بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Daurah Al-Khor Sabtu Pagi – Masjid At-Tauhid
Syarah Riyadhus Shalihin Bab 44
🎙️ Ustadz Abu Hazim Syamsuril Wa’di, SH, M.Pd Hafidzahullah.
🗓️ Alkhor, 24 Shafar 1445 / 9 September 2023
BAB KE-44: Menghormati Ulama, Orang yang Lebih Dewasa, dan Orang Terpandang, Mendahulukan Meraka, Menjunjung Tinggi Kedududukan dan Menonjolkan Martabat Meraka, Pembahasan Hadits Ke-9 dan 10.
📖 Hadits 9:
وعن ميمون بن أَبي شَبيب رحمه الله: أنَّ عائشة رَضي الله عنها مَرَّ بِهَا سَائِلٌ، فَأعْطَتْهُ كِسْرَةً، وَمَرَّ بِهَا رَجُلٌ عَلَيهِ ثِيَابٌ وَهَيْئَةٌ، فَأقْعَدَتهُ، فَأكَلَ، فقِيلَ لَهَا في ذلِكَ؟ فقَالتْ: قَالَ رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم: «أنْزِلُوا النَّاسَ مَنَازِلَهُمْ». رواه أبو داود . لكن قال: ميمون لم يدرك عائشة. وقد ذكره مسلم في أول صحيحه تعليقًا فقال: وذكر عن عائشة رضي الله عنها قالت: أمرنا رسول الله – صلى الله عليه وسلم – أن ننزل الناس منازلهم، وَذَكَرَهُ الحَاكِمُ أَبُو عبد الله في كتابه «مَعرِفَة عُلُومِ الحَديث» وَقالَ: «هُوَ حديث صحيح».
356. Dari Maimun bin Abu Syabib bahwasanya Aisyah radhiallahu ‘anha dilalui oleh seorang peminta-minta lalu olehnya diberi sepotong roti, juga dilalui oleh seorang lelaki yang mengenakan pakaian baik serta berkeadaan baik, lalu orang itu didudukkan kemudian ia makan. Kepada Aisyah ditanyakan, mengapa berbuat demikian -yakni tidak dipersamakan cara memberinya. Lalu ia berkata: “Rasulullah ﷺ bersabda: “Letakkanlah masing-masing manusia itu di tempatnya sendiri-sendiri.”
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, tetapi kata Imam Abu Dawud: “Maimun itu tidak pernah menemui Aisyah.” Hadist ini disebutkan oleh Imam Muslim dalam permulaan kitab shahihnya sebagai ta’liq, lalu katanya: “Dan disebutkan dari Aisyah, katanya: “Rasulullah ﷺ memerintahkan kepada kita supaya kita menempatkan para manusia itu di tempatnya sendiri-sendiri -yakni yang sesuai dengan kedudukannya.” Imam Hakim Abu Abdillah menyebutkan ini dalam kitabnya Ma’rifatu ‘ulumil hadist dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadist shahih.
◊ Penjelasan Hadits:
Hadits ini menjelaskan perlakuan terhadap seorang manusia itu di tempatnya sesuai dengan kedudukannya masing-masing.
Hendaklah setiap orang yang berbicara kepada seseorang disesuaikan dengan tingkat dan kedudukan masing-masing lawan bicaranya (dengan hikmah).
Hikmah adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya dan kedudukannya. Dan adil adalah memberikan setiap hak kepada yang seharusnya memilikinya. Maka mendudukkan sesuatu harus sesuai dengan hikmah dan adil. Maka jangan menyamakan kedudukan orang yang alim dengan orang yang bodoh, orang yang banyak dosa dan orang yang shaleh, orang yang berkedudukan dengan orang biasa, dan lainnya.
Dari sinilah mereka membedakan perawi yang lemah dengan yang tsiqah, yang hafidz dengan yang tidak. Dan mendudukkan hadits sesuai derajat perawinya.
▪️ Ada orang yang memiliki keutamaan hak yang khusus dan ada yang tidak. Orang yang memiliki keutamaan hak yang khusus seperti orang tua, anak-anak, kerabat, tetangga, teman-teman, ulama, orang yang berbuat baik sesuai kadarnya.
▪️ Orang yang tidak memiliki keutamaan hak yang khusus, tetapi mereka memiliki hak-hak kaum muslimin. Seperti: 1) mengucapkan salam; 2) menghadiri undangan; 3) memberi nasihat; 4) mendoakan yang bersin; 5) menjenguk yang sakit dan 6) mengantar jenazah. Demikian juga hak-hak sebagai sesama manusia secara umum, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
Dalam hadits ini juga ada perintah Rasulullah ﷺ untuk bergaul sesuai dengan kedudukannya. Seperti orang tua memiliki hak untuk dihormati, anak-anak memiliki hak untuk disayang, dan lain sebagainya.
Seperti halnya ucapan Nabi Musa ‘alaihissalam diutus oleh Allah untuk mendakwahi Firaun, raja Mesir yang zalim. Beliau diperintahkan berbicara kepada Firaun dengan kelembutan.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى . فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
“Pergilah kamu berdua kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia bisa ingat atau takut.” (QS Thaha ayat 43-44).
Demikian juga tatkala ayah Abu Bakar, Abu Quhafah mendatangi Nabi ﷺ, tetapi Nabi ﷺ menghendaki beliau saja yang menghadap ayah Abu Bakar dengan maksud untuk menghormatinya, inilah contoh teladan dari manusia terbaik. Hingga Rasulullah ﷺ memegang dada Abu Quhafah dan berkata masuk Islam lah tentu kamu akan selamat. Dan dengan niat yang kuat, Abu Quhafah pun berbaiat di depan Nabi dan memutuskan untuk masuk Islam. Hidayah Allah telah sampai kepadanya.
Demikian halnya pembicaraan Suami kepada isteri dan anak-anaknya. Tentu penuh dengan kelembutan dan kasih sayang.
♦ Fiqhul Hadits
1. Melihat kedudukan orang sesuai tingkatannya, memberikan setiap orang itu hak-haknya: maka dia akan memuliakan orang yang mulia, mengagungkan orang yang memiliki keagungan, menghormati orang yang terhormat dan dia juga mengatakan kepada orang yang memiliki kewibawaan akan kekurangan mereka.
2. Bolehnya bersedekah dengan sesuatu yang sedikit.
📖 Hadits 10:
وعن ابن عباس رضي الله عنهما، قَالَ: قَدِمَ عُيَيْنَةُ بنُ حِصْن، فَنَزَلَ عَلَى ابْنِ أخِيهِ الحُرِّ بنِ قَيسٍ، وَكَانَ مِنَ النَّفَرِ الَّذِينَ يُدْنِيهِمْ عُمرُ – رضي الله عنه – وَكَانَ القُرَّاءُ أصْحَاب مَجْلِس عُمَرَ وَمُشاوَرَتِهِ، كُهُولًا كاَنُوا أَوْ شُبَّانًا، فَقَالَ عُيَيْنَةُ لابْنِ أخيهِ: يَا ابْنَ أخِي، لَكَ وَجْهٌ عِنْدَ هَذَا الأمِيرِ، فَاسْتَأذِنْ لِي عَلَيهِ، فاسْتَأذَن له، فَأَذِنَ لَهُ عُمَرُ – رضي الله عنه – فَلَمَّا دَخَلَ قَالَ: هِي يَا ابنَ الخَطَّابِ، فَواللهِ مَا تُعْطِينَا الْجَزْلَ، وَلا تَحْكُمُ فِينَا بالعَدْلِ، فَغَضِبَ عُمَرُ – رضي الله عنه – حَتَّى هَمَّ أَنْ يُوقِعَ بِهِ، فَقَالَ لَهُ الحُرُّ: يَا أَمِيرَ المُؤْمِنِينَ، إنَّ الله تَعَالَى قَالَ لِنَبيِّهِ – صلى الله عليه وسلم: {خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ} [الأعراف: 199]، وَإنَّ هَذَا مِنَ الجَاهِلِينَ. واللهِ مَا جَاوَزَهاَ عُمَرُ حِينَ تَلاَهَا عليه، وكَانَ وَقَّافًا عِنْدَ كِتَابِ اللهِ تَعَالَى. رواه البخاري.
357. Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, katanya: ‘Uyainah bin Hishn datang -di Madinah- lalu bertemu di rumah anak saudaranya -sepupunya- yaitu Hur bin Qais. Hur ini adalah diantara golongan orang-orang yang dekat hubungannya dengan Umar radhiallahu’anhu dan memang para ahli membaca al-Quran itu menjadi sahabat dalam majlisnya Umar dan yang diajaknya bermusyawarah, baik pun mereka itu golongan orang-orang yang sudah tua ataupun yang masih pemuda. ‘Uyainah berkata kepada sepupunya: “Hai anak saudaraku, engkau ini mempunyai wajah -yakni dikenal amat baik- di sisi Amirul mu’minin ini -maksudnya Umar, maka dari itu mintakanlah izin untukku supaya aku dapat bertemu dengannya. Hur memintakan izin lalu Umar mengizinkannya. Setelah ‘Uyainah masuk lalu ia berkata: “Ingat hai anaknya Alkhaththab, demi Allah, engkau ini tidak dapat memberikan banyak keenakan pada kita dan engkau tidak memerintah kepada kita dengan cara yang adil.” Umar radhiallahu’anhu marah padanya sehingga hampir saja bermaksud akan memberikan hukuman pada ‘Uyainah itu. Tetapi Hur kemudian berkata pada Umar: “Hai Amirul mu’minin, sesungguhnya Allah Ta’ala telah berfirman kepada Nabinya ﷺ -yang artinya: “Berilah pengampunan, perintahkan dengan kebajikan dan janganlah menghiraukan kepada orang-orang yang bodoh.” (al-A’raf: 199) dan sesungguhnya orang ini -yakni ‘Uyainah- adalah termasuk golongan orang-orang yang bodoh.” Demi Allah, maka Umar tidak suka melanggar ayat tersebut ketika dibacakan padanya dan Umar adalah orang yang paling dapat menahan dirinya -yakni paling mentaati- kepada isi kitabullah Ta’ala itu.” (Riwayat Bukhari) 357. Dari Abu Said yaitu Samurah bin jundub Radhiyallahu’anhu, katanya: “Sesungguhnya saya dahulu itu sebagai seorang anak-anak di zaman Rasulullah ﷺ, maka saya menghafal -berbagai ajaran- dari beliau. Juga beliau tidak pernah melarang saya berbicara, melainkan jikalau di situ ada orang yang lebih tua usianya daripadaku sendiri.” (Muttafaq ‘alaih)
Inilah hadits yang menjelaskan keutamaan Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu yang menghormati para ulama.