بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Online 9 – Daurah Ramadhan 1445H
Dukhan, 9 Ramadhan 1445 / 19 Maret 2024
Bersama Ustadz Masfur Abu Abdillah 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Mencintai Rasûlullâh ﷺ
Mencintai Rasulullah ﷺ termasuk bagian dari agama yang paling dasar. Setiap mukmin wajib mencintai Rasulullah ﷺ dibandingkan dengan lainya…
Dalil-dalil dari Al-Qur’an:
قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”
Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa ayat ini adalah dalil atas wajibnya mencintai Allah ﷻ dan Rasul-Nya, dan tidak ada khilaf tentang hal itu antara umat akan hal itu, bahwasanya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya harus didahulukan dari perkara yang dicintai.
النَّبِيُّ أَوْلَىٰ بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ۖ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ ۗ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ إِلَّا أَنْ تَفْعَلُوا إِلَىٰ أَوْلِيَائِكُمْ مَعْرُوفًا ۚ كَانَ ذَٰلِكَ فِي الْكِتَابِ مَسْطُورًا
Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah).
Dalil-dalil dari As-Sunnah:
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ
“Dari Anas, Nabi Muhammad ﷺ bersabda, ‘Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman. [yaitu] menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka,'” (H.R. Bukhari Muslim).
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ آخِدٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، َلأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلاَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ وَالَّذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ، حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ. فَقَالَ لَهُ عَمَرُ: فَإِنَّهُ اْلآنَ، وَاللهِ، َلأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اْلآنَ يَا عُمَرُ.
“Kami mengiringi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau menggandeng tangan ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu. Kemudian ‘Umar berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Wahai Rasulullah, sungguh engkau sangat aku cintai melebihi apa pun selain diriku.’ Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Tidak, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, hingga aku sangat engkau cintai melebihi dirimu.’ Lalu ‘Umar berkata kepada beliau: ‘Sungguh sekaranglah saatnya, demi Allah, engkau sangat aku cintai melebihi diriku.’ Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sekarang (engkau benar), wahai ‘Umar.’” [HR Bukhari no. 6632]
“Kapan Hari Kiamat terjadi, wahai Rasulullah?”
Beliau shollallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”
Orang tersebut menjawab: “Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak sholat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”
Rasulullah kemudian berkata:
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR Al-Bukhari 6171 dan Muslim 2639)
Anas pun berujar: “Kalau begitu aku mencintai Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar dan Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.” (HR Al-Bukhari 3688)
Dan masih banyak beberapa hadits lainnya. Maka, pantas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata kewajiban cinta kepada Allah ﷻ dan Rasul-Nya merupakan kewajiban iman yang terbesar dan pokoknya. Kaidah iman yang teragung dan landasan semua iman dan agama.
Bukti Cinta para Sahabat kepada Nabi ﷺ
Cinta Abu Bakar 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾.
Beliau adalah orang yang paling mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kecintaan dan kesetiaannya kepada Nabi sangat tampak pada saat ia menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah.
Pada saat ayah Abu Bakar Abu Quhafah masuk Islam di usia lanjut, Nabi ﷺ memegang tangan Abu Quhafah dan di bai’at. Seketika Abu Bakar 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾 menangis dan ditanya Rasulullah ﷺ kenapa menangis? Abu Bakar berkata, saya membayangkan yang dipegang tangan Rasulullah adalah paman beliau Abu Thalib. Namun Hidayah adalah milik Allah ﷻ.
Cinta Ali bin Abi Thalib 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾
Ali bin Abi Tholib –radhiyallahu ’anhu– pernah ditanya, ”Bagaimana cinta kalian kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam?” Ia menjawab, ”Demi Allah, beliau lebih kami cintai daripada harta, anak-anak, ayah, dan ibu kami serta kami juga lebih mencintai beliau daripada air dingin pada saat dahaga.”
Cinta Abu sufyan 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾
Abu Sufyan bin Harb –saat ia masih kafir- pernah bertanya kepada Zaid bin ad-Datsinah –radhiyallahu ’anhu-, (ketika dia dikeluarkan penduduk Mekkah dari al-Haram untuk dibunuh dan dia menjadi tawanan mereka):
”Katakanlah, demi Allah, wahai Zaid! Apakah kamu suka apabila Muhammad sekarang menggantikan kedudukanmu lalu kami memukul lehernya, sedangkan kamu berada di tengah keluargamu?”
Dia menjawab,”Demi Allah, aku tidak rela bila Muhammad sekarang berada di tempatnya saat ini terkena sebuah duri yang menyakitinya, sedangkan aku duduk di tengah keluargaku.”
Abu Sufyan berkata, ”Aku tidak pernah melihat seorang pun yang mencintai seseorang seperti kecintaan para sahabat Muhammad kepada Muhammad.”
Cinta Amr bin Ash 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾
Amr bin al-Ash –radhiyallahu ’anhu– berkata, ”Tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai daripada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan tidak ada yang lebih mulia di mataku dibandingkan beliau. Aku tidak mampu menatap beliau demi mengagungkannya. Seandainya aku ditanya, tentang sifat-sifat beliau, tentu aku tidak sanggup menyebutkannya, karena aku tidak pernah menatap beliau dengan pandangan yang tajam.”
Kisah Tsumamah masuk Islam karena terpesona akhlak Rasulullah
Tsumamah bin Utsal tengah ditangkap oleh pasukan sahabat kemudian dibawa untuk menghadap Rasulullah di Madinah. Dan mereka tidak tahu bahwa dia adalah kepala suku dari Sayyidul Bani Hanif.
Kemudian Rasulullah ﷺ menawarkan dia masuk Islam, tetapi ditolaknya. Kemudian Tsumamah berkata:
إن تقتل تقتل ذا دم، وإن تنعم تنعم على شاكر
“Jika kamu membunuhku berarti kamu telah menumpahkan darah, namun jika kamu membebaskanku, berarti kamu telah membebaskan orang yang pandai berterima kasih.”
Rasulullah kemudian dengan hikmahnya mengatakan, “kurunglah dia di dalam masjid, ikat dan jangan sampai dia bisa lolos menemukan jalan keluar.” Tentu saja, perintah nabi ini bertujuan agar Tsumamah bisa melihat kegiatan dan aktifitas Rasulullah dan para sahabatnya dari segi bersosial dengan cara mengedepankan akhlak, dakwah dengan ilmu…
Di hari kedua Tsumamah ditawarkan lagi masuk Islam, kemudian ditolak lagi… Di hari ketiga Rasulullah mendatanginya lagi dan bertanya dengan pertanyaan yang sama, namun Tsumamah masih dengan jawaban yang sama. Akhirnya nabi kemudian membebaskannya, “baiklah hari ini kamu aku bebaskan”.
Di hari itu Tsumamah bebas dalam keadaan belum Islam. Yang menarik, meski bebas dalam keadaan belum Islam, namun Tsumamah akhirnya mencari air untuk mandi dan membersihkan sekujur tubuhnya. Lalu ia kembali menuju ke masjid untuk menemui Rasulullah, dan mengulurkan tangannya seraya berkata:
يارسول الله أمدد يدك فإني أشهد أن لا إله إلا الله وأنك محمد رسول الله
“Ya Rasulullah, ulurkan tanganmu saya sekarang masuk Islam. Dan saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan engkau Muhammad adalah utusan Allah.”
Setelah bersyahadah, Tsumamah kemudian berkata lagi, “ya Rasulullah, dulu dimuka bumi ini tidak ada wajah yang lebih saya benci dari pada wajahmu. Sekarang wajahmulah yang paling saya cintai. Dan, dulu dimuka bumi ini tidak ada kawanan yang saya benci melebihi sahabat-sahabatmu, tetapi sekarang sahabat-sahabatmu lah orang yang saya cintai.”
Kisah Ummu Sulaim mengumpulkan keringat Rasulullah ﷺ untuk kemudian dicampurkan ke dalam parfumnya.
Hal ini dikisahkan dalam hadits shahih yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim. Sebagaimana hadits berikut ini:
Diriwayatkan dari Anas bin Malik 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾, dari Ummu Sulaim, diceritakan bahwa Nabi Muhammad ﷺ dahulu pernah datang ke rumah Ummu Sulaim dan ingin beristirahat dengan tidur siang di rumahnya.
Kemudian Ummu Sulaim menghamparkan kulit sebagai alat tidur Nabi. Ketika tidur, Nabi mengeluarkan banyak keringat. Lalu Ummu Sulaim mengumpulkan keringat itu. Setelah itu dia mencampurnya dengan minyak wangi, kemudian dimasukkannya ke dalam botol-botol kecil.
Lalu Nabi ﷺ berkata, “Wahai Ummu Sulaim, apa ini?” Ummu Sulaim menjawab, “Ini keringat engkau. Aku mencampurnya dengan parfumku… Kami berharap berkah untuk anak laki-laki kami.”
Nabi ﷺ bersabda, “Aku mengerti.” Dalam sebuah riwayat di Shahih Muslim disebutkan, “Kami memasukkannya ke dalam parfum kami, dan itu adalah parfum terbaik”.
Cinta Bilal bin Rabbah 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾
Sesaat setelah tersiar luas kabar kematian Nabi, Kota Madinah dikepung banjir air mata sahabat. Nabi tercinta yang selama hayatnya berjuang mati-matian demi tegaknya Islam dan kemuliaan umat manusia.
Kesedihan yang mendalam dialami oleh Bilal. Didorong ketidakmampuan menahan momen indah bersama Rasul di kota Madinah, Bilal memilih menyingkir dari kota Madinah bersama istri dan anaknya. Istrinya bertanya kenapa engkau menangis?
Aku rindu kepada Rasulullah ﷺ…
Cinta Wanita Anshar
Dari Anas bin Malik –radhiyallahu ’anhu-, dia menuturkan, “Tatkala perang Uhud, para penduduk Madinah melarikan diri sambil berteriak, ’Muhammad terbunuh’ sehingga banyak teriakan di penjuru Madinah, maka keluarlah seorang perempuan dari Anshar dengan berikat pinggang. Kemudian ia diberi kabar mengenai kematian anak, ayah, suami, dan saudaranya. Saya tidak tahu siapakah di antara mereka yang terbunuh terlebih dahulu. Ketika perempuan ini melewati salah seorang dari mereka, ia bertanya, ”Siapakah yang mati ini?” Mereka menjawab, ”Ayahmu, saudaramu, suami, anakmu!” Namun dia malah bertanya, ”Apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam?” Mereka menjawab, ”Majulah ke depan.” Setelah sampai kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, ia memegang ujung baju beliau kemudian mengatakan, ”Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, wahai Rasulullah. Aku tidak peduli, asal engkau selamat dari orang yang jahat.” [HR Thabrani dalam Al-Ausath]
Dalam sebuah riwayat, ia mengatakan, ”Setiap musibah terasa ringan setelah melihatmu selamat.” [HR Ibnu Hasyim dari As-Sirah]
Abdullah bin Zaid 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾 minta Dibutakan Matanya
Diceritakan pada suatu hari, Abdullah bin Zaid radhiallahu ‘anhu, sedang berkebun di perkebunannya. Kemudian anaknya datang, mengabarkan kalau Nabi ﷺ telah wafat. Ia berucap,
“Ya Allah, hilangkanlah penglihatanku. Sehingga aku tidak melihat seorang pun setelah kekasihku, Muhammad.” Ia katupkan dua tapak tangannya ke wajah. Dan Allah ﷻ mengabulkan doanya (Syarah az-Zarqani ‘ala al-Mawahib ad-Diniyah bi al-Manhi al-Muhammadiyah, Juz: 8 Hal: 84).
Abu Qatadah Menyangga Nabi ﷺ Tidur
Abu Qatadah berkata: Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berjalan terus hingga tengah malam dan aku berada di samping beliau, beliau mengantuk sehingga badannya agak miring dari tunggangan. Lalu aku dorong beliau tanpa membuatnya terbangun sehingga lurus kembali di atas hewan tunggangannya. Kemudian beliau meneruskan perjalanan hingga ketika tengah malam berlalu, tubuh beliau miring lagi dari hewan tunggangannya. Aku mendorongnya hingga lurus kembali tanpa membuatnya terbangun. Beliau terus berjalan hingga menjelang Subuh. Tubuhnya miring lagi, lebih miring dari sebelumnya dan hampir jatuh. Lalu aku dorong kembali, tetapi beliau mengangkat kepalanya, terbangun dan bersabda: Siapa ini? Aku menjawab: Abu Qatadah. Beliau bertanya: Sejak kapan engkau berjalan (dekat) denganku seperti ini? Aku menjawab: Sejak tadi malam. Beliau bersabda: Semoga Allah menjagamu karena engkau telah menjaga nabi-Nya. (Shahih Muslim).
Sambutan terhadap Kedatangan Nabi ﷺ
Kedatangan Rasulullah ﷺ di Kota Madinah disambut dengan penuh sukacita dan kegembiraan yang tampak dari wajah kaum Anshar. Penduduk Madinah pada saat itu berbaur menjadi satu untuk menyambut kedatangan Nabi.
Kedatangan Nabi Muhammad dijemput oleh 500 orang kaum Anshar. Mereka mengerumuni Nabi dan Abu Bakar yang masih naik di atas unta.
Ketika rombongan memasuki kota Madinah, terdengar suara teriakan, “Nabi Allah telah datang, Nabi Allah telah datang.”
Para penduduk Madinah, baik laki-laki maupun perempuan naik ke atap rumah mereka untuk menyaksikan tibanya Rasulullah. Anak-anak pun turut berhamburan ke jalan-jalan seraya bersorak, “Wahai Muhammad Rasulullah, wahai Muhammad Rasulullah.”
Lihatlah bagaimana teladan dari para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memuliakan beliau!
Pohon Kurma yang Menangis
Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdiri di atas sebatang pohon kurma ketika berkhutbah. Setelah dibuatkan mimbar, kami mendengar sesuatu pada batang pohon kurma tersebut seperti suara teriakan unta yang bunting. Sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam turun, lalu meletakkan tangannya pada batang kurma tersebut. Setelah itu, batang pohon itu pun diam.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Ketika hari Jum’at, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di atas mimbar. Lalu batang kurma yang biasa beliau berkhutbah di sana itu berteriak, hampir-hampir batang kurma itu terbelah.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Lalu batang kurma itu berteriak seperti teriakan anak kecil. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam turun lalu memegangnya dan memeluknya. Setelah itu, mulailah batang pohon itu mengerang seperti erangan anak kecil yang sedang diredakan tangisannya sampai ia terdiam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
بَكَتْ عَلَى مَا كَانَتْ تَسْمَعُ مِنَ الذِّكْرِ
“Ia menangis karena dzikir yang dulu biasa ia dengar.” (HR. Bukhari no. 2095. Disebutkan dalam Riyadh Ash-Shalihin karya Imam Nawawi pada hadits no. 1831)
Ada perkataan yang bagus dari Al-Hasan Al-Bashri ketika ia menyebutkan hadits rintihan pohon kurma ini, ia berkata,
يَا مَعْشَر الْمُسْلِمِينَ الْخَشَبَة تَحِنّ إِلَى رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَوْقًا إِلَى لِقَائِهِ فَأَنْتُمْ أَحَقّ أَنْ تَشْتَاقُوا إِلَيْهِ
“Wahai kaum muslimin, batang kurma saja bisa merintih karena rindu bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kalian harusnya lebih berhak rindu pada beliau.” (Fath Al-Bari, 6: 697)
Gunung Uhud pun Bergetar
Dari Anas ibn Malik 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾 bahwa Nabi ﷺ mendaki bukit Uhud, diikuti oleh Abu Bakr, Umar dan Ustman. Lalu bukit Uhud itu bergetar, maka beliau bersabda:
“Tenanglah wahai Uhud, karena di atasmu sekarang ada seorang Nabi, Asshiddiq (orang yang jujur, maksudnya Abu Bakr) dan dua orang (yang akan mati) syahid.” – Sahih Bukhari No 3399.
Dari Anas bin Malik 𝓡𝓪𝓭𝓱𝓲𝔂𝓪𝓵𝓵𝓪𝓱𝓾’𝓪𝓷𝓱𝓾, Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Uhud adalah satu gunung yang mencintai kami dan kami juga mencintainya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Golongan yang Mencintai Nabi ﷺ
Manusia telah terbagi menjadi tiga golongan dalam memahami makna cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
1. Golongan yang berlebih-lebihan.
Orang-orang yang ghuluw, yaitu mereka yang berlebih-lebihan dalam mengungkapkan cinta mereka kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, hingga mereka mengada-adakan amalan-amalan yang sama sekali tidak disyari’atkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak pernah dilakukan oleh salafush shalih yang mana mereka adalah orang-orang yang paling tinggi kecintaannya kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Golongan ini mengira bahwa amalan-amalan tersebut merupakan bukti kecintaan mereka kepada Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Golongan yang meremehkan.
Yaitu orang-orang yang lalai dalam merealisasikan kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka tidak memperhatikan hak-hak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di antara mereka ada yang belum bisa menerima dengan hati legowo tentang ke-ma’shum-an (dilindunginya) Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kesalahan-kesalahan dalam menyampaikan wahyu, sehingga perlu untuk dikritisi. Seperti kalo di Indonesia ada kelompok JIL.
3. Golongan tengah.
Yakni yang benar dalam memahami makna cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Golongan ini senantiasa menjadikan Al Quran dan As Sunnah sebagai landasan mereka dalam mengungkapkan rasa cinta mereka kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka pun meneladani para generasi awal umat ini (salafush shalih) dalam mengungkapkan rasa cinta kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena salafush shalih adalah generasi terbaik umat ini, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu hadits yang diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku (para sahabat), kemudian generasi sesudah mereka (para tabi’in), kemudian generasi sesudah mereka (para tabi’it tabi’in).” (HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, lihat Fath al-Bari [V/258-259, no: 2651], dan Muslim dalam Shahih-nya [IV/1962, no: 2533])
Bukti dan Tanda Cinta kepada Rasulullah ﷺ
1. Menaati perintah dan menjauhi larangannya.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 59:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul…
Ayat ini merupakan ayat an-Nida! Atau perintah, hingga Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhuma berkata Jika engkau mendengar Hai orang-orang yang beriman maka pasanglah telingamu perhatikan baik-baik, bisa jadi ada kebaikan yang Allah ﷻ berikan atau atau ada larangan yang Allah ﷻ larang.
Di dalam Al-Qur’an ada 89 tempat yang berkaitan dengan ayat seruan (panggilan).
Dalam surat An-Nur ayat 63:
… فَلْيَحْذَرِ الَّذِيْنَ يُخَالِفُوْنَ عَنْ اَمْرِهٖٓ اَنْ تُصِيْبَهُمْ فِتْنَةٌ اَوْ يُصِيْبَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.
Dalam surat An-Nur ayat 54:
قُلْ اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَۚ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَّا حُمِّلْتُمْۗ وَاِنْ تُطِيْعُوْهُ تَهْتَدُوْاۗ وَمَا عَلَى الرَّسُوْلِ اِلَّا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ
Katakanlah, “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban Rasul (Muhammad) itu hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu hanyalah apa yang dibebankan kepadamu. Jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Kewajiban Rasul hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan jelas.”
Contoh ketaatan para sahabat:
Dalam sebuah hadits, dari riwayat Bukhari dan Muslim. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Aku dulu adalah orang yang menuangkan khamr dirumahnya Abu Talhah. Turunlah ayat yang menunjukkan tentang khamr telah diharamkan. Kemudian ada sahabat yang menyeru. Lalu Abu Talhah berkata, ‘keluarlah wahai Anas, kemudian lihat suara apa itu?’. Maka akupun keluar dan melihat ada sahabat yang menyeru. Seruannya adalah, ‘ketahuilah bahwa khamr telah diharamkan’. Maka Abu Talhah berkata kepadaku, ‘Pergilah dan tumpahkan khamr itu’. Maka khamr itu mengalir di jalan-jalan di kota Madinah”.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu’anhu,
أنَّ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ صلَّى فخَلعَ نَعليهِ فخلعَ النَّاسُ نعالَهُم فلمَّا انصرَف قالَ: لمَ خَلعتُمْ نعالَكُم ؟ قالوا: يا رسولَ اللَّهِ، رأيناكَ خلَعتَ فخَلَعنا قالَ: إنَّ جَبرئيلَ أتاني فأخبرَني أنَّ بِهِما خَبثًا فإذا جاءَ أحدُكُمُ المسجِدَ فليقلِب نعليهِ فلينظُر فيهما خبثٌ؟، فإن وجدَ فيهما خبثًا فليمسَحهما بالأرضِ، ثمَّ ليصلِّ فيهما
“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika sedang shalat beliau melepas sandalnya. Maka para makmum pun melepas sandal mereka. Ketika selesai shalat Nabi bertanya, ‘mengapa kalian melepas sandal-sandal kalian?’ Para sahabat menjawab, ‘wahai Rasulullah, kami melihat engkau melepas sandal, maka kami pun mengikuti engkau.’ ‘(Adapun aku,) sesungguhnya Jibril mendatangiku dan mengabarkanku bahwa pada kedua pasang sandalku terdapat najis. Maka jika salah seorang dari kalian mendatangi masjid, hendaknya ia lihat bagian bawahnya apakah terdapat najis Jika ada maka usapkan sandalnya ke tanah, lalu shalatnya menggunakan keduanya’” (HR. Al-Hakim 1/541, Abu Daud no. 650, Ibnu Hibban no. 2185, Al-Hakim menyatakan shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim, Al-Albani dalam Shahih Abu Daud menyatakan Shahih).
Dari hadits Amr bin Syu’aib dari bapak dari kakeknya, ia berkata: : Bahwa seorang wanita datang menemui beliau dan di tangan putrinya melingkar dua gelang emas, maka beliau bersabda.”Apakah engkau mengeluarkan zakat ini (gelang emas) ?, wanita itu menjawab : “Tidak”, maka beliau bersabda : Apakah engkau senang jika Allah melingkarkan gelang padamu di hari Kiamat dengan dua gelang yang terbuat dari api.?”. Lalu wanita tersebut melepaskan kedua gelang itu dan memberikannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil berkata : “Kedua gelang ini untuk Allah dan Rasul-Nya”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan An-Nasa’i dengan sanad yang shahih, dan banyak hadits yang semakna dengan hadits ini.
2. Banyak Mengingat dan Menyebutnya
Karena orang yang mencintai sesuatu, tentu akan banyak mengingat dan menyebutnya. Ini menjadi sebab tumbuh dan bersinambungnya kecintaan. Yang dimaksud banyak mengingat dan menyebut beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentunya dalam hal yang disyariatkan. Di antaranya:
a. Menyampaikan shalawat dan salam kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk mengamalkan firman Allah.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” [al-Ahzab/33 : 56].
Dalam kitab Jalaa’ul Afhaam, Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan 41 waktu (tempat). Beliau rahimahullah memulai dengan sesuatu yang paling penting yakni ketika shalat di akhir tasyahhud. Di antara waktu lain yang beliau sebutkan adalah di akhir Qunut, kemudian saat khutbah, seperti khutbah Jum’at, hari raya dan istisqa’, kemudian setelah menjawab muadzdzin, ketika berdo’a, ketika masuk dan keluar dari masjid, juga ketika menyebut nama beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
b. Menyebut keutamaan dan kekhususan sifat, akhlak dan perilaku utama yang Allah berikan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga menjadikan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai contoh. Juga menyebut mu’jizat serta bukti kenabian untuk mengenal kedudukan dan martabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
c. Bersikap santun dan beradab dengan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik dalam menyebut nama atau memanggilnya. (QS An-Nur ayat 63).
3. Mencintai Orang-Orang Yang Dicintai Nabi ﷺ
Mereka antara lain: keluarga dan keturunannya (ahlul bait), para sahabatnya serta setiap orang yang mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga masih dalam kerangka mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, adalah kewajiban untuk memusuhi setiap orang yang memusuhinya serta menjauhi orang yang menyelisihi sunnahnya dan berbuat bid’ah.
4. Mendahulukan Nabi ﷺ daripada siapapun
Termasuk pendapat para ulama jika bertentangan dengan pendapat Nabi ﷺ.
5. Membenarkan Ucapan Nabi ﷺ
Membenarkan berita-berita yang beliau sampaikan, baik itu berupa berita-berita yang telah terjadi maupun yang belum terjadi, karena berita-berita itu adalah wahyu yang datang dari Allah subhanahu wa ta’ala.
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu, menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm: 3-4)
6. Ittiba’ dan berpegang teguh kepadanya
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Ali ‘Imran Ayat 31:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Yakni mengikuti Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dari sisi aqidah, ucapan, perbuatan dan meninggalkan sesuatu. Barangsiapa yang mengikuti Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan empat hal ini, maka dia telah benar dalam mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan barangsiapa yang menyelisihi Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam empat hal ini, maka cintanya tidak benar.
Faedah-faedah Mencintai Nabi ﷺ
1. Merasakan Manisnya Iman
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah ﷺ :
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سَوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إلاَّ لِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Ada tiga hal, barangsiapa melaksanakan ketiga-tiganya maka ia akan merasakan kelezatan iman: Orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cinta kepada yang lain, orang yang mencintai orang lain hanya karena Allah dan orang yang benci untuk kembali kekafiran sebagaimana benci untuk masuk ke dalam neraka.“ (HR. Bukhari).
2. Bersama Rasulullah ﷺ di Akhirat
Allah ﷻ berfiman:
وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَـئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَـئِكَ رَفِيقاً ﴿٦٩﴾
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nimat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa : 69).
Demikian juga hadits Nabi ﷺ : “Seseorang (di hari kiamat) akan bersama orang yang dicintainya, dan engkau akan bersama yang engkau cintai.”
3. Memperoleh Kesempurnaan Iman
Disebutkan di dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ رواه البخاري
“Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian sehingga menjadikan aku lebih ia cintai dari orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia“. [HR Bukhari]
4. Mencintai Nabi ﷺ merupakan bagian dari Dzikrullah yang bisa menghilangkan kesedihan
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Muhammad ayat 2:
وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَاٰمَنُوْا بِمَا نُزِّلَ عَلٰى مُحَمَّدٍ وَّهُوَ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۚ كَفَّرَ عَنْهُمْ سَيِّاٰتِهِمْ وَاَصْلَحَ بَالَهُمْ
Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan kebajikan serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad; dan itulah kebenaran dari Tuhan mereka; Allah menghapus kesalahan-kesalahan mereka, dan memperbaiki keadaan mereka.
Sudah sepantasnya kita bisa meneladani hal ini. Ketika beliau telah wafat, maka bentuk pengagungan kita adalah dengan memuliakan hadits beliau dan memperjuangkannya dari berbagai bentuk penyimpangan. Hanya Allah yang beri taufik.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم