluruh ajaran Islam. Makna sunnah seperti di atas sangat dikenal di kalangan para imam Ahli sunnah sejak zaman dahulu dan ulama pada zaman Imam Al-Barbahariy.
Ibnu Rajab Al Hambali berkata: “As Sunnah ialah jalan yang ditempuh yang mencakup sikap berpegang teguh dengan ajaran Nabi dan para khulafaurrasyidin baik berupa keyakinan, perbuatan dan ucapan. Itulah hakekat sunnah secara sempurna. Oleh sebab itu para ulama salaf tidak mengutarakan lafadz, sunnah melainkan mencakup seluruh ajaran Islam.12
lnilah yang ditempuh oleh imam Al Barbahariy dalam menulis buku ini, meskipun kecil namun memuat sebagian pokok hukum fiqih dan etika serta sebagian besar masalah keyakinan atau aqidah.
Dan beliau juga menyoroti secara panjang lebar tentang bid’ah yang menyebar pada zamannya dan memberi peringatan keras terhadap bahaya Ahli bid’ah.
Sebab penulisan Buku
Penulis tidak menyebutkan secara khusus sebab penulisan buku ini namun di sana ada beberapa sebab yang mungkin bisa dianggap menjadi motivasi penulisan buku ini dan setelah saya melakukan kajian secara detail, ada dua penyebab paling utama :
Demikian itu terungkap dalam buku ini masalah nomor (8) beliau berkata: “Perhatikanlah, semoga kamu dirahmati Allah Subahanahu wata’aala setiap ucapan orang yang hidup pada masamu secara khusus, jangan tergesa- gesa dan masuk untuk menerimanya hingga kamu bertanya dan melihat apakah ucapan tersebut pernah disampaikan oleh sahabat Rasulullah atau salah seorang ulama Ahli sunnah.”
Dua perkara di atas banyak memberi motivasi para penulis dan imam Ahli sunnah yang sezaman dengan beliau sebagaimana yang dilakukan oleh imam Al Ajury dalam kitab As Syari’ah dan Al Lalika’i dalam kitab Syarh usul I’tiqad Ahli sunnah wal Jamaah. Dan murid beliau imam Ibnu Baththah dalam Al Ibanah Al Kubra dan Al Ibanah Al Sughra.
Bobot Buku
Bobot sebuah buku bisa diukur lewat tiga kriteria:
Dari sang penulisnya, dari bobot tulisannya dan sebab-sebab yang mendorong untuk menulis tulisan tersebut. Dari ketiga kriteria di atas sangat nampak jelas bobot buku ini:
Dari sudut pandang penulisnya, dia seorang imam yang mantap ilmunya, seorang ulama dan tokoh panutan di antara para imam dan ulama sezamannya.
Bobotnya, buku ini sangat agung dan berbobot karena membicarakan masalah seputar aqidah Ahli sunnah wal jamaah.
Adapun sebab penulisan buku ini sangat nampak pada penjelasan di atas.
Dibanding dengan buku-buku lain yang mengupas tentang aqidah salafiyah yang ditulis pada akhir abad ketiga atau awal abad keempat, kitab ini tidak kalah berbobot dengan kitab-kitab lain yang dikarang pada abad itu seperti kitab As Sunnah karya Imam Abu Abdullah bin Ahmad bin Hambal, As Sunnah karya Ibnu Abu Ashim, kitab As Syari’ah karya Al Ajiri, Syarah Usui I’liqad Ahli sunnah wal jamaah karya Al Lalika’i, Kitab Sharihussunnah karya Ibnu Jarir Ath Thabariy, Al Ibanah Al Kubra dan Al Ibanah Al Sughra karya Ibnu Baththah serta kitab-kitab aqidah yang lainnya
Bahkan Ibnu Baththah dalam kitab Al-Ibanah Al-Kubra dan Al-Ibanah As-Sughra sering mengutip pendapat gurunya, Imam Al Barbahariy sehingga buku ini bisa dianggap buku saku yang memuat tentang pokok-pokok penting aqidah Ahli sunnah wal Jamaah dengan penjelasan ringan dan terkadang agak
detail. Kitab ini memiliki format yang mirip dengan kitab Aqidah Ath Thahawiyah atau kitab Ibnu Ash Shabuni atau Al Isma’ily.
Namun buku ini di banding dengan dua buku-buku di atas memiliki dua kelebihan dan keistimewaan:
Secara umum buku ini sangat ringkas dalam menjelaskan masalah I’tiqad sebagaimana yang dituturkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
“Kebanyakan para penulis buku tentang ringkasan I’tiqad Ahli sunnah wal Jamaah menyebutkan karakter utama Ahli sunnah yang membedakan antara mereka dengan orang kafir dan Ahli bid’ah, mereka menyebutkan tentang penetapan masalah sifat dan bahwa Al-Qur’an adalah bukan makhluk serta Allah Subahanahu wata’aala bisa dilihat nanti pada hari kiamat yang berbeda dengan keyakinan Jahmiyah dan Mu’tazilah serta yang lainnya.
Mereka menyebutkan bahwa Allah Subahanahu wata’aala Subahanahu wata’aala yang menciptakan perbuatan hamba-Nya dan Allah Subahanahu wata’aala Dzat Pengatur alam semesta, setiap yang dikehendaki pasti terjadi dan setiap yang tidak dikehendaki tidak akan terjadi, berbeda dengan keyakinan kaum Qadariyah dari Mu’tazilah.
Mereka juga menyebutkan masalah yang berkaitan dengan nama-nama, hukum, janji baik dan ancaman. Seorang mukmin tidak dianggap kafir dengan sekedar perbuatan dosa dan dia tidak akan kekal di neraka, berbeda dengan keyakinan Khawarij dan Mu’tazilah. Mereka menjelaskan penjelasan yang benar dalam masalah umum dan menetapkan ancaman bagi pelaku dosa besar secara global, berbeda dengan keyakinan Murji’ah.
Mereka juga menyebutkan keabsahan kepemimpinan para Khulafaurrasyidin yang Empat dan menuturkan keutamaan mereka, berbeda dengan keyakinan firqah syiah dari kalangan Rafidhah dan yang lainnya.
Wajib beriman terhadap semua perkara yang telah menjadi kesepakatan kaum Muslimin dari mulai mentauhidkan Allah Subahanahu wata’aala, beriman kepada para Rasul dan beriman terhadap Hari Akhir yang tidak boleh tidak, adapun dalil-dalil masalah-masalah ini maka terdapat di dalam kitab-kitab besar.13
Sanad Penukilan Isi Buku
Tulisan asli buku ini terjadi peruhahan dan penyelewengan dengan dinisbatkan tulisan ini secara salah kepada bukan penulis aslinya sehingga permasalahan ini harus didudukkan dan dijelaskan secara obyektif.
Saya telah menemukan dalam sisipan tulisan asli buku ini teks yang berbunyi: ” Kitab Syarhus Sunnah dari Abu Abdullah Ahmad bin Muhaminad bin Ghalib Al Bahily Ghulam Khalil Rahimahullah, yang telah meriwayatkan dari Abu Bakar Ahmad bin Kamil bin Khalaf bin Dhajarali Al Qadhy, meriwayatkan dari Abu Ishaq Ibrahim bin Umar bin Ahmad Al Barmaky Al Faqih, telah mendapat wewenang (ijazah) dari Abul Hasan bin Muhammad bin Al Abbas’bin Ahmad bin Al Furaat dari Ibnu Kamil.”
Sementara dalam lembaran pertama dari buku asli tulisan tangan kami menemukan teks yang berbunyi:
Telah mengabarkan kepada saya seorang imam yang terpercaya, Abul Hasan Abdul Hak bin Abdul Khalik, dikatakan kepadanya: “Telah mengabarkan kepada kalian Abu Thalib bin Abdul Qadir bin Muhammad bin Abdul Qadir bin Muhammad bin Yusuf berada di Masjid Jami’ sedang mendengar, dikatakan kepadanya: ‘Telah mengabarkan kepada kalian Syaikh Abu Ishaq Ibrahim bin Umar bin Ahmad Al Barmaky telah mengizinkan dan memberi kewenangan kepada kalian untuk meriwayatkan isi buku ini dan dia mengakui hal itu dengan berkata: Ya.’ Berkata: ‘Telah mengabarkan kepada kami Abul Hasan Muhammad bin Al Abbas bin Ahmad Al Furaat, semoga Allah Subahanahu wata’aala merahmatinya, dan telah dibacakan dari kitabnya.’ Dia berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Bakar Ahmad bin Kamil bin Khalaf bin Syajarah Al Qadhy dengan cara membacakan kepadanya, dia berkata: ‘Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Ghalib Al Bahily telah memberikan buku ini kepadaku dan dia berkata: ‘Silahkan anda meriwayatkan buku ini dariku dari mulai pertama hingga akhir.” Lalu beliau menuturkan teks buku secara sempurna.
Jadi, buku ini dinisbatkan kepada Ghulam Khalil bukan kepada Abu Muhammad Al-Barbahariy, maka ada beberapa catatan penting dari buku yang harus diluruskan:
Pertama: Ghulam Khalil terkenal pendusta dan pembuat hadits palsu sebagaimana yang telah dinukil dari beberapa ulama:
Abu Daud berkata: “Saya khawatir dia seorang Dajjal (pendusta) Baghdad.”
Ad Daruquthni berkata bahwa dia orang yang ditinggalkan riwayatnya (matruk).
Ibnu Ady berkata: “Saya mendengar dari Abu Abdullah An Nahawandy berkata: Saya berkata kepada Ghulam Khalil: Apakah yang ada dalam ar Raqa’iq (nasihat-nasihat yang menyentuh) yang sering kamu riwayatkan itu? la berkata: Saya buat untuk membuat hati orang awwam menjadi lembut.”14
Dia wafat bulan Rajab tahun 275 H. sementara dalam buku terdapat dalam masalah nomor (112) berbunyi: “Seluruh yang aku tuturkan dalam buku ini berasal dari Allah Subahanahu wata’aala Subahanahu wata’aala, Rasulullah Sholallohu’alaihi wasallam, para sahabat dan Tabi’in serta generasi abad ketiga hingga abad keempat ….”
Ini menunjukkan bahwa buku ini bukan karyanya sebab dia wafat menjelang abad ketiga, tidak sampai mendapati abad keempat. Sementara imam Al Barbahariy wafat tahun 329 mengalami abad keempat.
Kedua: Boleh jadi Ibnu Kamil meriwayatkan buku ini dari Ghulam Khalil ketika masih usia sangat muda belia sebab dia lahir tahun 260 H, lima belas tahun sebelum wafatnya Ghulam Khalil, sehingga dia lebih berhak meriwayatkan dari Imam Abu Muhammad Al Barbahariy sebab masih hidup sezaman. Ibnu Kamil Wafat tahun 350 H sementara Al Barbahariy walal tahun 329 H. bisa jadi ketika masa-masa fitnah menghasung imam Al Barbahariy dan para sahabatnya dari para pemimpin membuat sebagian kuli tinta pada saat itu merubah secara sengaja nama pengarang buku ini, mereka khawatir dituduh menjadi pembela imam AI Barbahariy sehingga mendapat perlakuan kejam dan sadis. Ini menunjukkan buku ini punya hubungan erat dengan AI Barbahariy. WAllah Subahanahu wata’aalau a’lam.
Sementara Ibnu Kamil seorang ulama gudang ilmu dan memiliki beberapa karya dan tulisan.15
Ketiga: Ghulam Khalil sangat terkenal sebagai pendusta dalam meriwayatkan hadits Nabi sehingga tidak menutup kemungkinan dia mencuri karya orang lain dan dinisbatkan kepada dirinya, sebagai bukti ucapan dia ketika mendapat wewenang untuk meriwayatkan buku ini dari Ibnu Kamil “Silahkan anda meriwayatkan buku ini dariku dari mulai pertama hingga akhir,” Jelas, ucapan seperti itu tidak benar dan menjadi bukti kuat buku ini bukan karyanya.
Keempat: Kebanyakan Ahli sejarah yang mengutip biografi imam Al Barbahariy menuturkan bahwa beliau memiliki buku yang berjudul Syarhus Sunnah, sementara kami tidak menemukan seorang Ahli sejarah yang menuturkan bahwa Ghulam Khalil memiliki karya yang berjudul Syarhus Sunnah.
Kelima: Kebanyakan para ulama membaca buku ini dan banyak mengambil faidah dan mereka mengakui bahwa buku tersebut sah dinisbatkan kepada imam Al-Barbahariy. Inilah bukti-buktinya:
a. Ibnu Abu Ya’la telah menuturkan dalam Thabaqaatul Hanabilah (2/18-43). Buku ini dengan semua isinya kecuali beberapa penjelasan yang sedikit saja yaitu lembaran pertama dan kedua dari manuskrip. Beliau menjelaskan di awal tentang kandungan buku ini, berkata: Imam Al Barbahariy telah menulis banyak karya tulis antara lain, Syarhus Sunnah”.
b. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menukil dari beliau dalam kitab Bughyatul Murtaad (Hal.258) beliau berkata: “Dituturkan dari Abu Muhammad Al Barbahariy bahwa beliau berkata: ‘Kemampuan
akal manusia bukan didapat dari sebuah usaha namun karunia dari Allah Subahanahu wata’aala.'” Teks ini mirip yang ada pada masalah nomor (77).
c. Imam Adz Dzahaby menukil dari beliau dalam kitab Al Uluw (Hal. 244) seperti teks yang ada dalam masalah nomor (13) dalam buku ini.
d. Ibnu Abdul Hady juga menukil dari beliau dalam kitab Tuhfatul Wushul seperti teks yang ada
pada masalah nomor (77) dalam buku ini.
e. Ibnu Muflih Al Hambali juga menukil dari beliau dalam kitab “Al Furu”‘ (2/188) mirip dengan teks dalam masalah nomor (149) dalam buku ini. Beliau juga menukil dalam kitab “Al Adabus Syar’iyah” (1/203) sebagian teks yang tertulis dalam buku ini sebagaimana yang terdapat dalam masalah nomor (11), (12) dan (157).
f. Lebih banyak Iagi mengutip dari buku ini Abu Yaman Al-Ulaimy dalam kitab “Al Manhaj Al Ahmad”‘,(2/27-37), Ibnu Ammad Al Hambali dalam Kitab “As Syadzaraat” (2/319-322), dan Adz Dzahaby dalam kitab “Tarikhul Islam” (Hawadits wa wafayat 321-330) dan dalam kitab Siyar A’lamin Nubala ‘(15/91).
Kesimpulan, bahwa sangat cukup dalil-dalil dan bukti bahwa buku ini adalah karya imam Al Barbahariy. Segala puji dan karunia hanya milik Allah Subahanahu wata’aala.