بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Senin – Kitab Ad Daa’ wa Ad Dawaa’
Karya: Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah
Bersama: Ustadz Abu Hazim Syamsuril Wa’di, SH, M.Pd, Ph.D Hafidzahullah
Al Khor, 6 Rabi’ul Awal 1446 / 9 September 2024.



Bab: Mendahulukan yang Lebih Bermanfaat
📖 Syarh oleh Syeikh Dr. Abdurrazzaq Al-Badr 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.

📖 Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Masing-masing dari “tindakan” dan “tidak adanya tindakan” yang dilakukan karena pilihan dan kesadaran merupakan perkara yang hanya dikedepankan oleh orang yang hidup. Tujuannya ialah memperoleh manfaat yang dengannya seseorang merasakan kelezatan atau untuk menghilangkan rasa sakit yang dengannya dia mendapatkan kesembuhan.

Oleh karena itu, secara etimologi dikatakan: “Sembuhlah dadanya, atau sembuhlah hatinya.”

Seorang penya’ir berkata: Ia adalah penyembuh sakitku jika aku mendapatkannya, meskipun tidak ada obat penyakit yang dihasilkannya.

Syarah oleh Syeikh Abdurrazaq Al-Badr Hafidzahullah :

Pasal ini adalah penyempurna kajian sebelumnya dimana seseorang mengerjakan sesuatu atau meninggalkan sesuatu yang merupakan pilihan untuk mendapatkan kesenangan. Dia mendapatkan kelezatan dalam hal perbuatan sesuatu atau dia mendapatkan kesenangan dari keselamatan dengan meninggalkan sesuatu.

Kita meninggalkan sesuatu agar selamat dari sesuatu yang menyakitkan. Seperti halnya memilih makanan untuk mendapatkan manfaat atau mudharat.

Seseorang tersebut melakukannya dengan tujuan untuk mendapatkan kelezatan dan meninggalkan untuk mendapatkan keselamatan. Tetapi jalan untuk mendapatkan itu bermacam-macam dan setiap jalan untuk menempuhnya bisa jadi jalan menuju kebinasaannya.

Maka cara dan jalan untuk mendapatkan kesenangan perlu dilihat kemaslahatannya.

📖 Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Demikianlah tuntutan yang dikedepankan orang yang berakal, bahkan binatang ternak sekalipun. Sayangnya, mayoritas manusia benar-benar salah persepsi dalam memahami hal itu. Mereka ingin mendapatkan kelezatan dengan perkara yang akan mendatangkan kepedihan yang sangat. Mereka menyakiti diri sendiri, tetapi tetap merasa tengah menghibur hatinya. Mereka menyembuhkan hati dengan perkara yang selanjutnya justru mendatangkan puncak penyakit.

Syarah oleh Syeikh Abdurrazaq Al-Badr Hafidzahullah :

Untuk mendapatkan kelezatan banyak jalan yang ditempuh yang bisa jadi malah membinasakannya. Kemudian ada akal yang merenung akibat dari suatu perbuatan. Inilah keistimewaan orang yang beriman, ia memikirkan efek dari suatu perbuatan.

Ia tidak hanya memikirkan kelezatan saja, tetapi memikirkan apa efek dari perbuatannya. Pandangan orang-orang yang beriman akan panjang karena memperhatikan efek dan akibatnya. Bisa jadi suatu kelezatan padahal efeknya akan menyakiti dirinya. Ia hanya melihat apa yang ada di depannya, kesenangan yang semu…

Seandainya dia berhenti sejenak untuk berfikir akibatnya, maka dia akan selamat dari hal seperti itu. Apalagi yang didapatkan dari perkara yang diharamkan… Hanya kesenangan sesaat, sementara dia akan terhina di neraka… Dia merugi di dunia dan di akhirat. Na’udzubillahmindalik..

📖 Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Seperti itulah keadaan orang-orang yang berpikiran pendek dan tidak mempedulikan dampak perbuatannya. Padahal, keistimewaan akal terletak pada kemampuan memperkirakan atau memprediksi akibat yang akan terjadi.

Manusia yang paling berakal adalah orang yang mengedepankan kelezatan dan kesenangan yang abadi dibandingkan kesenangan yang singkat, fana, dan terputus.

Sebaliknya, orang yang paling bodoh adalah orang yang menjual kenikmatan yang abadi, kehidupan yang kekal, dan kelezatan yang agung, yang sama sekali tidak ada suatu kekurangan pun di dalamnya, dengan suatu kelezatan yang terputus, singkat, fana, dan tercemari oleh kepedihan serta kekhawatiran.

Syarah oleh Syeikh Abdurrazaq Al-Badr Hafidzahullah :

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 18-19:

مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهٗ فِيْهَا مَا نَشَاۤءُ لِمَنْ نُّرِيْدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهٗ جَهَنَّمَۚ يَصْلٰىهَا مَذْمُوْمًا مَّدْحُوْرًا

18. Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahanam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.

وَمَنْ اَرَادَ الْاٰخِرَةَ وَسَعٰى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُولٰۤىِٕكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَّشْكُوْرًا

19. Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik.

Tidak akan mungkin sampai pada perkara ini kecuali menggunakan akalnya dan berfikir, baik perkara yang haram atau mubah. Tetapi kebanyakan manusia tidak mendahulukan akal tetapi syahwatnya.

Seandainya dia menyetop syahwatnya (motornya) dan menimbang maka dia termasuk orang yang berakal. Namun jika syahwatnya dikedepankan ia akan berhadapan dengan kesenangan yang semu.

Akal akan berbicara kepada syahwatnya dan mendebatnya untuk berpikir dan menimbang dampak kedepannya. Dan keinginan akan berkurang, jika syahwatnya kalah maka ia akan selamat.

Masalah sebagian orang, merasa seolah-olah dia kalah dengan dirinya, padahal belum berusaha menggunakan akalnya dan berhenti sejenak untuk berpikir positif.

Dalam Thariqal Hijratain ada sepuluh sebab seseorang yang dapat menghalangi dari kemaksiatan dan yang paling berpengaruh adalah berpikir sejenak dan mengingat Allah ﷻ, maka dia akan terhalang dari perbuatan maksiat. Bahwasanya Allah ﷻ akan melihat dia, maka syahwatnya akan mati dan dia selamat.

Suatu hari ada seorang pemuda yang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, izinkan aku berzina!”

Orang-orang pun bergegas mendatanginya dan menghardiknya, “Diam kamu! Diam!”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Mendekatlah.”

Pemuda itu pun mendekat lalu duduk.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Relakah engkau jika ibumu dizinai orang lain?”

“Tidak demi Allah wahai Rasul,” sahut pemuda itu.

“Begitu pula orang lain, tidak rela kalau ibu mereka dizinai.”

Lanjut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Relakah engkau jika putrimu dizinai orang?”

“Tidak demi Allah wahai Rasul!” pemuda itu kembali menjawab.

“Begitu pula orang lain, tidak rela jika putri mereka dizinai.”

“Relakah engkau jika saudari kandungmu dizinai?”

“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!”

“Begitu pula orang lain, tidak rela jika saudara perempuan mereka dizinai.”

“Relakah engkau jika bibi – dari jalur bapakmu – dizinai?”

“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!”

“Begitu pula orang lain, tidak rela jika bibi mereka dizinai.”

“Relakah engkau jika bibi – dari jalur ibumu – dizinai?”

“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!”

“Begitu pula orang lain, tidak rela jika bibi mereka dizinai.”

Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkan tangannya di dada pemuda tersebut sembari berkata, “Ya Allah, ampunilah kekhilafannya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya.”

Setelah kejadian tersebut, pemuda itu tidak pernah lagi tertarik untuk berbuat zina.

) Lihat hadits riwayat Ahmad, no. 22211; sanadnya dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani.

📖 Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Sebagian ulama berkata: “Aku memikirkan tindakan orang-orang berakal. Aku pun mendapati bahwa seluruhnya berusaha menggapai satu tujuan meskipun cara mereka untuk mendapatkannya berbeda- beda. Aku melihat semuanya berusaha mengusir kegundahan dan kegelisahan dari diri mereka. Ada yang dengan cara makan dan minum, ada yang dengan berdagang dan bekerja, ada yang dengan menikah, ada yang dengan mendengarkan musik dan nyanyian, serta ada yang dengan permainan dan perkara yang sia-sia. Atas dasar itu, aku menyimpulkan bahwa tujuan mereka itu sesuai dengan tuntutan orang-orang yang berakal. Hanya saja, semua jalan itu tidak akan mengantarkan mereka untuk meraihnya, bahkan mayoritas justru membawa mereka sampai kepada lawan dari tuntutan tersebut.

Syarah oleh Syeikh Abdurrazaq Al-Badr Hafidzahullah :

Semua orang memiliki keinginan untuk bahagia, akan tetapi setiap orang memilih jalan yang berbeda-beda dalam mencari kebahagiaan.

Ada yang dengan berfoya-foya, minum, menonton, drug, musik dan lainnya. Dan ada yang dengan makan dan minum, bekerja, ada yang dengan shalat dan membaca Al-Qur’an.

Banyaknya jalan yang ditempuh tidak menjamin kebahagiaan yang diharapkan jika mengambil kesenangan yang salah, bahkan dia akan mendapatkan kesedihan yang berkepanjangan. Na’udzubillahmindalik.

📖 Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:

Aku tidak melihat satu jalan pun dari jalan-jalan tadi yang mengantarkan kepada tujuan, kecuali dengan jalan menghadap Allah, bermuamalah dengan-Nya, dan mendahulukan ridha-Nya atas segala sesuatu. Orang yang menempuh jalan tersebut, meskipun kehilangan bagiannya di dunia, niscaya akan mendapatkan bagian yang tinggi dan tidak akan pernah hilang. Apabila seorang hamba benar-benar mendapatkannya, berarti dia telah mendapatkan segala sesuatu. Begitu juga sebaliknya, jika hamba itu kehilangannya (tersesat), berarti dia telah kehilangan segala sesuatu. Dengan kata lain, orang yang mendapatkan bagiannya di dunia saja tadi telah mendapatkan bagian yang paling buruk. Sungguh, tidak ada jalan lain yang lebih bermanfaat bagi seorang hamba selain jalan ini. Tidak ada pula alternatif lain yang dapat membuatnya sampai kepada kelezatan, kesenangan, serta kebahagiaan. Wabillaabit taufiq.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم