بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab At-Tibyan fi Adab Hamalat Al-Quran
Karya Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Bersama Ustadz Nefri Abu Abdillah, Lc 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Al-Khor, 27 Rabi’ul Akhir 1446 / 30 Oktober 2024.
Kajian Ke-14 | Bab 4: Panduan Mengajar dan Belajar Al-Qur’an.
Hendaklah Seorang Guru Mendidik Anak Didiknya dengan Adab-Adab yang Mulia
– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:
Pasal: Patutlah pelajar dididik secara bertahap dengan adab-adab yang luhur dan perilaku yang baik dan melatih dirinya dengan perkara-perkara yang kecil dan rumit.
Hendaklah guru membiasakannya untuk memelihara diri dalam semua urusan yang tersembunyi maupun yang terang dan mendorongnya dengan perkataan dan perbuatannya yang berulang-ulang untuk menampakkan keikhlasan, kejujuran dan niat baik serta memperhatikan Allah Ta’ala dalam seluruh saatnya.
Penjelasan:
Pada bab ini Imam Nawawi Rahimahullah mengajarkan pentingnya pendidikan yang bertahap. Dimulai perilaku yang baik dan perkara yang kecil. Yaitu akhlak yang mulia.
Perbedaan adab dan akhlak:
– Adab: lebih kepada gerak gerik aturan yang nampak. Seperti adab masuk toilet, adab berpakaian dan lainnya.
– Akhlak: lebih kepada karakter pribadi seseorang. Dia tidak nampak, tetapi wujudnya kelihatan. Seperti sifat sabar, sifat pemalu (malu yang bernilai positif seperti malu berbuat kejahatan, bukan negatif seperti malu pergi ke masjid dan lainnya).
Maka Rasulullah ﷺ memberikan standar kelayakan calon menantu yaitu agama dan akhlak.
Dari Abu Hatim Al Muzanni radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إذا جاءَكم مَن ترضَونَ دينَه وخُلقَه فأنكِحوهُ ، إلَّا تفعلوا تَكن فتنةٌ في الأرضِ وفسادٌ
“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi” (HR. Tirmidzi no.1085. Al Albani berkata dalam Shahih At Tirmidzi bahwa hadits ini hasan lighairihi).
Dalam hadits ini, Nabi ﷺ menonjolkan agama dan akhlaknya (bukan adab) karena akhlak inilah yang menjadi standar pribadi seseorang, dia tidak bisa dibuat secara instan. Lain halnya dengan adab yang bisa dibuat-buat.
Adab ada dua jenis:
– Tidak syar’i, seperti adab suatu daerah yang membolehkan pacaran, berhubungan sebelum nikah, menculik calon mempelai wanita dan banyak contoh lainnya.
– Syar’iyyah. Yaitu yang diridhai Allah ﷻ seperti yang dicontohkan Rasulullah ﷺ.
Demikian halnya dengan akhlak ada yang buruk dan ada yang mulia.
Dua poin hal yang Perlu diajarkan kepada anak-anak didik:
1. Pendidikan tentang Keimanan.
2. Pendidikan adab.
Meskipun, kedua-duanya bisa dilakukan secara bersamaan. Dan belajar adab harus dengan melihat langsung, tidak bisa didapatkan secara Online.
Kisah hidup para ulama memang sangat menakjubkan. Ketakwaan dan akhlak mereka yang mulia menjadi motivasi bagi kita agar menjadi pribadi yang lebih baik. Salah satu kisah ulama yang terdapat banyak pelajaran di dalamnya yaitu kisah Syaikh as-Sa’di rahimahullah, guru dari Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata: Setiap kali aku membaca kitab karangan al-Imam al-‘Allamah, asy-Syaikh Abdurrahman as-Sa’di; maka kitab itu akan menarik hatiku dan metodenya membuatku takjub, begitu pula dengan kemudahannya. Karena aku mendapatinya mengandung ilmu yang luas dan banyak. Terlebih lagi tentang ilmu dan akhlak beliau,… cara mengajrnya diulang tiga kali…
Adapun tentang muamalah beliau… maka aku belum pernah melihat seorangpun… yang lebih baik akhlaknya dari beliau -rahimahullah-.
Beliau seorang lelaki yang rendah hati, mencintai orang-orang fakir, dan selalu menjaga kehormatan mereka. Dan lainnya.
Maka, mencari guru yang berilmu dan berakhlak baik, mutlak diperlukan agar tidak terjadi penyesalan dikemudian hari… Karena dasar utama belajar mengajar adalah ikhlas karena Allah ﷻ, sifat kejujuran dan niat baik.
Setiap gerak geriknya merasa dikontrol Allah ﷻ (muraqabah Allah ﷻ) yang berfungsi sebagai pengendali terbaik (rem) hati dan jiwa.
– Imam An-Nawawi 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱 berkata:
Hendaklah guru memberitahukan kepadanya bahwa dengan sebab itu terbukalah cahaya makrifat kepadanya, dadanya menjadi lapang dan memancar dari hatinya sumber-sumber hikmah dan pengetahuan yang tersembunyi.
Allah akan memberinya keberkahan dalam ilmu dan keadaannya dan memberinya petunjuk pada perbuatan dan perkataannya.
Penjelasan:
Dampak dari ilmu yang bermanfaat adalah:
– Terbukanya cahaya makrifat
– Dadanya menjadi lapang
– Hati yang memancar sumber hikmah
Pepatah Arab mengatakan “wa innama al-ilmu bi at-ta’allum” bahwa ilmu itu bisa didapat dari proses belajar, dan dikatakan belajar kalau ada guru. Dan guru yang baik adalah yang berilmu dan berakhlak baik di atas manhaj salafus shalih.
Tempat pendidikan yang baik ada tiga unsur:
1. Pendidikan di rumah.
2. Pendidikan di sekolah atau majelis ilmu.
3. Pendidikan melalui lingkungan.
Dan semuanya didasarkan pada potensi pribadi yang dibalut dalam Kaidah-kaidah agama. Inilah yang dikembangkan panutan kita, Rasulullah ﷺ dalam mendidik para sahabat.
Generasi sekarang (gen z) banyak dipengaruhi oleh sikap pendidikan yang menjadi mereka manja. Tidak mendahulukan bakat daripada hobi. Karena hobi bisa berakhir dengan kebosanan, sementara bakat bisa diasah dan dikembangkan dengan baik.
Imam Adzahabi Rahimahullah pernah menjelaskan penyimpangan ulama besar di zamannya yang menyimpang (sesat) hingga beliau berkata: Semoga Allah ﷻ melaknat kecerdasan tanpa dibarengi keimanan dan merahmati kebodohan tapi disertai ketakwaan. (Siyar ‘Alamin Nubalaa(14/36).
Jika pendidikan bisa berjalan dengan baik, maka Allah akan memberinya keberkahan dalam ilmu dan keadaannya dan memberinya petunjuk pada perbuatan dan perkataannya.
Memperbaiki keadaannya maksudnya memberikan keberkahan pada hidupnya, meskipun ilmunya sedikit tetapi bermanfaat.
Semoga kita terhindar dari ilmu yang tidak bermanfaat dan niat yang tidak ikhlas.
Dari Zaid bin Arqam, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca doa:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا
Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dan dari jiwa yang tidak pernah merasa kenyang, serta dari doa yang tidak dikabulkan. [HR Muslim dan lainnya].
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم